Selasa, 26 Mei 2009
Dibalik Pembunuhan Ali bin Abi Tholib; Cinta dan Tipu Daya
Dibalik Pembunuhan Ali bin Abi Tholib; Cinta dan Tipu Daya
Oleh : Imam Mustofa*
Pertempuran sesunggunya akan menimbulkan image yang tidak baik bagi pihak yang terlibat di dalamnya. Karena disadari oleh setiap orang bahwa perperangan bukanlah jalan terbaik yang harus ditempuh untuk mendapatkan jalan keluar dari suatu permasalahan. Perperangan selalu saja membuahkan korban yang kerap tidak di diterima kematiannya oleh keluarga yang ditinggalkan. Setidaknya akan menanam rasa benci kepada yang dianggap telah bersalah, atau bahkan akan menumbuhkan tekat bulat dalam hati untuk membalas kematian itu.
Dibalik Pembunuhan Ali bin Abi Tholib; Cinta dan Tipu Daya
Oleh : Imam Mustofa*
Pertempuran sesunggunya akan menimbulkan image yang tidak baik bagi pihak yang terlibat di dalamnya. Karena disadari oleh setiap orang bahwa perperangan bukanlah jalan terbaik yang harus ditempuh untuk mendapatkan jalan keluar dari suatu permasalahan. Perperangan selalu saja membuahkan korban yang kerap tidak di diterima kematiannya oleh keluarga yang ditinggalkan. Setidaknya akan menanam rasa benci kepada yang dianggap telah bersalah, atau bahkan akan menumbuhkan tekat bulat dalam hati untuk membalas kematian itu.
Tidak terkecuali dalam Islam, tinta merah telah menggambarkan masa kekelaman yang pernah dialami. Akhir pemerintahan khalifah ketiga, Usman bin Affan, adalah awal masa kekelaman itu terjadi. Masa kekhalifahan Usman berakhir karena terbunuh. Tragisnya lagi muncul tuduhan bahwa Ali bin Abi tholiblah yang menjadi dalang semua peristiwa ini. Tuduhan ini semakin kuat karena Ali kemudian menjadi khalifah pengganti Utsman. Episode selanjutnya adalah tuntutan balas oleh keluarga Usman (bani umayah) kepada Ali dan pengikutnya. Demikianlah, sehingga terjadi berbagai perperangan antar kubu ahli bait dengan bani umayah yang keduanya adalah muslim.
Perperangan begitu menggemparkan dan memecah belah persatuan umat Islam pada waktu itu menjadi dua kubu; kubu Ali bin Abi Tholib dan kubu Mu'awiyah bin Abi Sofyan. Satu kubu lagi muncul setelah adanya tahkim (perdamaian) antara kedua kubu itu karena tidak menerima hasil tahkim yang dinilai tidak sesuai, yaitu kubu Khawarij, kelompok Ali yang menyeleweng. Anggota kelompok ini akhirnya bertekad mengakhiri krisis pada waktu itu dengan cara membunuh tiga pemimpin besar; Mu'awiyah, Amr bin 'ash dan Ali bin Abi Tholib.
Bagi seorang pembaca, cerita perperangan dan pembunuhan yang monumental biasanya mendebarkan dan menegangkan suasana kalbu. Apalagi sebelumnya hanya mengetahui sekilas, tidak tuntas. Demikian juga cerita yang dikisahkan oleh Jurji Zaidan dalam buku "Mendung di Atas Kufah" ini. Sebuah buku yang menceritakan detail terbunuhnya Ali bin Abi Tholib dan perpindahan khalifah ke tangan Mu'awiyah. Namun demikian, buku yang bertemakan sejarah ini disajikan dengan cara yang menarik dengan racikan kata-kata yang sangat mengesankan yang mampu menghilangkan kesan-kesan dan sisi kekerasan dalam peristiwa pembunuhan Ali karena dibungkus dengan romantisme kisah cinta. Inilah yang membuat buku ini mempunyai nilai plus.
Begitu mendebarkannya, sehingga terkadang hati tidak sabar ingin membaca bagian akhir buku untuk mengetahui ending kisah itu. Tapi, tidak semudah itu, pembaca akan terikat dengan 'lantunan' kalimat demi kalimat, pembaca akan betul-betul menikmati isi buku itu, karena sebuah kisah kekerasan, pembunuhan, peristiwa berdarah yang menegangkan itu dibingkai dengan kisah romantis sepasang insan yang berbeda persepsi dan tujuan satu sama lain. Yang pertama, murni atas dasar cinta sehingga dengan ketulusan cintanya, ia sanggup berbuat dan berkorban apa saja demi meraih cinta sang 'bidadari'. Tapi dipihak lain, keromantisan itu hanyalah sebagai trik untuk memperoleh hati sang 'bidadara' agar dapat membantu memperoleh tujuan yang telah lama dinantikan.
Said al Umawi adalah pemeran utama yang berada pada pihak pertama. Seorang pemuda yang masih 'hijau' dan lugu dalam hal percintaan, mencintai bidadari Kufah bernama Qutham binti Syuhnah yang berperan sebagai pihak kedua. Qutham memanfaatkan rasa tulus cinta Said untuk membalas dendam kepada Ali bin Abi Tholib yang dinilai menjadi dalang pembunuh ayahnya, karena mengikuti kelompok yang membelot dari Ali, kelompok Kawarij. Dengan modal kecantikan dan keceridaknnya, Qutham yang dibantu oleh seorang nenek tua, Lubabah, dan pembantunya, Raihan, berhasil menjebak Said dalam sebuah perjanjian mengikat untuk membunuh anak paman nabi itu. Walaupun kurang yakin dapat melakukannya, namun karena rasa cinta pemuda kalem ini sudah menggema di seluruh relung hati, demi mendapatkan cinta wanita yang telah lama diimpikan, akhirnya Said menyetujui juga.
Perjuangan untuk melaksanakan janji kepada sang buah hati bukanlah hal yang mudah. Said sering dihadapkan kepada dua pilihan yang sangat sulit untuk diputuskan, karena saling bertentangan. Diantaranya, janji Said kepada Qutham untuk membunuh Ali bahkan ditentang oleh Abu Rihab, kakek Said yang telah membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Berbagai alasan dan keterangan disampaikan sehingga diyakini Said pasti tidak akan mengingkarinya. Said akhirnya bersaksi dihadapan kakeknya untuk mematuhi keinginan kakeknya itu. Namun, di sisi lain wajah Qutham, bunga desa Kufah itu selalu membayanginya, mengingatkan agar perjanjian secepatnya dilaksanakan. Dengan sekuat tenaga, Said berusah mencari jalan keluar sehingga kedua permintaan yang bertentangan itu bisa dilaksanakan.
Usaha said itu ternyata berhasil, meskipun pada akhirnya jauh dari harapan. Jalan keluar yang didapatkan Said malah menjadi episode penjerumusan Said dan keponakannya, Abdullah, dalam jebakan sistematis Qutham, Lubabah dan Raihan. Beruntung Said bertemu dengan Khaulah, wanita Fusthtath yang cerdas, sopan, pemberani sekaligus jelita, anggun nan mwnawan. Dialah yang menyelamatkan mereka dari jebakan Qutham cs. Sebagaimana Khaulah terhadap said, rasa cinta Said juga sudah muncul ketika kali pertama melihat wajah Khaulah, hanya saja pada saat itu, serat-serat jiwa pemuda tampan ini masih terikat dengan Qutham. Sedangkan Khaulah sendiri tidak 'berani' menyatakannya secara terus terang. Setelah Said benar-benar menyadari bahwa selama ini ia dijebak dan dimanfaatkan oleh Qutham untuk membalaskan dendam atas kematian ayahnya, barulah benang-benang cinta Said mulai terajut untuk Khaulah.
sedangkan Qotham, setelah menyadari situasi yang kurang menguntungkan ini tidak lagi mengharapkan Said untuk menjalankan keinginannya. Melalui bantuan Lubabah, Qutham mendapatkan 'korban' baru. Tokoh Khawarij, Abdurrahman bin Muljam adalah korban itu. Dengan kecantikan dan kelicikan pula, Qutham dengan mudah merebut hati ibnu Muljam. Jebakan sistematis yang samapun diterapkan oleh qutham dan lubabah kepadanya. Yaitu membunuh Ali sebagai mahar (jaminan) Qutham dapat dimiliki.
Ibnu Muljam sesungguhnya telah memiliki rencana dan kesepakatan dengan kedua rekannya untuk membunuh tiga orang pemimpin pada waktu itu, termasuk Ali bin Abi Tholib. Ketika hampir tiba saat pembunuhan yang telah ditentukan, ibnu Muljam sempat memiliki niat untuk mengurungkan niat membunuh Ali. Tapi, reputasi, cinta dan harapan ibnu Muljam bisa hancur di depan Qutham dan Lubabah, karena telah ada perjanjian sebelumnya. Sehingga niat itu tetap dilanjutkan. Alipun terbunuh di tangan tokoh Khawarij itu. Sedangkan ibnu Muljam sendiri mati di tangan sahabat. Sungguh, kecantikan Qutham memang tiada tandingannya, sehingga siapapun pasti akan tergoda dan sanggup berkorban apa saja untuknya.
Kisah dalam buku itu diakhiri dengan kebahagiaan pada Said karena mendapatkan tambatan hati baru, Khaulah. Kebahagian terlihat jelas di wajah Said, masa kritis telah berlalu dan masa depan bisa dilalui dengan gadis pujaan hati. Apalagi dia dan Khaulah mendapat simpatik dari penguasa Mesir, Amr bin 'Ash. Walaupun wasiat Abu Rihab sepenuhnya tidak dapat dipenuhi, tapi setidaknya Said dan Abdullah telah berusaha sekuat tenaga, dan itu sudah sangat cukup bagi mereka.
Qutham berhasil dibunuh oleh Bilal, pembantu Khaulah, yang telah memendam benci karena perbuatannya yang menjerumuskan banyak orang kepada kematian. sedangkan Lubabah, tewas dibunuh Qutham saat mereka berdua dijebloskan ke penjara Amr bin Ash.
Dalam buku ini Jurji Zaidan sangat antusias mengdepankan unsur-unsur daya tarik dan kesan bagi para pembaca, namun demikian ia tidak kehilangan keseimbangan dengan mentolelir sikap dan perilaku yang menyimpang dari tatanan moral. Bahkan ia menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika. Tokoh-tokoh dalam cerita selalu ditonjolkan secara transparan, walau harus diakui bahwa fakta dan informasi mengenai tokoh-tokoh, peristiwa-peristiwa dan situs-situs sejarah belum begitu sempurna, dalam arti tidak disampaikan secara mendalam.
*Ketua Ikatan Keluarga Alumni Pondok Pesantren Mahasiswa Unggulan Universitas Islam Indonesia
»» READMORE...
Oleh : Imam Mustofa*
Pertempuran sesunggunya akan menimbulkan image yang tidak baik bagi pihak yang terlibat di dalamnya. Karena disadari oleh setiap orang bahwa perperangan bukanlah jalan terbaik yang harus ditempuh untuk mendapatkan jalan keluar dari suatu permasalahan. Perperangan selalu saja membuahkan korban yang kerap tidak di diterima kematiannya oleh keluarga yang ditinggalkan. Setidaknya akan menanam rasa benci kepada yang dianggap telah bersalah, atau bahkan akan menumbuhkan tekat bulat dalam hati untuk membalas kematian itu.
Dibalik Pembunuhan Ali bin Abi Tholib; Cinta dan Tipu Daya
Oleh : Imam Mustofa*
Pertempuran sesunggunya akan menimbulkan image yang tidak baik bagi pihak yang terlibat di dalamnya. Karena disadari oleh setiap orang bahwa perperangan bukanlah jalan terbaik yang harus ditempuh untuk mendapatkan jalan keluar dari suatu permasalahan. Perperangan selalu saja membuahkan korban yang kerap tidak di diterima kematiannya oleh keluarga yang ditinggalkan. Setidaknya akan menanam rasa benci kepada yang dianggap telah bersalah, atau bahkan akan menumbuhkan tekat bulat dalam hati untuk membalas kematian itu.
Tidak terkecuali dalam Islam, tinta merah telah menggambarkan masa kekelaman yang pernah dialami. Akhir pemerintahan khalifah ketiga, Usman bin Affan, adalah awal masa kekelaman itu terjadi. Masa kekhalifahan Usman berakhir karena terbunuh. Tragisnya lagi muncul tuduhan bahwa Ali bin Abi tholiblah yang menjadi dalang semua peristiwa ini. Tuduhan ini semakin kuat karena Ali kemudian menjadi khalifah pengganti Utsman. Episode selanjutnya adalah tuntutan balas oleh keluarga Usman (bani umayah) kepada Ali dan pengikutnya. Demikianlah, sehingga terjadi berbagai perperangan antar kubu ahli bait dengan bani umayah yang keduanya adalah muslim.
Perperangan begitu menggemparkan dan memecah belah persatuan umat Islam pada waktu itu menjadi dua kubu; kubu Ali bin Abi Tholib dan kubu Mu'awiyah bin Abi Sofyan. Satu kubu lagi muncul setelah adanya tahkim (perdamaian) antara kedua kubu itu karena tidak menerima hasil tahkim yang dinilai tidak sesuai, yaitu kubu Khawarij, kelompok Ali yang menyeleweng. Anggota kelompok ini akhirnya bertekad mengakhiri krisis pada waktu itu dengan cara membunuh tiga pemimpin besar; Mu'awiyah, Amr bin 'ash dan Ali bin Abi Tholib.
Bagi seorang pembaca, cerita perperangan dan pembunuhan yang monumental biasanya mendebarkan dan menegangkan suasana kalbu. Apalagi sebelumnya hanya mengetahui sekilas, tidak tuntas. Demikian juga cerita yang dikisahkan oleh Jurji Zaidan dalam buku "Mendung di Atas Kufah" ini. Sebuah buku yang menceritakan detail terbunuhnya Ali bin Abi Tholib dan perpindahan khalifah ke tangan Mu'awiyah. Namun demikian, buku yang bertemakan sejarah ini disajikan dengan cara yang menarik dengan racikan kata-kata yang sangat mengesankan yang mampu menghilangkan kesan-kesan dan sisi kekerasan dalam peristiwa pembunuhan Ali karena dibungkus dengan romantisme kisah cinta. Inilah yang membuat buku ini mempunyai nilai plus.
Begitu mendebarkannya, sehingga terkadang hati tidak sabar ingin membaca bagian akhir buku untuk mengetahui ending kisah itu. Tapi, tidak semudah itu, pembaca akan terikat dengan 'lantunan' kalimat demi kalimat, pembaca akan betul-betul menikmati isi buku itu, karena sebuah kisah kekerasan, pembunuhan, peristiwa berdarah yang menegangkan itu dibingkai dengan kisah romantis sepasang insan yang berbeda persepsi dan tujuan satu sama lain. Yang pertama, murni atas dasar cinta sehingga dengan ketulusan cintanya, ia sanggup berbuat dan berkorban apa saja demi meraih cinta sang 'bidadari'. Tapi dipihak lain, keromantisan itu hanyalah sebagai trik untuk memperoleh hati sang 'bidadara' agar dapat membantu memperoleh tujuan yang telah lama dinantikan.
Said al Umawi adalah pemeran utama yang berada pada pihak pertama. Seorang pemuda yang masih 'hijau' dan lugu dalam hal percintaan, mencintai bidadari Kufah bernama Qutham binti Syuhnah yang berperan sebagai pihak kedua. Qutham memanfaatkan rasa tulus cinta Said untuk membalas dendam kepada Ali bin Abi Tholib yang dinilai menjadi dalang pembunuh ayahnya, karena mengikuti kelompok yang membelot dari Ali, kelompok Kawarij. Dengan modal kecantikan dan keceridaknnya, Qutham yang dibantu oleh seorang nenek tua, Lubabah, dan pembantunya, Raihan, berhasil menjebak Said dalam sebuah perjanjian mengikat untuk membunuh anak paman nabi itu. Walaupun kurang yakin dapat melakukannya, namun karena rasa cinta pemuda kalem ini sudah menggema di seluruh relung hati, demi mendapatkan cinta wanita yang telah lama diimpikan, akhirnya Said menyetujui juga.
Perjuangan untuk melaksanakan janji kepada sang buah hati bukanlah hal yang mudah. Said sering dihadapkan kepada dua pilihan yang sangat sulit untuk diputuskan, karena saling bertentangan. Diantaranya, janji Said kepada Qutham untuk membunuh Ali bahkan ditentang oleh Abu Rihab, kakek Said yang telah membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Berbagai alasan dan keterangan disampaikan sehingga diyakini Said pasti tidak akan mengingkarinya. Said akhirnya bersaksi dihadapan kakeknya untuk mematuhi keinginan kakeknya itu. Namun, di sisi lain wajah Qutham, bunga desa Kufah itu selalu membayanginya, mengingatkan agar perjanjian secepatnya dilaksanakan. Dengan sekuat tenaga, Said berusah mencari jalan keluar sehingga kedua permintaan yang bertentangan itu bisa dilaksanakan.
Usaha said itu ternyata berhasil, meskipun pada akhirnya jauh dari harapan. Jalan keluar yang didapatkan Said malah menjadi episode penjerumusan Said dan keponakannya, Abdullah, dalam jebakan sistematis Qutham, Lubabah dan Raihan. Beruntung Said bertemu dengan Khaulah, wanita Fusthtath yang cerdas, sopan, pemberani sekaligus jelita, anggun nan mwnawan. Dialah yang menyelamatkan mereka dari jebakan Qutham cs. Sebagaimana Khaulah terhadap said, rasa cinta Said juga sudah muncul ketika kali pertama melihat wajah Khaulah, hanya saja pada saat itu, serat-serat jiwa pemuda tampan ini masih terikat dengan Qutham. Sedangkan Khaulah sendiri tidak 'berani' menyatakannya secara terus terang. Setelah Said benar-benar menyadari bahwa selama ini ia dijebak dan dimanfaatkan oleh Qutham untuk membalaskan dendam atas kematian ayahnya, barulah benang-benang cinta Said mulai terajut untuk Khaulah.
sedangkan Qotham, setelah menyadari situasi yang kurang menguntungkan ini tidak lagi mengharapkan Said untuk menjalankan keinginannya. Melalui bantuan Lubabah, Qutham mendapatkan 'korban' baru. Tokoh Khawarij, Abdurrahman bin Muljam adalah korban itu. Dengan kecantikan dan kelicikan pula, Qutham dengan mudah merebut hati ibnu Muljam. Jebakan sistematis yang samapun diterapkan oleh qutham dan lubabah kepadanya. Yaitu membunuh Ali sebagai mahar (jaminan) Qutham dapat dimiliki.
Ibnu Muljam sesungguhnya telah memiliki rencana dan kesepakatan dengan kedua rekannya untuk membunuh tiga orang pemimpin pada waktu itu, termasuk Ali bin Abi Tholib. Ketika hampir tiba saat pembunuhan yang telah ditentukan, ibnu Muljam sempat memiliki niat untuk mengurungkan niat membunuh Ali. Tapi, reputasi, cinta dan harapan ibnu Muljam bisa hancur di depan Qutham dan Lubabah, karena telah ada perjanjian sebelumnya. Sehingga niat itu tetap dilanjutkan. Alipun terbunuh di tangan tokoh Khawarij itu. Sedangkan ibnu Muljam sendiri mati di tangan sahabat. Sungguh, kecantikan Qutham memang tiada tandingannya, sehingga siapapun pasti akan tergoda dan sanggup berkorban apa saja untuknya.
Kisah dalam buku itu diakhiri dengan kebahagiaan pada Said karena mendapatkan tambatan hati baru, Khaulah. Kebahagian terlihat jelas di wajah Said, masa kritis telah berlalu dan masa depan bisa dilalui dengan gadis pujaan hati. Apalagi dia dan Khaulah mendapat simpatik dari penguasa Mesir, Amr bin 'Ash. Walaupun wasiat Abu Rihab sepenuhnya tidak dapat dipenuhi, tapi setidaknya Said dan Abdullah telah berusaha sekuat tenaga, dan itu sudah sangat cukup bagi mereka.
Qutham berhasil dibunuh oleh Bilal, pembantu Khaulah, yang telah memendam benci karena perbuatannya yang menjerumuskan banyak orang kepada kematian. sedangkan Lubabah, tewas dibunuh Qutham saat mereka berdua dijebloskan ke penjara Amr bin Ash.
Dalam buku ini Jurji Zaidan sangat antusias mengdepankan unsur-unsur daya tarik dan kesan bagi para pembaca, namun demikian ia tidak kehilangan keseimbangan dengan mentolelir sikap dan perilaku yang menyimpang dari tatanan moral. Bahkan ia menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika. Tokoh-tokoh dalam cerita selalu ditonjolkan secara transparan, walau harus diakui bahwa fakta dan informasi mengenai tokoh-tokoh, peristiwa-peristiwa dan situs-situs sejarah belum begitu sempurna, dalam arti tidak disampaikan secara mendalam.
*Ketua Ikatan Keluarga Alumni Pondok Pesantren Mahasiswa Unggulan Universitas Islam Indonesia
Label:
SASTRA
Dibalik Pembunuhan Ali bin Abi Tholib; Cinta dan Tipu Daya
Dibalik Pembunuhan Ali bin Abi Tholib; Cinta dan Tipu Daya
Oleh : Imam Mustofa*
Pertempuran sesunggunya akan menimbulkan image yang tidak baik bagi pihak yang terlibat di dalamnya. Karena disadari oleh setiap orang bahwa perperangan bukanlah jalan terbaik yang harus ditempuh untuk mendapatkan jalan keluar dari suatu permasalahan. Perperangan selalu saja membuahkan korban yang kerap tidak di diterima kematiannya oleh keluarga yang ditinggalkan. Setidaknya akan menanam rasa benci kepada yang dianggap telah bersalah, atau bahkan akan menumbuhkan tekat bulat dalam hati untuk membalas kematian itu.
Dibalik Pembunuhan Ali bin Abi Tholib; Cinta dan Tipu Daya
Oleh : Imam Mustofa*
Pertempuran sesunggunya akan menimbulkan image yang tidak baik bagi pihak yang terlibat di dalamnya. Karena disadari oleh setiap orang bahwa perperangan bukanlah jalan terbaik yang harus ditempuh untuk mendapatkan jalan keluar dari suatu permasalahan. Perperangan selalu saja membuahkan korban yang kerap tidak di diterima kematiannya oleh keluarga yang ditinggalkan. Setidaknya akan menanam rasa benci kepada yang dianggap telah bersalah, atau bahkan akan menumbuhkan tekat bulat dalam hati untuk membalas kematian itu.
Tidak terkecuali dalam Islam, tinta merah telah menggambarkan masa kekelaman yang pernah dialami. Akhir pemerintahan khalifah ketiga, Usman bin Affan, adalah awal masa kekelaman itu terjadi. Masa kekhalifahan Usman berakhir karena terbunuh. Tragisnya lagi muncul tuduhan bahwa Ali bin Abi tholiblah yang menjadi dalang semua peristiwa ini. Tuduhan ini semakin kuat karena Ali kemudian menjadi khalifah pengganti Utsman. Episode selanjutnya adalah tuntutan balas oleh keluarga Usman (bani umayah) kepada Ali dan pengikutnya. Demikianlah, sehingga terjadi berbagai perperangan antar kubu ahli bait dengan bani umayah yang keduanya adalah muslim.
Perperangan begitu menggemparkan dan memecah belah persatuan umat Islam pada waktu itu menjadi dua kubu; kubu Ali bin Abi Tholib dan kubu Mu'awiyah bin Abi Sofyan. Satu kubu lagi muncul setelah adanya tahkim (perdamaian) antara kedua kubu itu karena tidak menerima hasil tahkim yang dinilai tidak sesuai, yaitu kubu Khawarij, kelompok Ali yang menyeleweng. Anggota kelompok ini akhirnya bertekad mengakhiri krisis pada waktu itu dengan cara membunuh tiga pemimpin besar; Mu'awiyah, Amr bin 'ash dan Ali bin Abi Tholib.
Bagi seorang pembaca, cerita perperangan dan pembunuhan yang monumental biasanya mendebarkan dan menegangkan suasana kalbu. Apalagi sebelumnya hanya mengetahui sekilas, tidak tuntas. Demikian juga cerita yang dikisahkan oleh Jurji Zaidan dalam buku "Mendung di Atas Kufah" ini. Sebuah buku yang menceritakan detail terbunuhnya Ali bin Abi Tholib dan perpindahan khalifah ke tangan Mu'awiyah. Namun demikian, buku yang bertemakan sejarah ini disajikan dengan cara yang menarik dengan racikan kata-kata yang sangat mengesankan yang mampu menghilangkan kesan-kesan dan sisi kekerasan dalam peristiwa pembunuhan Ali karena dibungkus dengan romantisme kisah cinta. Inilah yang membuat buku ini mempunyai nilai plus.
Begitu mendebarkannya, sehingga terkadang hati tidak sabar ingin membaca bagian akhir buku untuk mengetahui ending kisah itu. Tapi, tidak semudah itu, pembaca akan terikat dengan 'lantunan' kalimat demi kalimat, pembaca akan betul-betul menikmati isi buku itu, karena sebuah kisah kekerasan, pembunuhan, peristiwa berdarah yang menegangkan itu dibingkai dengan kisah romantis sepasang insan yang berbeda persepsi dan tujuan satu sama lain. Yang pertama, murni atas dasar cinta sehingga dengan ketulusan cintanya, ia sanggup berbuat dan berkorban apa saja demi meraih cinta sang 'bidadari'. Tapi dipihak lain, keromantisan itu hanyalah sebagai trik untuk memperoleh hati sang 'bidadara' agar dapat membantu memperoleh tujuan yang telah lama dinantikan.
Said al Umawi adalah pemeran utama yang berada pada pihak pertama. Seorang pemuda yang masih 'hijau' dan lugu dalam hal percintaan, mencintai bidadari Kufah bernama Qutham binti Syuhnah yang berperan sebagai pihak kedua. Qutham memanfaatkan rasa tulus cinta Said untuk membalas dendam kepada Ali bin Abi Tholib yang dinilai menjadi dalang pembunuh ayahnya, karena mengikuti kelompok yang membelot dari Ali, kelompok Kawarij. Dengan modal kecantikan dan keceridaknnya, Qutham yang dibantu oleh seorang nenek tua, Lubabah, dan pembantunya, Raihan, berhasil menjebak Said dalam sebuah perjanjian mengikat untuk membunuh anak paman nabi itu. Walaupun kurang yakin dapat melakukannya, namun karena rasa cinta pemuda kalem ini sudah menggema di seluruh relung hati, demi mendapatkan cinta wanita yang telah lama diimpikan, akhirnya Said menyetujui juga.
Perjuangan untuk melaksanakan janji kepada sang buah hati bukanlah hal yang mudah. Said sering dihadapkan kepada dua pilihan yang sangat sulit untuk diputuskan, karena saling bertentangan. Diantaranya, janji Said kepada Qutham untuk membunuh Ali bahkan ditentang oleh Abu Rihab, kakek Said yang telah membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Berbagai alasan dan keterangan disampaikan sehingga diyakini Said pasti tidak akan mengingkarinya. Said akhirnya bersaksi dihadapan kakeknya untuk mematuhi keinginan kakeknya itu. Namun, di sisi lain wajah Qutham, bunga desa Kufah itu selalu membayanginya, mengingatkan agar perjanjian secepatnya dilaksanakan. Dengan sekuat tenaga, Said berusah mencari jalan keluar sehingga kedua permintaan yang bertentangan itu bisa dilaksanakan.
Usaha said itu ternyata berhasil, meskipun pada akhirnya jauh dari harapan. Jalan keluar yang didapatkan Said malah menjadi episode penjerumusan Said dan keponakannya, Abdullah, dalam jebakan sistematis Qutham, Lubabah dan Raihan. Beruntung Said bertemu dengan Khaulah, wanita Fusthtath yang cerdas, sopan, pemberani sekaligus jelita, anggun nan mwnawan. Dialah yang menyelamatkan mereka dari jebakan Qutham cs. Sebagaimana Khaulah terhadap said, rasa cinta Said juga sudah muncul ketika kali pertama melihat wajah Khaulah, hanya saja pada saat itu, serat-serat jiwa pemuda tampan ini masih terikat dengan Qutham. Sedangkan Khaulah sendiri tidak 'berani' menyatakannya secara terus terang. Setelah Said benar-benar menyadari bahwa selama ini ia dijebak dan dimanfaatkan oleh Qutham untuk membalaskan dendam atas kematian ayahnya, barulah benang-benang cinta Said mulai terajut untuk Khaulah.
sedangkan Qotham, setelah menyadari situasi yang kurang menguntungkan ini tidak lagi mengharapkan Said untuk menjalankan keinginannya. Melalui bantuan Lubabah, Qutham mendapatkan 'korban' baru. Tokoh Khawarij, Abdurrahman bin Muljam adalah korban itu. Dengan kecantikan dan kelicikan pula, Qutham dengan mudah merebut hati ibnu Muljam. Jebakan sistematis yang samapun diterapkan oleh qutham dan lubabah kepadanya. Yaitu membunuh Ali sebagai mahar (jaminan) Qutham dapat dimiliki.
Ibnu Muljam sesungguhnya telah memiliki rencana dan kesepakatan dengan kedua rekannya untuk membunuh tiga orang pemimpin pada waktu itu, termasuk Ali bin Abi Tholib. Ketika hampir tiba saat pembunuhan yang telah ditentukan, ibnu Muljam sempat memiliki niat untuk mengurungkan niat membunuh Ali. Tapi, reputasi, cinta dan harapan ibnu Muljam bisa hancur di depan Qutham dan Lubabah, karena telah ada perjanjian sebelumnya. Sehingga niat itu tetap dilanjutkan. Alipun terbunuh di tangan tokoh Khawarij itu. Sedangkan ibnu Muljam sendiri mati di tangan sahabat. Sungguh, kecantikan Qutham memang tiada tandingannya, sehingga siapapun pasti akan tergoda dan sanggup berkorban apa saja untuknya.
Kisah dalam buku itu diakhiri dengan kebahagiaan pada Said karena mendapatkan tambatan hati baru, Khaulah. Kebahagian terlihat jelas di wajah Said, masa kritis telah berlalu dan masa depan bisa dilalui dengan gadis pujaan hati. Apalagi dia dan Khaulah mendapat simpatik dari penguasa Mesir, Amr bin 'Ash. Walaupun wasiat Abu Rihab sepenuhnya tidak dapat dipenuhi, tapi setidaknya Said dan Abdullah telah berusaha sekuat tenaga, dan itu sudah sangat cukup bagi mereka.
Qutham berhasil dibunuh oleh Bilal, pembantu Khaulah, yang telah memendam benci karena perbuatannya yang menjerumuskan banyak orang kepada kematian. sedangkan Lubabah, tewas dibunuh Qutham saat mereka berdua dijebloskan ke penjara Amr bin Ash.
Dalam buku ini Jurji Zaidan sangat antusias mengdepankan unsur-unsur daya tarik dan kesan bagi para pembaca, namun demikian ia tidak kehilangan keseimbangan dengan mentolelir sikap dan perilaku yang menyimpang dari tatanan moral. Bahkan ia menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika. Tokoh-tokoh dalam cerita selalu ditonjolkan secara transparan, walau harus diakui bahwa fakta dan informasi mengenai tokoh-tokoh, peristiwa-peristiwa dan situs-situs sejarah belum begitu sempurna, dalam arti tidak disampaikan secara mendalam.
*Ketua Ikatan Keluarga Alumni Pondok Pesantren Mahasiswa Unggulan Universitas Islam Indonesia
»» READMORE...
Oleh : Imam Mustofa*
Pertempuran sesunggunya akan menimbulkan image yang tidak baik bagi pihak yang terlibat di dalamnya. Karena disadari oleh setiap orang bahwa perperangan bukanlah jalan terbaik yang harus ditempuh untuk mendapatkan jalan keluar dari suatu permasalahan. Perperangan selalu saja membuahkan korban yang kerap tidak di diterima kematiannya oleh keluarga yang ditinggalkan. Setidaknya akan menanam rasa benci kepada yang dianggap telah bersalah, atau bahkan akan menumbuhkan tekat bulat dalam hati untuk membalas kematian itu.
Dibalik Pembunuhan Ali bin Abi Tholib; Cinta dan Tipu Daya
Oleh : Imam Mustofa*
Pertempuran sesunggunya akan menimbulkan image yang tidak baik bagi pihak yang terlibat di dalamnya. Karena disadari oleh setiap orang bahwa perperangan bukanlah jalan terbaik yang harus ditempuh untuk mendapatkan jalan keluar dari suatu permasalahan. Perperangan selalu saja membuahkan korban yang kerap tidak di diterima kematiannya oleh keluarga yang ditinggalkan. Setidaknya akan menanam rasa benci kepada yang dianggap telah bersalah, atau bahkan akan menumbuhkan tekat bulat dalam hati untuk membalas kematian itu.
Tidak terkecuali dalam Islam, tinta merah telah menggambarkan masa kekelaman yang pernah dialami. Akhir pemerintahan khalifah ketiga, Usman bin Affan, adalah awal masa kekelaman itu terjadi. Masa kekhalifahan Usman berakhir karena terbunuh. Tragisnya lagi muncul tuduhan bahwa Ali bin Abi tholiblah yang menjadi dalang semua peristiwa ini. Tuduhan ini semakin kuat karena Ali kemudian menjadi khalifah pengganti Utsman. Episode selanjutnya adalah tuntutan balas oleh keluarga Usman (bani umayah) kepada Ali dan pengikutnya. Demikianlah, sehingga terjadi berbagai perperangan antar kubu ahli bait dengan bani umayah yang keduanya adalah muslim.
Perperangan begitu menggemparkan dan memecah belah persatuan umat Islam pada waktu itu menjadi dua kubu; kubu Ali bin Abi Tholib dan kubu Mu'awiyah bin Abi Sofyan. Satu kubu lagi muncul setelah adanya tahkim (perdamaian) antara kedua kubu itu karena tidak menerima hasil tahkim yang dinilai tidak sesuai, yaitu kubu Khawarij, kelompok Ali yang menyeleweng. Anggota kelompok ini akhirnya bertekad mengakhiri krisis pada waktu itu dengan cara membunuh tiga pemimpin besar; Mu'awiyah, Amr bin 'ash dan Ali bin Abi Tholib.
Bagi seorang pembaca, cerita perperangan dan pembunuhan yang monumental biasanya mendebarkan dan menegangkan suasana kalbu. Apalagi sebelumnya hanya mengetahui sekilas, tidak tuntas. Demikian juga cerita yang dikisahkan oleh Jurji Zaidan dalam buku "Mendung di Atas Kufah" ini. Sebuah buku yang menceritakan detail terbunuhnya Ali bin Abi Tholib dan perpindahan khalifah ke tangan Mu'awiyah. Namun demikian, buku yang bertemakan sejarah ini disajikan dengan cara yang menarik dengan racikan kata-kata yang sangat mengesankan yang mampu menghilangkan kesan-kesan dan sisi kekerasan dalam peristiwa pembunuhan Ali karena dibungkus dengan romantisme kisah cinta. Inilah yang membuat buku ini mempunyai nilai plus.
Begitu mendebarkannya, sehingga terkadang hati tidak sabar ingin membaca bagian akhir buku untuk mengetahui ending kisah itu. Tapi, tidak semudah itu, pembaca akan terikat dengan 'lantunan' kalimat demi kalimat, pembaca akan betul-betul menikmati isi buku itu, karena sebuah kisah kekerasan, pembunuhan, peristiwa berdarah yang menegangkan itu dibingkai dengan kisah romantis sepasang insan yang berbeda persepsi dan tujuan satu sama lain. Yang pertama, murni atas dasar cinta sehingga dengan ketulusan cintanya, ia sanggup berbuat dan berkorban apa saja demi meraih cinta sang 'bidadari'. Tapi dipihak lain, keromantisan itu hanyalah sebagai trik untuk memperoleh hati sang 'bidadara' agar dapat membantu memperoleh tujuan yang telah lama dinantikan.
Said al Umawi adalah pemeran utama yang berada pada pihak pertama. Seorang pemuda yang masih 'hijau' dan lugu dalam hal percintaan, mencintai bidadari Kufah bernama Qutham binti Syuhnah yang berperan sebagai pihak kedua. Qutham memanfaatkan rasa tulus cinta Said untuk membalas dendam kepada Ali bin Abi Tholib yang dinilai menjadi dalang pembunuh ayahnya, karena mengikuti kelompok yang membelot dari Ali, kelompok Kawarij. Dengan modal kecantikan dan keceridaknnya, Qutham yang dibantu oleh seorang nenek tua, Lubabah, dan pembantunya, Raihan, berhasil menjebak Said dalam sebuah perjanjian mengikat untuk membunuh anak paman nabi itu. Walaupun kurang yakin dapat melakukannya, namun karena rasa cinta pemuda kalem ini sudah menggema di seluruh relung hati, demi mendapatkan cinta wanita yang telah lama diimpikan, akhirnya Said menyetujui juga.
Perjuangan untuk melaksanakan janji kepada sang buah hati bukanlah hal yang mudah. Said sering dihadapkan kepada dua pilihan yang sangat sulit untuk diputuskan, karena saling bertentangan. Diantaranya, janji Said kepada Qutham untuk membunuh Ali bahkan ditentang oleh Abu Rihab, kakek Said yang telah membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Berbagai alasan dan keterangan disampaikan sehingga diyakini Said pasti tidak akan mengingkarinya. Said akhirnya bersaksi dihadapan kakeknya untuk mematuhi keinginan kakeknya itu. Namun, di sisi lain wajah Qutham, bunga desa Kufah itu selalu membayanginya, mengingatkan agar perjanjian secepatnya dilaksanakan. Dengan sekuat tenaga, Said berusah mencari jalan keluar sehingga kedua permintaan yang bertentangan itu bisa dilaksanakan.
Usaha said itu ternyata berhasil, meskipun pada akhirnya jauh dari harapan. Jalan keluar yang didapatkan Said malah menjadi episode penjerumusan Said dan keponakannya, Abdullah, dalam jebakan sistematis Qutham, Lubabah dan Raihan. Beruntung Said bertemu dengan Khaulah, wanita Fusthtath yang cerdas, sopan, pemberani sekaligus jelita, anggun nan mwnawan. Dialah yang menyelamatkan mereka dari jebakan Qutham cs. Sebagaimana Khaulah terhadap said, rasa cinta Said juga sudah muncul ketika kali pertama melihat wajah Khaulah, hanya saja pada saat itu, serat-serat jiwa pemuda tampan ini masih terikat dengan Qutham. Sedangkan Khaulah sendiri tidak 'berani' menyatakannya secara terus terang. Setelah Said benar-benar menyadari bahwa selama ini ia dijebak dan dimanfaatkan oleh Qutham untuk membalaskan dendam atas kematian ayahnya, barulah benang-benang cinta Said mulai terajut untuk Khaulah.
sedangkan Qotham, setelah menyadari situasi yang kurang menguntungkan ini tidak lagi mengharapkan Said untuk menjalankan keinginannya. Melalui bantuan Lubabah, Qutham mendapatkan 'korban' baru. Tokoh Khawarij, Abdurrahman bin Muljam adalah korban itu. Dengan kecantikan dan kelicikan pula, Qutham dengan mudah merebut hati ibnu Muljam. Jebakan sistematis yang samapun diterapkan oleh qutham dan lubabah kepadanya. Yaitu membunuh Ali sebagai mahar (jaminan) Qutham dapat dimiliki.
Ibnu Muljam sesungguhnya telah memiliki rencana dan kesepakatan dengan kedua rekannya untuk membunuh tiga orang pemimpin pada waktu itu, termasuk Ali bin Abi Tholib. Ketika hampir tiba saat pembunuhan yang telah ditentukan, ibnu Muljam sempat memiliki niat untuk mengurungkan niat membunuh Ali. Tapi, reputasi, cinta dan harapan ibnu Muljam bisa hancur di depan Qutham dan Lubabah, karena telah ada perjanjian sebelumnya. Sehingga niat itu tetap dilanjutkan. Alipun terbunuh di tangan tokoh Khawarij itu. Sedangkan ibnu Muljam sendiri mati di tangan sahabat. Sungguh, kecantikan Qutham memang tiada tandingannya, sehingga siapapun pasti akan tergoda dan sanggup berkorban apa saja untuknya.
Kisah dalam buku itu diakhiri dengan kebahagiaan pada Said karena mendapatkan tambatan hati baru, Khaulah. Kebahagian terlihat jelas di wajah Said, masa kritis telah berlalu dan masa depan bisa dilalui dengan gadis pujaan hati. Apalagi dia dan Khaulah mendapat simpatik dari penguasa Mesir, Amr bin 'Ash. Walaupun wasiat Abu Rihab sepenuhnya tidak dapat dipenuhi, tapi setidaknya Said dan Abdullah telah berusaha sekuat tenaga, dan itu sudah sangat cukup bagi mereka.
Qutham berhasil dibunuh oleh Bilal, pembantu Khaulah, yang telah memendam benci karena perbuatannya yang menjerumuskan banyak orang kepada kematian. sedangkan Lubabah, tewas dibunuh Qutham saat mereka berdua dijebloskan ke penjara Amr bin Ash.
Dalam buku ini Jurji Zaidan sangat antusias mengdepankan unsur-unsur daya tarik dan kesan bagi para pembaca, namun demikian ia tidak kehilangan keseimbangan dengan mentolelir sikap dan perilaku yang menyimpang dari tatanan moral. Bahkan ia menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika. Tokoh-tokoh dalam cerita selalu ditonjolkan secara transparan, walau harus diakui bahwa fakta dan informasi mengenai tokoh-tokoh, peristiwa-peristiwa dan situs-situs sejarah belum begitu sempurna, dalam arti tidak disampaikan secara mendalam.
*Ketua Ikatan Keluarga Alumni Pondok Pesantren Mahasiswa Unggulan Universitas Islam Indonesia
Label:
SASTRA
Rabu, 20 Mei 2009
ZUHUD: Menjadikan Dunia Sebagai Sarana Meraih Kebahagiaan Akhirat
ZUHUD:
Menjadikan Dunia Sebagai Sarana Meraih Kebahagiaan Akhirat
Oleh: Imam Mustofa*
Ketika kita mendengar kata zuhud, mungkin yang terlintas dalam pikiran kita adalah kehidupan yang jauh dari gemerlapan dunia. Atau kehidupan yang menyepi dari keramaian dan hiruk pikuk kesibukan dunia, kehidupan yang sederhana. Padahal sebenarnya belum tentu kehidupan yang demikian dinamakan zuhud. Dan belum tentu juga kehidupan yang akrab dengan kemewahan dan gemerlapan dunia bisa dikatan tidak zuhud.
ZUHUD:
Menjadikan Dunia Sebagai Sarana Meraih Kebahagiaan Akhirat
” Katakanlah kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan teraniaya sedikitpun”
Ketika kita mendengar kata zuhud, mungkin yang terlintas dalam pikiran kita adalah kehidupan yang jauh dari gemerlapan dunia. Atau kehidupan yang menyepi dari keramaian dan hiruk pikuk kesibukan dunia, kehidupan yang sederhana. Padahal sebenarnya belum tentu kehidupan yang demikian dinamakan zuhud. Dan belum tentu juga kehidupan yang akrab dengan kemewahan dan gemerlapan dunia bisa dikatan tidak zuhud.
Secara etimologis, zuhud berarti raghaba an syaiin wa tarakahu, artinya tidak tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Zahada fi al-dunya, berarti mengosongkan diri dari kesenangan dunia untuk ibadah. Orang-orang yang melakukan zuhud disebut zahid, zuhhad atau zahidun. Zahidah jamaknya zuhdan, artinya kecil atau sedikit.
Sedangkan arti zuhud secara terminologis, maka tidak bisa dilepaskan dari dua hal. Pertama, zuhud sebagai suatu yang tidak terpisahkan dari tasawwuf. Kedua, zuhud sebagai moral (akhlak Islam dan gerakan protes. Apabila tasawwuf diartikan adanya kesadaran dan komunikasi langsung antara manusia dengan Tuhan sebagai perwujudan ihsan, maka zuhud merupakan suatu stasiun (maqam) menuju tercapainya “perjumpaan” atau ma’rifat kepada-Nya. Dalam posisi ini menurut A. Mukti Ali, zuhud berarti menghindar dari kehendak terhadap hal-hal yang bersifat duniawi atau ma siwa Allah. Dalam kaitan ini ‘Abd Al-hakim Hasan menjelaskan bahwa zuhud adalah:
“Berpaling dari dunia dan menghadapkan diri untuk beribadah. Melatih dan mendidik jiwa, dan memerangi kesenangannya dengan semedi( khalwat), berkelana, puasa, mengurangi makan, dan memperbanyak dzikir.”
Hakikat Zuhud
Zuhud sebagai moral (akhlak) Islam, dan gerakan protes, yaitu sikap hidup yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim dalam menatap dunia fana ini. Dunia dipandang sebagai sarana ibadah danuntuk meraih keridhaan Allah swt. Bukan tujuan hidup. Dan disadari bahwa mencintai dunia akan membawa sifat-sifat madzmumah (tercela). Keadaan seperti telah dicontohkan oleh Nabi saw dan para sahabatnya.
Al-junaid berkata: “zuhud ialah keadaan jiwa yang kosong dari rasa memiliki dan ambisi menguasai .” Ali bin Abi Thalib ketika ditanya tentang zuhud menjawab:” zuhud berarti tdak perduli, siapa yang memanfaatkan benda-benda duniawi ini, baik seorang yang beriman atau tidak.” Sedangkan al-syibli ketika ditanya tentang zuhud, berkata:” Dalam kenyataannya zuhud itu tidak ada. Jika seseorang bersikap zuhud pada sesuatu yang tidak menjadi miliknya maka itu bukan zuhud, dan jika seseorang bersikap zuhud pada sesuatu yang menjadi miliknya, bagaimana bisa dikatakan itu zuhud, sedang sesuatu itu masih ada padanya dan dia msih memilikinya? Zuhud berarti menahan nafsu, bermurah hati dan berbuat kebaikan.” Hal ini seakan-akan mengisyaratkan bahwa beliau mengartikan zuhud sebagai tindakan meninggalkan sesuatu yang tidak menjadi miliknya. Dan jika sesuatu itu tidak menjadi milik seseorang, maka tidak dapat dikatakan bahwa orang itu meninggalkannya, sebab sesatu itu memang tertinggal; sedangkan jika sesuatu itu menjadi milik seseorang, maka tidak mungkin orang itu meninggalkannya. Namun, betapa pun bervariasinya pengertian yang diberikan, tekanan utama pada zuhud adalah mengurangi keinginan terhadap kehidupan duniawi.
Al-Ghazali berpendapat bahwa “zuhud adalah mengurangi keinginan kepada dunia dan menjauh dari padanya dengan penuh kesadaran dan dalam hal yang mungkin dilakukan”. tentunya hal ini disertai niat dan penuh kesadaran akan kefanaan kehidupan dunia dan kekekalan kehidupan akhirat. Karena tidak jarang orang menjauhkan dari kehidupan dunia hanya karena bosan, stress atau merasa tersiksa dan tidak diniati untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Yang jelas zuhud merupakan salah satu sikap untuk menjaga jarak dari dunia, artinya kita menjadikan dunia sebagai sarana untuk beribadah, menggapai kebahagiaan di akhirat, dan bukan menjadikannya sebagai tujuan hidup. Karena kehidupan dunia hanyalah sementara, sesuai dengan firman Allah SWT ” Katakanlah kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan teraniaya sedikitpun.(QS. 4:77).
Dari keterangan ayat di atas dapat kita pahami bahwa menjadikan dunia sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah demi kebahagiaan di akhirat tidak akan menimbulkan kesengsaraan, atau diri kita teraniaya. Akan tetapi malah sebaliknya, jika kita menjadikan dunia sebagai tujuan hidup atau target akhir, maka hal ini sama saja kita mengabdikan diri kepada dunia yang akan berakibat penyiksaan terhadap diri sendiri. Karena kebahagiaan dunia laksana fatamorgana, senmakin ia kita kejar maka semakin menjauhlah ia dan selalu lepas dari gapaiaan. Artinya ketika kita mendapatkan sesuatu pasti akan timbul target baru yang ingin kita raih.
Oleh karena itu janganlah kita terlalu senang dengan apa yang kita dapatkan dan juga tidak terlalu bersedih atas apa yang terlepas dari diri kita. Allah SWT berfirman. “(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya akmu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikanNya kepadamu. Dan Allah tidakk menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. 57:23).
Mejaga jarak dengan dunia dengan zuhud juga akan menimbulkan rasa mencintai terhadap sesama, karena tidak akan menimbulkan rasa iri dan dengki di dalam diri kita atau merasa tertekan akibat kesuksesan yang diraih oleh orang lain. Dalam sebuah hadits disebutkan “Zuhudlah kamu kepada dunia, niscaya Allah mencintaimu, dan zuhudlah terhadap apa yangada di tangan manusia, niscaya orang mencintaimu.”
Menurut pandangan orang-orang sufi, dunia dansegala kemewahan serta kelezatan adalah sumber kemaksiatan dan penyebab terjadinya perbuatan-perbuatan dosa. Oleh karena itu, seorang pemula atau calon sufi harus terlebih dahulu menjadi zahid. Sikap zuhud ini erat sekali hubungannya dengan taubah, sebab taubah tidak akan berhasil apabila hati dan keinginannya masih terikat kepada kesenangan duniawi.
Ada yang berpandangan bahwa meninggalkan harta kekayaan dan pakaian mewah, adalah zuhud. Tetapi sebaliknya, mungkin motivasi untuk meninggalkan harta dan pakaian mewah tersebut agar dipuji orang dan dikatakan sebagai seorang zahid atau sufi. Oleh karena itu, Ibnu Mubarak berkata:” Seutama-utama zuhud adalah menyembunyikan kehidupan zuhudnya itu”. Karena, orang yang zuhud sebenarnya hanya dikenal dari sifat yang ada pada dirinya. Diantara ciri-cirinya adalah: Pertama,tidak merasa bangga terhadap sesuatu yang ada padanya dan tidak pula tidak merasa sedih di kala kehilangan nikmat itu dari tangannya. Keuda, tidak merasa bangga dan gembira mendengar pujian orangdan tidak pula merasa sedih atau marah jika mendengar ceaan orang lain. Ketiga, selalu mengutamakan cintanya kepada Allah dan mengurangi cintanya kepada dunia
Salah satu imam madzhab, Ahmad bin Hanbal, membagi zuhud menjadi tiga macam. Pertama meninggalkan yangharam, inilah zuhud orang awam. Keduas meninggalkan segala yang berlebih-lebihan dari yang halal, inilah zuhud orang khawas. Ketiga meninggalkan segala yang menyibukkan dirinya sehingga karena kesibukan itu, ia lupa kepada Allah, inilah zuhud orang arif.
Dengan demikian, secara umum, dapat dikatakan bahwa tekanan utama dalam zuhud adalah mengurangi keinginan terhadap kehidupan duniawi, karena kehidupan ini, di sini bersifat sementara dan apabila manusia teroda olehnya, ia akan jauh dari Tuhannya. Dunia inipenuh dengan permainan dan senda gurau yang dapat menyilaukan pandangan. Oleh karena itu jangan rela diperbudak olehnya dan mari kita utamakan cinta kepada Allah . Karena cinta kepada Allah dan cinta kepada dunia tidak dapat disatukan, laksana udara dan air dalam tempayan, kala air bertambah maka udara akan berkurang dan sebaliknya. Wallahu A’lam.
*Ketua Ikatan KeluargaAlumni Ponpes UII
»» READMORE...
Menjadikan Dunia Sebagai Sarana Meraih Kebahagiaan Akhirat
Oleh: Imam Mustofa*
Ketika kita mendengar kata zuhud, mungkin yang terlintas dalam pikiran kita adalah kehidupan yang jauh dari gemerlapan dunia. Atau kehidupan yang menyepi dari keramaian dan hiruk pikuk kesibukan dunia, kehidupan yang sederhana. Padahal sebenarnya belum tentu kehidupan yang demikian dinamakan zuhud. Dan belum tentu juga kehidupan yang akrab dengan kemewahan dan gemerlapan dunia bisa dikatan tidak zuhud.
ZUHUD:
Menjadikan Dunia Sebagai Sarana Meraih Kebahagiaan Akhirat
” Katakanlah kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan teraniaya sedikitpun”
Ketika kita mendengar kata zuhud, mungkin yang terlintas dalam pikiran kita adalah kehidupan yang jauh dari gemerlapan dunia. Atau kehidupan yang menyepi dari keramaian dan hiruk pikuk kesibukan dunia, kehidupan yang sederhana. Padahal sebenarnya belum tentu kehidupan yang demikian dinamakan zuhud. Dan belum tentu juga kehidupan yang akrab dengan kemewahan dan gemerlapan dunia bisa dikatan tidak zuhud.
Secara etimologis, zuhud berarti raghaba an syaiin wa tarakahu, artinya tidak tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Zahada fi al-dunya, berarti mengosongkan diri dari kesenangan dunia untuk ibadah. Orang-orang yang melakukan zuhud disebut zahid, zuhhad atau zahidun. Zahidah jamaknya zuhdan, artinya kecil atau sedikit.
Sedangkan arti zuhud secara terminologis, maka tidak bisa dilepaskan dari dua hal. Pertama, zuhud sebagai suatu yang tidak terpisahkan dari tasawwuf. Kedua, zuhud sebagai moral (akhlak Islam dan gerakan protes. Apabila tasawwuf diartikan adanya kesadaran dan komunikasi langsung antara manusia dengan Tuhan sebagai perwujudan ihsan, maka zuhud merupakan suatu stasiun (maqam) menuju tercapainya “perjumpaan” atau ma’rifat kepada-Nya. Dalam posisi ini menurut A. Mukti Ali, zuhud berarti menghindar dari kehendak terhadap hal-hal yang bersifat duniawi atau ma siwa Allah. Dalam kaitan ini ‘Abd Al-hakim Hasan menjelaskan bahwa zuhud adalah:
“Berpaling dari dunia dan menghadapkan diri untuk beribadah. Melatih dan mendidik jiwa, dan memerangi kesenangannya dengan semedi( khalwat), berkelana, puasa, mengurangi makan, dan memperbanyak dzikir.”
Hakikat Zuhud
Zuhud sebagai moral (akhlak) Islam, dan gerakan protes, yaitu sikap hidup yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim dalam menatap dunia fana ini. Dunia dipandang sebagai sarana ibadah danuntuk meraih keridhaan Allah swt. Bukan tujuan hidup. Dan disadari bahwa mencintai dunia akan membawa sifat-sifat madzmumah (tercela). Keadaan seperti telah dicontohkan oleh Nabi saw dan para sahabatnya.
Al-junaid berkata: “zuhud ialah keadaan jiwa yang kosong dari rasa memiliki dan ambisi menguasai .” Ali bin Abi Thalib ketika ditanya tentang zuhud menjawab:” zuhud berarti tdak perduli, siapa yang memanfaatkan benda-benda duniawi ini, baik seorang yang beriman atau tidak.” Sedangkan al-syibli ketika ditanya tentang zuhud, berkata:” Dalam kenyataannya zuhud itu tidak ada. Jika seseorang bersikap zuhud pada sesuatu yang tidak menjadi miliknya maka itu bukan zuhud, dan jika seseorang bersikap zuhud pada sesuatu yang menjadi miliknya, bagaimana bisa dikatakan itu zuhud, sedang sesuatu itu masih ada padanya dan dia msih memilikinya? Zuhud berarti menahan nafsu, bermurah hati dan berbuat kebaikan.” Hal ini seakan-akan mengisyaratkan bahwa beliau mengartikan zuhud sebagai tindakan meninggalkan sesuatu yang tidak menjadi miliknya. Dan jika sesuatu itu tidak menjadi milik seseorang, maka tidak dapat dikatakan bahwa orang itu meninggalkannya, sebab sesatu itu memang tertinggal; sedangkan jika sesuatu itu menjadi milik seseorang, maka tidak mungkin orang itu meninggalkannya. Namun, betapa pun bervariasinya pengertian yang diberikan, tekanan utama pada zuhud adalah mengurangi keinginan terhadap kehidupan duniawi.
Al-Ghazali berpendapat bahwa “zuhud adalah mengurangi keinginan kepada dunia dan menjauh dari padanya dengan penuh kesadaran dan dalam hal yang mungkin dilakukan”. tentunya hal ini disertai niat dan penuh kesadaran akan kefanaan kehidupan dunia dan kekekalan kehidupan akhirat. Karena tidak jarang orang menjauhkan dari kehidupan dunia hanya karena bosan, stress atau merasa tersiksa dan tidak diniati untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Yang jelas zuhud merupakan salah satu sikap untuk menjaga jarak dari dunia, artinya kita menjadikan dunia sebagai sarana untuk beribadah, menggapai kebahagiaan di akhirat, dan bukan menjadikannya sebagai tujuan hidup. Karena kehidupan dunia hanyalah sementara, sesuai dengan firman Allah SWT ” Katakanlah kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan teraniaya sedikitpun.(QS. 4:77).
Dari keterangan ayat di atas dapat kita pahami bahwa menjadikan dunia sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah demi kebahagiaan di akhirat tidak akan menimbulkan kesengsaraan, atau diri kita teraniaya. Akan tetapi malah sebaliknya, jika kita menjadikan dunia sebagai tujuan hidup atau target akhir, maka hal ini sama saja kita mengabdikan diri kepada dunia yang akan berakibat penyiksaan terhadap diri sendiri. Karena kebahagiaan dunia laksana fatamorgana, senmakin ia kita kejar maka semakin menjauhlah ia dan selalu lepas dari gapaiaan. Artinya ketika kita mendapatkan sesuatu pasti akan timbul target baru yang ingin kita raih.
Oleh karena itu janganlah kita terlalu senang dengan apa yang kita dapatkan dan juga tidak terlalu bersedih atas apa yang terlepas dari diri kita. Allah SWT berfirman. “(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya akmu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikanNya kepadamu. Dan Allah tidakk menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. 57:23).
Mejaga jarak dengan dunia dengan zuhud juga akan menimbulkan rasa mencintai terhadap sesama, karena tidak akan menimbulkan rasa iri dan dengki di dalam diri kita atau merasa tertekan akibat kesuksesan yang diraih oleh orang lain. Dalam sebuah hadits disebutkan “Zuhudlah kamu kepada dunia, niscaya Allah mencintaimu, dan zuhudlah terhadap apa yangada di tangan manusia, niscaya orang mencintaimu.”
Menurut pandangan orang-orang sufi, dunia dansegala kemewahan serta kelezatan adalah sumber kemaksiatan dan penyebab terjadinya perbuatan-perbuatan dosa. Oleh karena itu, seorang pemula atau calon sufi harus terlebih dahulu menjadi zahid. Sikap zuhud ini erat sekali hubungannya dengan taubah, sebab taubah tidak akan berhasil apabila hati dan keinginannya masih terikat kepada kesenangan duniawi.
Ada yang berpandangan bahwa meninggalkan harta kekayaan dan pakaian mewah, adalah zuhud. Tetapi sebaliknya, mungkin motivasi untuk meninggalkan harta dan pakaian mewah tersebut agar dipuji orang dan dikatakan sebagai seorang zahid atau sufi. Oleh karena itu, Ibnu Mubarak berkata:” Seutama-utama zuhud adalah menyembunyikan kehidupan zuhudnya itu”. Karena, orang yang zuhud sebenarnya hanya dikenal dari sifat yang ada pada dirinya. Diantara ciri-cirinya adalah: Pertama,tidak merasa bangga terhadap sesuatu yang ada padanya dan tidak pula tidak merasa sedih di kala kehilangan nikmat itu dari tangannya. Keuda, tidak merasa bangga dan gembira mendengar pujian orangdan tidak pula merasa sedih atau marah jika mendengar ceaan orang lain. Ketiga, selalu mengutamakan cintanya kepada Allah dan mengurangi cintanya kepada dunia
Salah satu imam madzhab, Ahmad bin Hanbal, membagi zuhud menjadi tiga macam. Pertama meninggalkan yangharam, inilah zuhud orang awam. Keduas meninggalkan segala yang berlebih-lebihan dari yang halal, inilah zuhud orang khawas. Ketiga meninggalkan segala yang menyibukkan dirinya sehingga karena kesibukan itu, ia lupa kepada Allah, inilah zuhud orang arif.
Dengan demikian, secara umum, dapat dikatakan bahwa tekanan utama dalam zuhud adalah mengurangi keinginan terhadap kehidupan duniawi, karena kehidupan ini, di sini bersifat sementara dan apabila manusia teroda olehnya, ia akan jauh dari Tuhannya. Dunia inipenuh dengan permainan dan senda gurau yang dapat menyilaukan pandangan. Oleh karena itu jangan rela diperbudak olehnya dan mari kita utamakan cinta kepada Allah . Karena cinta kepada Allah dan cinta kepada dunia tidak dapat disatukan, laksana udara dan air dalam tempayan, kala air bertambah maka udara akan berkurang dan sebaliknya. Wallahu A’lam.
*Ketua Ikatan KeluargaAlumni Ponpes UII
Label:
AGAMA
Minggu, 10 Mei 2009
CURRICULUM VITAE
A. Identitas
Nama : Imam Mustofa, S.H.I., MSI
Tempat Tanggal lahir : Lampung, 12 April 1982
Alamat : Ds. Srikaton, Adiluwih, Tanggamus, Lampung
Alamat Yogyakarta : Pondok Pesantren UII, Jl. Selokan Mataram, DS. Dabag,
Condong Catur, Depok, Sleman, Yogyakarta, 55283.
HP : 081578814177
CURRICULUM VITAE
A. Identitas
Nama : Imam Mustofa, S.H.I., MSI
Tempat Tanggal lahir : Lampung, 12 April 1982
Alamat : Ds. Srikaton, Adiluwih, Tanggamus, Lampung
Alamat Yogyakarta : Pondok Pesantren UII, Jl. Selokan Mataram, DS. Dabag,
Condong Catur, Depok, Sleman, Yogyakarta, 55283.
HP : 081578814177
B. Pengalaman Kerja dan Karir Profesional
No Tahun Lembaga Jabatan
1. 2009- Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Metro-Lampung Dosen
2. 2006-2006 Fakultas Hukum Universitas Pekalongan Dosen
3. 2008-sekarang Center for Local Law Development Studies Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (CLDSFHUII) Peneiti
4. 2007-sekarang Direktorat Pendidikan dan Pengembangan Agama Islam Freelance Trainer
5. 2008 Jurnal Al-Mustawa Direktorat Pendidikan dan Pengembangan Agama Islam Pemimpin Redaksi
6. 2005-2008 Buletin Safiria Program Pascasarjana Magister Studi Islam UII Sekretaris Redaksi
7. 2005-2006 Buletin Al-Tsaurah Pondok Pesantren Mahasiswa Unggulan Universitas Islam Indonesia Redaktur Pelaksana
8. 2005-2008 Jurnal Millah Studi Agama Program Pascasarjana Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia Sekretaris Redaksi
9. 2003 Penerbit Buku Navila Penerjemah
C. Riwayat Pendidikan
1. Pendidikan Formal
No Tahun Pendidikan
1 2006-2008 Konsentrasi Hukum Keluarga Jurusan Hukum Islam Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
2 2001-2005 Jurusan Akhwal al-Syakhshiyah Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia
3 1998-2001 Madrasah Aliyah Khusus Keagamaan (MAKN) Bandar Lampung
4 1996-1998 MTs, Al-Hidayah Adiluwih, Tanggamus, Lampung
5 1990-1996 Madrasah Ibtidaiyah Adiluwih, Tanggamus, Lampung
2. Pendidikan Non-Formal
No Tahun Pendidikan
1 2001-2007 Pondok Pesantren Mahasiswa Unggulan Universitas Islam Indonesia
2 1998-2001 Asrama Madrasah Aliyah Keagamaan Negeri Bandar Lampung
3 1990-1998 Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Desa Srikaton, Adiluwih, Tanggamus, Lampung
D. Pengalaman Organisasi
No Tahun Organisasi/Lembaga Jabatan
1 2007- Ikatan Keluarga Alumni Pondok Pesantren Mahasiswa Unggulan Universitas Islam Indonesia (IKAPPUII) Ketua
2 2007- Lembaga Training “Go! Training Center” (GTC) Trainer (AMT) dan Bendahara
3 2007- Organisasi Santri Pondok Pesantren Mahasiswa Unggulan Universitas Islam Indonesia (OSPPUII) Penasehat
4 2006-2007 Sanggar Remaja Muslim (SRM) Pondok Pesantren Mahasiswa Unggulan Universitas Islam Indonesia Konsultan/Penasehat
5 2006-2007 Organisasi Santri Pondok Pesantren Mahasiswa Unggulan Universitas Islam Indonesia (OSPPUII) Dewan Pertimbangan
6 2006-2007 Lembaga Bimbingan Belajar Intelegensia Skretaris
7 2005-2006 Lembaga Kajian Ilmu dan Pengembangan Masyarakat (eLKIM) Pondok Pesantren Mahasiswa Unggulan Universitas Islam Indonesia Skretaris Jenderal
8 2001-2002 Departemen Kebersihan Organisasi Santri (OSPP) Pondok Pesantren mahasiswa Unggulan Universitas Islam Indonesia Anggota
9 2003-2004 Jama'ah Al-Farabi Anggota Departemen Seni
10 2003-2004 Lembaga Pers Mahasiswa Pilar Demokrasi Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia Editor
11 2001-2001 Ikatan Pelajar Nahdhatul Ulama (IPNU) Kecamatan Sukarame Bendahara
12 2000-2001 Aktivis Muslim Sekolah (AMS) MAN 1 Bandar Lampung Penasehat
13 2000-2001 Organisasi Kesiswaan Asrama (OKAS) MAK Lampung Bendahara
14 2000-2000 Departemen Bahasa MAK Lampung Anggota
15 1997-1998 OSIS MTs Al-Hidayah Tanggamus- Lampung Ketua
16 1997-1998 Organisasi Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi'in Tanggamus Lampung Anggota
E. Pertemuan Ilmiah
No Tahun Kegiatan Penyelenggara Keterangan
1. 2008 DISKUSI SERIAL TERBATAS
HAM dan Advokasi Pergerakan-Pergerakan Islam Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia Peserta
2. 2008 Seminar dan Lokakarya Nasional “Legalitas Penggunaan APBD untuk Pembinaan dan Pengembangan
Sepakbola Olahraga Masyarakat” Center for Local Law Development
Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (CLDS FH UII) Panitia
3. 2008 Bedah Buku “Selamatkan Indonesia” Majelis Pemberdayaan Masyarakat dan Pusat Pengkajian Strategi danKebijakan -
4. 2008 Forum Group Discussion
“Evaluasi Pemekaran Daerah”
Kerjasama Panitia Ad Hoc I DPD RI dengan Center for Local Law Development
Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (CLDS FH UII) Panitia sekaligus Peserta
5. 2008 Seminar dan Lokakarya Nasional “Manajemen Kepemimpinan Berbasis Kebangsaan dan Kearifan Lokal” Pemda Sumatera Selatan, Center for Local Law Development (CLDS) Fakultas Hukum UII dan IKA UII DPW SUMSEL Panitia sekaligus Peserta
6. 2008 Seminar Hasil Penelitian tentang “Keistimewaan Yogyakarta dari Perspektif Hukum, Sejarah dan Media” Lembaga Penelitian Universitas Atmajaya Bekerjasama dengan KOMPAS Peserta
7. 2008 Workshop “Metode dan Strategi Pengajuan Proposal Difusi IPTEK” Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Islam Indonesia (DPPM UII) Peserta
8. 2008 Workshop Penyusunan Kurikulum Gender Equality in Family Pusat Studi Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Bekerjasama dengan Cordaid Netherland Peserta
9. 2008 Upgrading Pengelolaan dan Penyuntingan Jurnal Ilmiah Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia Panitia-Peserta
10. 2007 Dialog Nasional Sunni Syi’ah: Menatap Masadepan Politik Islam Direktorat Pendidikan dan Pengembangan Agama Islam Peserta
11. 2007 Bedah Buku “The Future of Social Work in Indonesia” Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Peserta
12. 2007 Lokakarya Latihan Kepemimpinan Islam Tingkat Dasar Universitas Islam Indonesia Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UII Peserta
13. 2007 International Symposium “Said Nursi: Vision For Renewal Of Faith Man And Civilization In The Contemporary World Center for Religious and Sociocultural Diversity UIN Sunan Kalijaga bekerjasama dengan Istanbul Fondation for Science and Culture (Turkey)
Peserta
14. 2007 Critical Review UU No. 24. tahun 2007 tentang Bencana Magister Teknik Sipil Universitas Islam Indonesia Bekerjasama dengan UNDP
Peserta
15. 2007 Konferensi Internasional “Holocaust: antara Isu dan Fakta” Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Indonesia
Peserta
16. 2007 Semiloka Pengembangan Jaringan PPS UIN, IAIN Dan STAIN Rektorat Universitas Islam Negeri Yogyakarta
Peserta
17. 2007 Sarasehan “Optimalisasi Peran Pusat Studi dalam membangun UII” Rektorat Universitas Islam Indonesia
Peserta
18. 2007 Halaqoh Nasional Pondok Pesantren Departemen Agama Republik Indonesia Peserta
19. 2006 Seminar Islam dan Demokrasi L'Amasade de France en Indonesie (Lembaga Indonesia Prancis) dan Direktorat Pendidikan dan Pengembangan Agama Islam Universitas Islam Indonesia Peserta
20. 2006 Lokakarya Perwakafan Masyarakat Kampus 2006 Departemen Agama RI dan Universitas Islam Indonesia Peserta
21. 2006 Launching Buku & Dialog Budaya "Menggali Nilai-nilai Moral dalam Sastra Klasik Kraton Surakarta" Kerjasam UII Yogyakarta dengan Kraton Surakarta Peserta
22. 2006 Diskusi "Membedah Wajah Islam di Kampus" Lembaga Kajian Ilmu dan Pengembangan Masyarakat (eLKIM) Ponpes UII -
23. 2006 Diskusi "RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi dalam Berbagai Perspektif" Lembaga Kajian Ilmu dan Pengembangan Masyarakat (eLKIM) Ponpes UII -
24. 2006 Semiloka “Revitalisasi Kurikulum Ekonomi Syari’ah dalam Menyiapkan Praktisi Hukum Pengadilan Agama” Magister Studi Islam UII Yogyakarta -
25. 2005 Workshop Kurikulum Islamic Research Magister Studi Islam UII Yogyakarta -
26. 2004 Launching Buku “Negara Tuhan” Siyasa Reseaarch Institute Peserta
F. Pengalaman Kepanitiaan
No Tahun Kegiatan Penyelenggara Keterangan
1 2006 Diskusi "Membedah Wajah Islam di Kampus" Lembaga Kajian Ilmu dan Pengembangan Masyarakat (eLKIM) Ponpes UII
2 2006 Diskusi "RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi dalam Berbagai Perspektif" Lembaga Kajian Ilmu dan Pengembangan Masyarakat (eLKIM) Ponpes UII
3 2006 Semiloka Kurikulum Program Pascasarjana Magister Studi Islam Universtias Islam Indonesia Magister Studi Islam UII Yogyakarta
4 2005 Workshop Konsentrasi Islamic Research Program Pascasarjana Magister Studi Islam Universtias Islam Indonesia Magister Studi Islam UII Yogyakarta
G. Pengalaman Menjadi Delegasi
No Tahun Kegiatan Pengutus Keterengan
1 2005 Musabaqah Tilawatil Quran Nasional tingkat Mahasiswa di pontianak-Kalimantan Barat Universitas Islam Indonesia Peserta
2 2005 Bahtsul Masail Pondok Pesantren se-Jawa dan Madura Pondok Pesantren Mahasiswa Unggulan UII Peserta
3 2004 Tour De Force Launching "Negara Tuhan, The Thematic" Encyclopedia Pondok Pesantren Mahasiswa Unggulan UII Peserta
H. Prestasi yang Pernah Diraih
1. Juara II Lomba Cerdas Cermat Tingkat MTS Rayon Pringsewu-Tanggamus-Lampung 1996
2. Juara III Lomba Cerdas Cermat Tingkat MTS se-Propinsi Lampung (1996)
3. Juara II Lomba Cerdas Cermat Tingkat MTS Rayon Pringsewu-Tanggamus-Lampung (1997)
4. Juara III Musabaqah Fahmil Quran Tingkat Kodya Bandar Lampung (2000)
5. Juara I Musabaqah Fahmil Quran Tingklat Kabupaten Tanggamus-Lampung (2000)
6. Juara II Musabaqah Fahmil Quran Tingkat Propinsi Lampung (2000)
7. Peraih Beasiswa Full study Program Mahasiswa Unggulan Universitas Islam Indonesia (2001)
8. Juara II Musabaqah Fahmil Quran Tingkat Kodya Bandar Lampung (2001)
9. Juara I Musabaqah Tafsir Quran Tingkat Kabupaten Tanggamus-Lampung (2001)
10. Juara Harapan III Musabaqah Tafsiril Quran Tingkat Propinsi Lampung (2001)
11. Juara II Lomba Penulisan Cerpen Lembaga Pers Mahasiswa Pilar Demokrasi Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia
12. Juara II Musabaqah Fahmil Quran Tingkat Kabupaten Sleman (2002)
13. Juara I Musabaqah Fahmil Quran Tingkat Universitas Islam Indonesia (2002)
14. Juara II Musbaqah Khattil Quran Tingkat UII (2002)
15. Juara I Musabaqah Fahmil Quran Tingkat Universitas Islam Indonesia (2004)
16. Juara II Musbaqah Khattil Quran Tingkat UII (2005)
17. Wisudawan Terbaik dengan Indeks Prestassi Komulatif 3,98 (Peraih Pin Emas) Universitas Islam Indonesia (2005)
18. Juara III Lomba Esai Nasional dengan tema “Pandangan Politik Melayu” yang dilaksanakan oleh Pusat Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu Yogyakarta (2008)
19. IPK tertinggi II Wisuda Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008 dengan IPK 3,73
I. Penelitian yang Pernah dan sedang Dilakukan
No Judul Penelitian Asal Dana
1 Metode Dan Karakteristik Ijtihad Jaringan Islam Liberal; Lembaga Penelitian Universitas Islam Indonesia
2 Pernikahan Lintas Agama Dalam Perspektif Jaringan Islam Liberal Pribadi
3 Bom Bunuh Diri Dalam Perspektif Maqashid Al-Syari’ah
Pribadi
4 Pandangan Politik dan Persepsi Masyarakat tentang Partai Politik, Calon Presiden dan Keamanan Nasional (Reform Institute, Jakarta) Reform Institute
5 Kekerasan dalam Rumah Tangga dalam Persektif Hukum Positif dan Fikih Islam DIKTI
6 Relevansi Pemuktian dan Kebenaran Formil di Era Teoknologi Modern Lembaga Penelitian Universitas Islam Indonesia
J. Publikasi Karya Tulis
a. Buku
No Tahun Judul Penerbit
1 2003 Nikah Itu Nikmat NAVILA
2 2007 Ijtihad Jaringan Islam Liberal (JIL)
tentang Pernikahan Lintas Agama Proses Pengajuan ke Departemen Pendidikan Nasional
b. Jurnal Ilmiah
No Tahun Judul Media
1 2008 Keluarga Sakinah dan Tantangan Globlalisasi Jurnal Al-Mawarid Edisi XVIII. Tahun 2008, Fakultas Ilmu Agama Islam UII
2 2007 Mengawal Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance dengan Penegakan Hukum Jurnal Millah, Studi Agama Vol. VII, No. 1 Agustus 2007, Magister Studi Islam UII
3 2006 al-'Amaliyat al-Istisyhadiyah fi Nazhri Maqashid al-Syari'ah Jurnal Millah, Studi Agama Vol. VI, No. 1 Agustus 2006, Magister Studi Islam UII
4 2006 Ijtihad Jaringan Islam Liberal: Sebuah Upaya Merekonstruksi Ushul Fiqih Jurnal Al-Mawarid Edisi XV. Tahun 2006, Fakultas Ilmu Agama Islam UII
5 2005 Pernikahan Lintas Agama Dalam Perspektif Jaringan Islam Liberal: Analisis Kritis terhadap Pemikiran JIL tentang Pernikahan Lintas Agama Juranl An-Nur Vol II, No. 2, Agustus 2005, Sekolah Tinggi Ilmu Al-Quran Yogyakarta
b. Website
No Tahun Judul Media
1. 2008 Membangun Paradigma Baru Relasi Manusia dengan Alam sebagai Upaya Pelestarian Hutan Koran Online Kabar Indonesia
http://www.kabarindonesia.com
2. 2008 Memperbaiki Mental dan Moral Penegak Hukum Untuk Mengawal Kelestarian Hutan Koran Online Kabar Indonesia
http://www.kabarindonesia.com
3. 2008 MENELADANI ETIKA POLITIK MELAYU (Karakteristik Kepemimpinan Ideal menurut Raja Ali Haji dan Relevansinya dengan Prinsip-Prinsip Good Government Governance di Indonesia ) www.melayuonline.com
4. 2007 Kontekstualisasi Interpretasi Teks: Sebuah Upaya Mentransformasikan Teks-Teks Agama ke dalam Kehidupan Sosial Masyarakat Situs http/www.ppuii.com
5. 2007 Hadis dalam Perspektif Orientalis Situs http/www.ppuii.com
6. 2007 Potret Perkembangan Hukum Talak dan Cerai di Indonesia dan Mesir: Analisis Deskriptif Komparatif Situs http/www.ppuii.com
7. 2007 Hak dan Kewajiaban Suami Istri (Tinjauan Nash Al-Quran dan Perundang-Undangan di Indonesia) Situs http/www.ppuii.com
8. 2007 Analisis Hadis tentang Berdoa Ketika Turun Hujan Situs http/www.ppuii.com
9. 2007 Kajian Studi Al-Quran di Indonesia: Telaah atas Karya Howord M. Federspiel Situs http/www.ppuii.com
10. 2007 Hak dan Kewajiaban Suami Istri dalam Perspektif Al-Quran Situs http/www.ppuii.com
11. 2007 Model Penelitian Ekonomi (Telaah atas Karya Irwan Abdullah: The Muslim Business of Jatinom: Religious Reform and Economic Modernization in a central Javanes Town) Situs http/www.ppuii.com
12. 2006 Isu Terorisme dan Dialog Antarperadaban Situs http/www.ppuii.com
13. 2006 Agama dan Terorisme dalam Berbagai perspektif Situs http/www.ppuii.com
14. 2006 Zuhud Sebagai Manifestasi Ihsan Situs http/www.ppuii.com
15. 2006 Urgensi Transportasi Udara dalam Mempertahankan Integrasi Nasional Situs http/www.ppuii.com
16. 2006 Sketsa Pemikiran Islam Liberal di Indonesia Situs http/www.ppuii.com
17. 2006 Urgensi dan Problematika Penerapan Maqashid Al-Syari'ah; Perbandingan dengan Filsafat Hukum Positif Situs http/www.ppuii.com
18. 2006 Dakwah Kultural Sebagai Alternatif Penyelesaian Problem Umat Situs http/www.ppuii.com
c. Buletin
No Tahun Judul Media
1 2008 Mempertegas Pesan Moral Islam Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
2 2007 Globalisasi dan pudarnya nilai-nilai Budaya Lokal Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
3 2007 Mengawal Penegakan Hukum dengan Moral Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
4 2007 Menakar Peran Agama dalam Membentuk Masyarakat Bermoral Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
5 2006 Mengingat Kembali Tugas Intelektual Muslim dalam Membangun Masyarakat Buletin Al-Lulu' Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia
6 2006 Hakikat Cinta dan Cinta yang Hakiki Buletin Al-Lulu' Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia
7 2006 Membentuk Keshalihan Sosial Buletin Al-Lulu' Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia
8 2006 Menjaga Persahabatn dengan Alam Buletin Al-Lulu' Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia
9 2006 Mempersiapkan Generasi yang Tangguh Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
10 2006 Menghadapi Teror Negara Teroris Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
11 2005 Jihad Kaum Intelektual Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
12 2005 Ibrahim AS; Sang Khalilullah Bapak Tiga Agama Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
13 2005 Menjadi Manusia Ulul Albab Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
14 2004 Keutamaan Sikap Sabar Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
15 2004 Hakikat Kemerdekaan Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
16 2004 Amanah Kepemimpinan Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
17 2004 Hakikat Kesempurnaan Puasa Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
18 2004 Hakikat Kemerdekaan Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
19 2004 Menata Niat Menentukan Tujuan Buletin Al-Lulu' Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia
20 2004 Marhaban Ya Ramadhan Buletin Al-Lulu' Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia
21 2003 Hakikat Tawakkal Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
22 2003 Aktivitas Tafakkur Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
23 2003 Marhaban Ya Syahra Ramadhan Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
24 2003 Karakteristik Pemimpin Ideal Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
K. Beasiswa yang Pernah diraih
No Tahun/Jenjang Pendidikan Jenis Beasiswa Donatur
1 1996-1998/ SMP/MTs Biaya SPP Yayasan al-Hidayah, Kabupaten Tanggamus, Lampung
2 1998-2001 (SMA/MA) Living Cost Departemen Agama Republik Indonesia dan Islamic Development Bank (IDB)
3 2001-2005 (S-1) Seluruh Biaya Akademik dan Living Cost Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia
4 2006 (S-2) Biaya SPP Departemen Agama Republik Indonesia
Yogyakarta, 13 November 2008
Imam Mustofa, S.H.I., MSI
»» READMORE...
Nama : Imam Mustofa, S.H.I., MSI
Tempat Tanggal lahir : Lampung, 12 April 1982
Alamat : Ds. Srikaton, Adiluwih, Tanggamus, Lampung
Alamat Yogyakarta : Pondok Pesantren UII, Jl. Selokan Mataram, DS. Dabag,
Condong Catur, Depok, Sleman, Yogyakarta, 55283.
HP : 081578814177
CURRICULUM VITAE
A. Identitas
Nama : Imam Mustofa, S.H.I., MSI
Tempat Tanggal lahir : Lampung, 12 April 1982
Alamat : Ds. Srikaton, Adiluwih, Tanggamus, Lampung
Alamat Yogyakarta : Pondok Pesantren UII, Jl. Selokan Mataram, DS. Dabag,
Condong Catur, Depok, Sleman, Yogyakarta, 55283.
HP : 081578814177
B. Pengalaman Kerja dan Karir Profesional
No Tahun Lembaga Jabatan
1. 2009- Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Metro-Lampung Dosen
2. 2006-2006 Fakultas Hukum Universitas Pekalongan Dosen
3. 2008-sekarang Center for Local Law Development Studies Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (CLDSFHUII) Peneiti
4. 2007-sekarang Direktorat Pendidikan dan Pengembangan Agama Islam Freelance Trainer
5. 2008 Jurnal Al-Mustawa Direktorat Pendidikan dan Pengembangan Agama Islam Pemimpin Redaksi
6. 2005-2008 Buletin Safiria Program Pascasarjana Magister Studi Islam UII Sekretaris Redaksi
7. 2005-2006 Buletin Al-Tsaurah Pondok Pesantren Mahasiswa Unggulan Universitas Islam Indonesia Redaktur Pelaksana
8. 2005-2008 Jurnal Millah Studi Agama Program Pascasarjana Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia Sekretaris Redaksi
9. 2003 Penerbit Buku Navila Penerjemah
C. Riwayat Pendidikan
1. Pendidikan Formal
No Tahun Pendidikan
1 2006-2008 Konsentrasi Hukum Keluarga Jurusan Hukum Islam Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
2 2001-2005 Jurusan Akhwal al-Syakhshiyah Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia
3 1998-2001 Madrasah Aliyah Khusus Keagamaan (MAKN) Bandar Lampung
4 1996-1998 MTs, Al-Hidayah Adiluwih, Tanggamus, Lampung
5 1990-1996 Madrasah Ibtidaiyah Adiluwih, Tanggamus, Lampung
2. Pendidikan Non-Formal
No Tahun Pendidikan
1 2001-2007 Pondok Pesantren Mahasiswa Unggulan Universitas Islam Indonesia
2 1998-2001 Asrama Madrasah Aliyah Keagamaan Negeri Bandar Lampung
3 1990-1998 Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Desa Srikaton, Adiluwih, Tanggamus, Lampung
D. Pengalaman Organisasi
No Tahun Organisasi/Lembaga Jabatan
1 2007- Ikatan Keluarga Alumni Pondok Pesantren Mahasiswa Unggulan Universitas Islam Indonesia (IKAPPUII) Ketua
2 2007- Lembaga Training “Go! Training Center” (GTC) Trainer (AMT) dan Bendahara
3 2007- Organisasi Santri Pondok Pesantren Mahasiswa Unggulan Universitas Islam Indonesia (OSPPUII) Penasehat
4 2006-2007 Sanggar Remaja Muslim (SRM) Pondok Pesantren Mahasiswa Unggulan Universitas Islam Indonesia Konsultan/Penasehat
5 2006-2007 Organisasi Santri Pondok Pesantren Mahasiswa Unggulan Universitas Islam Indonesia (OSPPUII) Dewan Pertimbangan
6 2006-2007 Lembaga Bimbingan Belajar Intelegensia Skretaris
7 2005-2006 Lembaga Kajian Ilmu dan Pengembangan Masyarakat (eLKIM) Pondok Pesantren Mahasiswa Unggulan Universitas Islam Indonesia Skretaris Jenderal
8 2001-2002 Departemen Kebersihan Organisasi Santri (OSPP) Pondok Pesantren mahasiswa Unggulan Universitas Islam Indonesia Anggota
9 2003-2004 Jama'ah Al-Farabi Anggota Departemen Seni
10 2003-2004 Lembaga Pers Mahasiswa Pilar Demokrasi Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia Editor
11 2001-2001 Ikatan Pelajar Nahdhatul Ulama (IPNU) Kecamatan Sukarame Bendahara
12 2000-2001 Aktivis Muslim Sekolah (AMS) MAN 1 Bandar Lampung Penasehat
13 2000-2001 Organisasi Kesiswaan Asrama (OKAS) MAK Lampung Bendahara
14 2000-2000 Departemen Bahasa MAK Lampung Anggota
15 1997-1998 OSIS MTs Al-Hidayah Tanggamus- Lampung Ketua
16 1997-1998 Organisasi Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi'in Tanggamus Lampung Anggota
E. Pertemuan Ilmiah
No Tahun Kegiatan Penyelenggara Keterangan
1. 2008 DISKUSI SERIAL TERBATAS
HAM dan Advokasi Pergerakan-Pergerakan Islam Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia Peserta
2. 2008 Seminar dan Lokakarya Nasional “Legalitas Penggunaan APBD untuk Pembinaan dan Pengembangan
Sepakbola Olahraga Masyarakat” Center for Local Law Development
Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (CLDS FH UII) Panitia
3. 2008 Bedah Buku “Selamatkan Indonesia” Majelis Pemberdayaan Masyarakat dan Pusat Pengkajian Strategi danKebijakan -
4. 2008 Forum Group Discussion
“Evaluasi Pemekaran Daerah”
Kerjasama Panitia Ad Hoc I DPD RI dengan Center for Local Law Development
Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (CLDS FH UII) Panitia sekaligus Peserta
5. 2008 Seminar dan Lokakarya Nasional “Manajemen Kepemimpinan Berbasis Kebangsaan dan Kearifan Lokal” Pemda Sumatera Selatan, Center for Local Law Development (CLDS) Fakultas Hukum UII dan IKA UII DPW SUMSEL Panitia sekaligus Peserta
6. 2008 Seminar Hasil Penelitian tentang “Keistimewaan Yogyakarta dari Perspektif Hukum, Sejarah dan Media” Lembaga Penelitian Universitas Atmajaya Bekerjasama dengan KOMPAS Peserta
7. 2008 Workshop “Metode dan Strategi Pengajuan Proposal Difusi IPTEK” Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Islam Indonesia (DPPM UII) Peserta
8. 2008 Workshop Penyusunan Kurikulum Gender Equality in Family Pusat Studi Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Bekerjasama dengan Cordaid Netherland Peserta
9. 2008 Upgrading Pengelolaan dan Penyuntingan Jurnal Ilmiah Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia Panitia-Peserta
10. 2007 Dialog Nasional Sunni Syi’ah: Menatap Masadepan Politik Islam Direktorat Pendidikan dan Pengembangan Agama Islam Peserta
11. 2007 Bedah Buku “The Future of Social Work in Indonesia” Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Peserta
12. 2007 Lokakarya Latihan Kepemimpinan Islam Tingkat Dasar Universitas Islam Indonesia Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UII Peserta
13. 2007 International Symposium “Said Nursi: Vision For Renewal Of Faith Man And Civilization In The Contemporary World Center for Religious and Sociocultural Diversity UIN Sunan Kalijaga bekerjasama dengan Istanbul Fondation for Science and Culture (Turkey)
Peserta
14. 2007 Critical Review UU No. 24. tahun 2007 tentang Bencana Magister Teknik Sipil Universitas Islam Indonesia Bekerjasama dengan UNDP
Peserta
15. 2007 Konferensi Internasional “Holocaust: antara Isu dan Fakta” Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Indonesia
Peserta
16. 2007 Semiloka Pengembangan Jaringan PPS UIN, IAIN Dan STAIN Rektorat Universitas Islam Negeri Yogyakarta
Peserta
17. 2007 Sarasehan “Optimalisasi Peran Pusat Studi dalam membangun UII” Rektorat Universitas Islam Indonesia
Peserta
18. 2007 Halaqoh Nasional Pondok Pesantren Departemen Agama Republik Indonesia Peserta
19. 2006 Seminar Islam dan Demokrasi L'Amasade de France en Indonesie (Lembaga Indonesia Prancis) dan Direktorat Pendidikan dan Pengembangan Agama Islam Universitas Islam Indonesia Peserta
20. 2006 Lokakarya Perwakafan Masyarakat Kampus 2006 Departemen Agama RI dan Universitas Islam Indonesia Peserta
21. 2006 Launching Buku & Dialog Budaya "Menggali Nilai-nilai Moral dalam Sastra Klasik Kraton Surakarta" Kerjasam UII Yogyakarta dengan Kraton Surakarta Peserta
22. 2006 Diskusi "Membedah Wajah Islam di Kampus" Lembaga Kajian Ilmu dan Pengembangan Masyarakat (eLKIM) Ponpes UII -
23. 2006 Diskusi "RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi dalam Berbagai Perspektif" Lembaga Kajian Ilmu dan Pengembangan Masyarakat (eLKIM) Ponpes UII -
24. 2006 Semiloka “Revitalisasi Kurikulum Ekonomi Syari’ah dalam Menyiapkan Praktisi Hukum Pengadilan Agama” Magister Studi Islam UII Yogyakarta -
25. 2005 Workshop Kurikulum Islamic Research Magister Studi Islam UII Yogyakarta -
26. 2004 Launching Buku “Negara Tuhan” Siyasa Reseaarch Institute Peserta
F. Pengalaman Kepanitiaan
No Tahun Kegiatan Penyelenggara Keterangan
1 2006 Diskusi "Membedah Wajah Islam di Kampus" Lembaga Kajian Ilmu dan Pengembangan Masyarakat (eLKIM) Ponpes UII
2 2006 Diskusi "RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi dalam Berbagai Perspektif" Lembaga Kajian Ilmu dan Pengembangan Masyarakat (eLKIM) Ponpes UII
3 2006 Semiloka Kurikulum Program Pascasarjana Magister Studi Islam Universtias Islam Indonesia Magister Studi Islam UII Yogyakarta
4 2005 Workshop Konsentrasi Islamic Research Program Pascasarjana Magister Studi Islam Universtias Islam Indonesia Magister Studi Islam UII Yogyakarta
G. Pengalaman Menjadi Delegasi
No Tahun Kegiatan Pengutus Keterengan
1 2005 Musabaqah Tilawatil Quran Nasional tingkat Mahasiswa di pontianak-Kalimantan Barat Universitas Islam Indonesia Peserta
2 2005 Bahtsul Masail Pondok Pesantren se-Jawa dan Madura Pondok Pesantren Mahasiswa Unggulan UII Peserta
3 2004 Tour De Force Launching "Negara Tuhan, The Thematic" Encyclopedia Pondok Pesantren Mahasiswa Unggulan UII Peserta
H. Prestasi yang Pernah Diraih
1. Juara II Lomba Cerdas Cermat Tingkat MTS Rayon Pringsewu-Tanggamus-Lampung 1996
2. Juara III Lomba Cerdas Cermat Tingkat MTS se-Propinsi Lampung (1996)
3. Juara II Lomba Cerdas Cermat Tingkat MTS Rayon Pringsewu-Tanggamus-Lampung (1997)
4. Juara III Musabaqah Fahmil Quran Tingkat Kodya Bandar Lampung (2000)
5. Juara I Musabaqah Fahmil Quran Tingklat Kabupaten Tanggamus-Lampung (2000)
6. Juara II Musabaqah Fahmil Quran Tingkat Propinsi Lampung (2000)
7. Peraih Beasiswa Full study Program Mahasiswa Unggulan Universitas Islam Indonesia (2001)
8. Juara II Musabaqah Fahmil Quran Tingkat Kodya Bandar Lampung (2001)
9. Juara I Musabaqah Tafsir Quran Tingkat Kabupaten Tanggamus-Lampung (2001)
10. Juara Harapan III Musabaqah Tafsiril Quran Tingkat Propinsi Lampung (2001)
11. Juara II Lomba Penulisan Cerpen Lembaga Pers Mahasiswa Pilar Demokrasi Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia
12. Juara II Musabaqah Fahmil Quran Tingkat Kabupaten Sleman (2002)
13. Juara I Musabaqah Fahmil Quran Tingkat Universitas Islam Indonesia (2002)
14. Juara II Musbaqah Khattil Quran Tingkat UII (2002)
15. Juara I Musabaqah Fahmil Quran Tingkat Universitas Islam Indonesia (2004)
16. Juara II Musbaqah Khattil Quran Tingkat UII (2005)
17. Wisudawan Terbaik dengan Indeks Prestassi Komulatif 3,98 (Peraih Pin Emas) Universitas Islam Indonesia (2005)
18. Juara III Lomba Esai Nasional dengan tema “Pandangan Politik Melayu” yang dilaksanakan oleh Pusat Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu Yogyakarta (2008)
19. IPK tertinggi II Wisuda Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008 dengan IPK 3,73
I. Penelitian yang Pernah dan sedang Dilakukan
No Judul Penelitian Asal Dana
1 Metode Dan Karakteristik Ijtihad Jaringan Islam Liberal; Lembaga Penelitian Universitas Islam Indonesia
2 Pernikahan Lintas Agama Dalam Perspektif Jaringan Islam Liberal Pribadi
3 Bom Bunuh Diri Dalam Perspektif Maqashid Al-Syari’ah
Pribadi
4 Pandangan Politik dan Persepsi Masyarakat tentang Partai Politik, Calon Presiden dan Keamanan Nasional (Reform Institute, Jakarta) Reform Institute
5 Kekerasan dalam Rumah Tangga dalam Persektif Hukum Positif dan Fikih Islam DIKTI
6 Relevansi Pemuktian dan Kebenaran Formil di Era Teoknologi Modern Lembaga Penelitian Universitas Islam Indonesia
J. Publikasi Karya Tulis
a. Buku
No Tahun Judul Penerbit
1 2003 Nikah Itu Nikmat NAVILA
2 2007 Ijtihad Jaringan Islam Liberal (JIL)
tentang Pernikahan Lintas Agama Proses Pengajuan ke Departemen Pendidikan Nasional
b. Jurnal Ilmiah
No Tahun Judul Media
1 2008 Keluarga Sakinah dan Tantangan Globlalisasi Jurnal Al-Mawarid Edisi XVIII. Tahun 2008, Fakultas Ilmu Agama Islam UII
2 2007 Mengawal Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance dengan Penegakan Hukum Jurnal Millah, Studi Agama Vol. VII, No. 1 Agustus 2007, Magister Studi Islam UII
3 2006 al-'Amaliyat al-Istisyhadiyah fi Nazhri Maqashid al-Syari'ah Jurnal Millah, Studi Agama Vol. VI, No. 1 Agustus 2006, Magister Studi Islam UII
4 2006 Ijtihad Jaringan Islam Liberal: Sebuah Upaya Merekonstruksi Ushul Fiqih Jurnal Al-Mawarid Edisi XV. Tahun 2006, Fakultas Ilmu Agama Islam UII
5 2005 Pernikahan Lintas Agama Dalam Perspektif Jaringan Islam Liberal: Analisis Kritis terhadap Pemikiran JIL tentang Pernikahan Lintas Agama Juranl An-Nur Vol II, No. 2, Agustus 2005, Sekolah Tinggi Ilmu Al-Quran Yogyakarta
b. Website
No Tahun Judul Media
1. 2008 Membangun Paradigma Baru Relasi Manusia dengan Alam sebagai Upaya Pelestarian Hutan Koran Online Kabar Indonesia
http://www.kabarindonesia.com
2. 2008 Memperbaiki Mental dan Moral Penegak Hukum Untuk Mengawal Kelestarian Hutan Koran Online Kabar Indonesia
http://www.kabarindonesia.com
3. 2008 MENELADANI ETIKA POLITIK MELAYU (Karakteristik Kepemimpinan Ideal menurut Raja Ali Haji dan Relevansinya dengan Prinsip-Prinsip Good Government Governance di Indonesia ) www.melayuonline.com
4. 2007 Kontekstualisasi Interpretasi Teks: Sebuah Upaya Mentransformasikan Teks-Teks Agama ke dalam Kehidupan Sosial Masyarakat Situs http/www.ppuii.com
5. 2007 Hadis dalam Perspektif Orientalis Situs http/www.ppuii.com
6. 2007 Potret Perkembangan Hukum Talak dan Cerai di Indonesia dan Mesir: Analisis Deskriptif Komparatif Situs http/www.ppuii.com
7. 2007 Hak dan Kewajiaban Suami Istri (Tinjauan Nash Al-Quran dan Perundang-Undangan di Indonesia) Situs http/www.ppuii.com
8. 2007 Analisis Hadis tentang Berdoa Ketika Turun Hujan Situs http/www.ppuii.com
9. 2007 Kajian Studi Al-Quran di Indonesia: Telaah atas Karya Howord M. Federspiel Situs http/www.ppuii.com
10. 2007 Hak dan Kewajiaban Suami Istri dalam Perspektif Al-Quran Situs http/www.ppuii.com
11. 2007 Model Penelitian Ekonomi (Telaah atas Karya Irwan Abdullah: The Muslim Business of Jatinom: Religious Reform and Economic Modernization in a central Javanes Town) Situs http/www.ppuii.com
12. 2006 Isu Terorisme dan Dialog Antarperadaban Situs http/www.ppuii.com
13. 2006 Agama dan Terorisme dalam Berbagai perspektif Situs http/www.ppuii.com
14. 2006 Zuhud Sebagai Manifestasi Ihsan Situs http/www.ppuii.com
15. 2006 Urgensi Transportasi Udara dalam Mempertahankan Integrasi Nasional Situs http/www.ppuii.com
16. 2006 Sketsa Pemikiran Islam Liberal di Indonesia Situs http/www.ppuii.com
17. 2006 Urgensi dan Problematika Penerapan Maqashid Al-Syari'ah; Perbandingan dengan Filsafat Hukum Positif Situs http/www.ppuii.com
18. 2006 Dakwah Kultural Sebagai Alternatif Penyelesaian Problem Umat Situs http/www.ppuii.com
c. Buletin
No Tahun Judul Media
1 2008 Mempertegas Pesan Moral Islam Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
2 2007 Globalisasi dan pudarnya nilai-nilai Budaya Lokal Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
3 2007 Mengawal Penegakan Hukum dengan Moral Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
4 2007 Menakar Peran Agama dalam Membentuk Masyarakat Bermoral Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
5 2006 Mengingat Kembali Tugas Intelektual Muslim dalam Membangun Masyarakat Buletin Al-Lulu' Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia
6 2006 Hakikat Cinta dan Cinta yang Hakiki Buletin Al-Lulu' Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia
7 2006 Membentuk Keshalihan Sosial Buletin Al-Lulu' Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia
8 2006 Menjaga Persahabatn dengan Alam Buletin Al-Lulu' Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia
9 2006 Mempersiapkan Generasi yang Tangguh Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
10 2006 Menghadapi Teror Negara Teroris Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
11 2005 Jihad Kaum Intelektual Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
12 2005 Ibrahim AS; Sang Khalilullah Bapak Tiga Agama Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
13 2005 Menjadi Manusia Ulul Albab Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
14 2004 Keutamaan Sikap Sabar Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
15 2004 Hakikat Kemerdekaan Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
16 2004 Amanah Kepemimpinan Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
17 2004 Hakikat Kesempurnaan Puasa Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
18 2004 Hakikat Kemerdekaan Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
19 2004 Menata Niat Menentukan Tujuan Buletin Al-Lulu' Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia
20 2004 Marhaban Ya Ramadhan Buletin Al-Lulu' Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia
21 2003 Hakikat Tawakkal Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
22 2003 Aktivitas Tafakkur Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
23 2003 Marhaban Ya Syahra Ramadhan Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
24 2003 Karakteristik Pemimpin Ideal Buletin Al-Rasikh Universitas Islam Indonesia
K. Beasiswa yang Pernah diraih
No Tahun/Jenjang Pendidikan Jenis Beasiswa Donatur
1 1996-1998/ SMP/MTs Biaya SPP Yayasan al-Hidayah, Kabupaten Tanggamus, Lampung
2 1998-2001 (SMA/MA) Living Cost Departemen Agama Republik Indonesia dan Islamic Development Bank (IDB)
3 2001-2005 (S-1) Seluruh Biaya Akademik dan Living Cost Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia
4 2006 (S-2) Biaya SPP Departemen Agama Republik Indonesia
Yogyakarta, 13 November 2008
Imam Mustofa, S.H.I., MSI
Label:
CV
ISU TERORISME DAN RESPON AGAMA-AGAMA
OLEH: IMAM MUSTOFA
Abstract
Terorisme merupakan salah satu isu yang fenomenal di awal millennium ketiga ini. Wacana ini semakin mencuat setelah terjadi tragedi runtuhnya menara WTC 11 September 2001. Peristiwa ini banyak membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat dunia. Konstelasi politik global berubah total. Kalangan Barat mencurigai tindak kekerasan yang dilakukan oleh kalangan Islam merupakan sebagai aplikasi dari ajaran jihad yang sering dilekatkan dengan kalangan Islam fundamentalis. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa ada paradoks mengenai isu terorisme dan wacana fundamentalisme.
ISU TERORISME DAN RESPON AGAMA-AGAMA
OLEH: IMAM MUSTOFA
Abstract
Terorisme merupakan salah satu isu yang fenomenal di awal millennium ketiga ini. Wacana ini semakin mencuat setelah terjadi tragedi runtuhnya menara WTC 11 September 2001. Peristiwa ini banyak membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat dunia. Konstelasi politik global berubah total. Kalangan Barat mencurigai tindak kekerasan yang dilakukan oleh kalangan Islam merupakan sebagai aplikasi dari ajaran jihad yang sering dilekatkan dengan kalangan Islam fundamentalis. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa ada paradoks mengenai isu terorisme dan wacana fundamentalisme. Dalam hal ini AS menerapkan standar ganda dalam politik internasional. Di satu sisi ia menjadi "panglima" perang melawan terorisme, selalu mencurigai dan menekan kalangan fundamentalis Islam, namun di sisi lain ia sering melakukan aksi teror dan mendukung mendukung tindakan terorisme. Inilah yang menimbulkan banyaknya tindak kekerasan dari kalangan umat Islam sebagai balasan terhadap aksi teror yang dilakukan oleh AS dan sekutu-sekutunya. Menaggapi isu terorisme ini banyak kalangan, baik Islam maupun Barat yang mayoritas beragama Kristen yang mengajak di adakannya dialog antaragama dan peradaban secara intens.
A. Pendahuluan
Terorisme merupakan salah satu isu yang fenomenal di awal millennium ketiga ini. Isu ini semakin mencuat setelah terjadi tragedi runtuhnya menara WTC 11 September 2001. Peristiwa ini banyak membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat dunia. Konstelasi politik global berubah total. Sebab, Amerika melalui presiden George W. Bush mengeluarkan kebijakan yang cukup mengagetkan dunia. Ia mengatakan bahwa pihak-pihak yang tidak bergabung dengan Amerika untuk memerangi teroris, maka akan menjadi musuh Amerika. “Now for all nations of the world, there only two choice: either they join America, and if they don’t they join the terrorism.
Kebijakan Bush untuk melakukan perang global melawan terorisme berimbas sampai ke Indonesia. Petinggi AS mengatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu sarang teroris. Semula pemerintah tidak menggubris anggapan AS ini, namun setelah terjadi ledakan Bom Bali I tahun 2002, akhirnya pemerintah tidak berdaya melihat kenyataan ini. Bom Bali I menyadarkan pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan peraturan perundang-undangan tentang anti terorisme yang kemudian disahkan menjadi Undang-undang. Bom Bali I ini kemudian disusul dengan berbagai ledakan yang berskala besar, seperti bom J.W. Marriot pada 2003, bom Kuningan tahun 2004, bom Bali II tahun 2005, bom Palu tahun 2006, dan serentetan kejadian mengenaskan lainnya.
Sebenarnya tindakan terorisme ini dilakukan dengan berbagai motif. Menurut Loudewijk F. Paulus terorisme mempunyai berbagai motif yang secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori: rasional, psikologi dan budaya yang kemudian dapat dijabarkan lebih luas. Namun motif yang sering muncul di kancah dunia modern ini antara lain, terorisme untuk mempertahankan atau memperluas daerah jajahan; seperti yang dilakukan oleh tentara-tentara Israel terhadap pejuang Palestina; Memisahkan diri dari pemerintahan yang sah (separatis). IRA (Irish Republica Army) dengan segala bentuk kegiatannya dicap sebagai teroris oleh pemerintah Inggris; Sebagai protes sistem sosial yang berlaku. Brigade Merah Italia, yang bertujuan untuk membebaskan Italia dari kaum kapitalis multinasionalis, oleh pemerintah Italia dimasukkan ke dalam kelompok teroris; Menyingkirkan musuh-mu-suh politik. Banyak digunakan Kadafi untuk menyingkirkan lawan-lawan politiknya dengan cara mengirirnkan Dead Squad untuk membunuh . Yang paling menonjol usaha membunuh bekas PM Libya A. Hamid Bakhoush di Mesir yang menggunakan pembunuh-pembunuh bayaran dari Eropa. Namun akhir-akhir ini terorisme sering dikaitkan dengan motif agama.
Menurut Whittaker, terorisme memang dapat muncul karena ajaran agama atau motivasi agama. Sentimen agama sering menjadi salah satu penyebab radikalisme dan terorisme. Namun demikian aksi terorisme yang marak akhir-akhir ini sebenarnya bukan dilatarbelakangi oleh ajaran agama. Aksi kekerasan tersebut muncul lebih mengarah pada reaksi oleh kelompok yang frustasi dan kecewa terhadap ketidakadilan global dan tindakan Negara-negara Barat, khususnya Amerika yang selalu melakukan teror dan mendukung Israel dalam melakukan teror terhadap para pejuang Palestina. Ketika AS sebagai lambang kapitalisme dan sekularisme mendominasi peradaban Barat, karakteristik benturan kepentingan tidak lagi dibangun atas konsep teologis, dan ideologis. Konflik peradaban lebih dibangun atas kepentingan politik, ekonomi dan pertahanan.
Memang para pelaku ledakan mulai dari WTC, ledakan-ledakan yang terjadi di Indonesia, bom Madrid, bom London dan lain-lain yang berasal dari kalangan Islam fundamentalis. Namun apa yang mereka lakukan hanyalah sebagai reaksi terhadap kebrutalan AS dan sekutu-sekutunya dalam percaturan politik internasional, dan bukan tindakanteror yang muncul di ruang hampa.
Pada dasarnya banyak aksi teror yang dilakukan oleh penganut agama lain, namun yang selalu disorot hanyalah umat Islam. Sebagai contoh, peledakan truk dan bis-bis di Inggris yang dilakukan oleh Gerakan Nasional Katholik Irlandia; serangan gas beracun yang menebar maut yang dilakukan oleh para anggota sekte Hindu-Budha; pengeboman klinik aborsi yang dilakukan oleh para ekstrimis agama Kristen di Amerika, dan serangkaian teror lainnya yang dilakukan dengan membawa simbol agama.
Istilah dan Survei Historis
Dalam menyikapi isu terorisme ini masyarakat dunia yang terpolarisasi kepada Timur dan Barat. Keduanya mempunyai perspektif yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Perbedaan perspektif ini karena belum ada definisi baku yang disepakati tentang terorisme. Menurut sebagian pakar, istilah terorisme merupakan suatu terminologi yang ambigu dan kabur. Michael Kinsley, seorang kolomnis yang menulis dalam Whashinton Post, 5 Oktober 2001, mengatakan bahwa usaha mendefinisikan terorisme adalah sesuatu yang mustahil.
Di kalangan akademisi dan ilmuan sosial-politik pun tidak ada kesepakatan tentang batasan pengertian terorisme. Tidak ada satupun istilah terorisme yang diterima secara universal. Namun demikian para sarjana mempunyai definisi yang sesuai dengan pandangan dan keahliannya masing-masing atau menisbahkannya dengan pandangan penguasa.
Kata “teroris” (pelaku) dan terorisme (aksi) berasal dari kata latin ‘terrere’ yang kurang lebih berarti membuat gemetar atau menggetarkan. Kata ‘teror’ juga bisa menimbulkan kengerian. Pengertian terorisme untuk pertama kali dibahas dalam European Convention on the Suppression of Torrorism (ECST) di Eropa tahun 1977 terjadi perluasan paradigma arti dari Crimes against State menjadi Crimes against humanity. Crimes against Humanity meliputi tindak pidana untuk menciptakan suatu keadaan yang mengakibatkan individu, golongan, dan masyarakat umum ada dalam suasana yang teror. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 1937 mendefinisikan terorisme sebagai segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan langsung kepada Negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas. Sementara itu terorisme di mata penguasa, baik nasional maupun lokal didefinisikan Terorisme is premeditated threat or use of violenceby subnational groups or cladenstine individual intended to intimidate and coerce govermets, to promote political, religious or ideological out comes, and to inculcate fear among the public at large.
Hussein Alatas mendefinisikannya sebagai teroris (pengganas) adalah mereka yang merancang kekuatan sebagai senjata persengketaan terhadap lawan dengan serangan kepada manusia yang tidak terlibat, atau harta benda tanpa menimbang salah atau benar dari segala agama atau moral, berdasarkan atas perhitungan bahwa segalanya itu boleh dilakukan bagi mencapai tujuan matalamat persengketaan.
Bagaiamana pun beragamnya definisi terorisme, akan tetapi yang pasti dan akan diterima banyak orang adalah definisi yang dibuat oleh penguasa dan kekuasaan serta mampu memaksakan kehendaknya degan segala kemampuannya, baik militer, politik, ekonomi, teknologi, dan kekuatan budayanya.
Menurut Noam Chomsky, istilah terorisme mulai digunakan pada abad ke-18 akhir, terutama untuk menunjuk aksi-aksi kekerasan pemerintah yang dimaksudkan untuk menjamin ketaatan rakyat. Istilah ini diterapkan terutama untuk terorisme pembalasan oleh individu atau kelompok-kelompok. Munculnya istilah terorisme ini ditandai dengan bentuk kejahatan murni berupa pembunuhan dan ancaman yang bertujuan mencapai sasaran tertentu. Perkembangannya bermula dari bentuk fanatisme aliran kepercayaan yang kemudian berubah menjadi pembunuhan, baik yang dilakukan secara perorangan maupun oleh suatu kelompok terhadap penguasa yang dianggap sebagai tiran. Pembunuhan terhadap individu ini sudah dapat dikatakan sebagai bentuk murni dari terorisme dengan mengacu pada sejarah terorisme modern.
Adalah Maximilien Robespierre dijuluki sebagai bapak terorisme modern. Robespierre menjalankan pemerintahan Prancis teror. Inilah sebenarnya yang menandai munculnya terorisme di era modern, karena revolusi prancis (French Revolution) adalah model tulisan Karl Marx dan Friedich Engels, dan model bagi tindakan Vladimir Lenin di Rusia. Selain itu, Revolusi Prancis adalah gejala yang timbul pertama kalinya dalam sejarah di mana suatu kelompok revolusioner mengontrol suatu bangsa atau pemerintahan yang sah secara hukum.
Tinta merah aksi terorisme terus menerus tertoreh dalam lembaran sejarah dunia modern, Tiger di Srilanka, Takfir wal-Hijrah di Mesir, Baader-Meinhof di Jerman, Red Brigdes di Italia, Action Directe di Prancis, Irish republican Army di Inggris, Tupak Amaru di di Peru, Aum Shinri Kyo di Jepang dan yeng terakhir adalah kelompok Al-Qaidah yang berbasis di Afghanistan.
Isu Terorisme dan Wacana Islam Fundamentalis
Tuduhan yang dilemparkan terhadap Islam berkaitan dengan terorisme merupakan rekayasa yang dilakukan oleh media masa yang berafiliasi dengan pemerintah Amerika dan rezim Zionis. Sesungguhnya, Islam merupakan agama yang berlandaskan kepada spiritualisme dan moral, serta menentang terorisme dan kekerasan. Berlandaskan kepada ajaran Islam, siapapun yang menyebut dirinya muslim, ia tidak berhak untuk melakukan pembunuhan terhadap orang yang tidak berdosa. Namun demikian, Islam juga memerintahkan umatnya untuk teguh membela hak miliknya dan tanah airnya. Pembelaan terhadap tanah air dan hak milik juga diakui secara resmi oleh undang-undang internasional. Dengan kata lain, pembelaan terhadap tanah air dan hak milik bukanlah sebuah bentuk terorisme.
Menurut John L. Esposito, dalam bukunya "Unholy War" (2002) ketika Osama melakukan jihad melawan Uni-soviet untuk membela tanah air Afghanistan sangat didukung oleh Amerika dan pemerintah Arab Saudi. Bagi Amerika ini adalah perang yang baik dan memberikan dana yang cukup serta para penasehat dari Central Intelligence Agency (CIA). Tapi adanya dukungan ini bukan karena membela tanah air, akan tetapi karena jihad Osamah ketika itu sangat menguntungkan AS.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa ada paradoks mengenai isu terorisme dan wacana fundamentalisme. Dalam hal ini AS menerapkan standar ganda dalam politik internasional. Di satu sisi ia menjadi "panglima" perang melawan terorisme, selalu mencurigai dan menekan kalangan fundamentalis Islam, namun di sisi lain ia mendukung tindakan terorisme. AS sendiri adalah teorisme Negara.
AS juga dengan terang-terangan mendukung Israel yang jelas-jelas melakukan teror terhadap pera pejuang Palestina. Kebrutalan usaha-usaha Israel untuk menekan Palestina pernah dikemukakan oleh menteri pertahanan Yitzhak Rabin. Pada 19 Januari 1988, dia menyiarkan kebijaksanaan "patah tulang" dengan mengatakan bahwa Israel akan menggunakan "kekerasan, kekuatan dan pukulan-pukulan" untuk menekan para pejuang Palestina. Perdana Menteri Yitzhak Shamir juga pernah menyatakan "Tugas kami sekarang adalah menciptakan kembali benteng rasa takut antara orang-orang Palestina dan militer Israel, dan sekali lagi menyebarkan rasa takut akan kematian pada orang-orang Arab di wilayah-wilayah itu untuk mencegah mereka agar tidak menyerang kami lagi"
Di sisi lain ada wacana Islam Fundamentalis atau Islam militan yang sudah lekat dengan berbagai aksi teror sehingga mereka menjadi musuh utama Barat, terutama AS. Media masa menggunakan momentum 11 September untuk menciptakan citra bahwa semua muslimin adalah teroris dan agama Islam adalah agama yang mengajarkan kekerasan. Samuel P. Huntington, ketika berdialog dengan Anthonny Gidden, pada musim semi 2003 mengatakan bahwa militan Islam adalah ancaman bagi Barat. Oleh karena itu mereka harus diperangi. Satu strategi yang memungkinkan adalah dilakukannya serangan dini (preemptive-strike) terhadap ancaman serius dan mendesak. Musuh kita adalah Islam militan.
Rasa kebencian dan frustasi ini diekspresikan dengan berbagai tindak kekerasan seperti peledakan WTC, bom bunuh diri dan berbagai peledakan yang bertujuan untuk melakukan perlawanan terhadap hegemoni AS, imprealisme Barat, dan kapitalisme global. Meskipun demikian pelaku-pelaku kekerasan yang umumnya dari kalangan Islam fundamental ini beralasan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan jihad di jalan Allah. Para pelaku teror di Indonesiapun mengaku bahwa mereka melakukan tindak kekerasan dengan meledakkan berbagai fasilitas fital sebagai jihad dan ungkapan kebencian terhadap AS dan sekutunya seperti Australia. Oleh karena itu perlu adanya reinterpretasi dan reaktualisasi konsep jihad agar tidak disalahgunakan yang mengakibatkan semakin buruknya citra umat Islam di mata umat lainnya.
Terorisme Negara (State Terorrism)
Terorisme negara ini termasuk istilah baru, yang biasanya disebut "terorisme (oleh) negara (state terrorism). Penggagasnya adalah Mahatir Muhammad. Menurutnya, terorisme yang dikerahkan oleh negara, tidak kalah dahsyatnya dengan terorisme personal maupun kolektif. Kalau kedua bentuk teror yang pertama dilakukan secara sembunyi-sembunyi, sedangkan terorisme negara dilakukan secara terang-terangan. Satu-satunya negara yang telah menebarkan teror ke seluruh dinia adalah Amerika Serikat. Dan AS juga adalah satu-satunya negara di dunia yang dikritik oleh Pengadilan Internasional atas tindakan terorismenya.
Noam Cosmky, pakar linguistik pada the Massachussets Institute of Technology mengatakan "we should not forget that the US itself is a leading terrorist state". Dia juga menyatakan bahwa pengeboman atas Afghanistan (oleh pasukan sekutu pimpinan AS) adalah kejahatan lebih besar dari pada teror 11 September, AS adalah terdakwa negara teroris. Edward S. Herman, guru besar di Universitas Penslyvania, dalam bukunya The Real Teror Network (1982), mengungkap fakta-fakta keganjilan kebijakan antiterorisme AS. selama ini AS merupakan pendukung rezim-rezim "teroris" Garcia di Gautamala, Pinochet di Chili dan rezim Apartheid di Afrika Selatan.
AS dan para sekutunya bertindak diskriminatif terhadap kelompok masyarakat tertentu sebagai bentuk ketidakadilan global yang terjadi di banyak Negara, khususnya Negara muslim. Yang paling nyata adalah invasi AS terhadap Afganistan dan Irak yang diwarnai oleh penyiksaan terhdap para tahanan; kekerasan yang dilakukan oleh tentara Israel terhadap para pejuang Palestina. ketidakadilan dan standar ganda yang diterapkan oleh AS inilah yang memupuk rasa kebencian kalangan Islam Fundamentalis terhadap Barat, terutama Amerika.
Apa yang dilakukan Israel terhadap para pejuang Palestina jelas-jelas tindakan teror, namun AS, sebagai Negara yang mengaku panglima perang perlawanan terhadap terorisme, Negara yang mengaku penjung nilai-nilai HAM dan kebebasan bungkam seribu bahasa seakan mengamini tindak kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh militer Israel.
Catatan di bawah ini mungkin cukup untuk menjadi bukti kebrutalan AS dan sekut-sekutunya:
According to the latest UNICEF report (2006), in 2004 the under-5 infant mortality was 122,000 in Occupied Iraq, 359,000 in Occupied Afghanistan and 1,000 in the occupying country Australia (noting that in 2004 the populations of these countries were 28.1 million, 28.6 million and 19.9 million, respectively)
About 1,300 under-5 year old infants will have died in Occupied Iraq and Afghanistan on Christmas Day alone and 0.5 million will die in the coming year due to non-provision by the US-led Coalition of life-preserving requisites demanded by the Geneva Conventions.
Bahkan kekuatan Iperialisme AS dan sekutunya menekan Negara-negara lemah dalam bidang ekonomi dan politik. Michael Barratt-Brown mengatakan bahwa imperialisme tidak diragukan lagi masih merupakan kekuatan paling besar dalam kaitan ekonomi, politik, dan militer yang dengannya negeri-negeri yang secara ekonomi kurang berkembang tunduk pada mereka yang secara ekonomi lebih berkembang. Kebrutalan ini sudah berjalan cukupa lama. Selama bertahun tahun Amerika Serikat menjalankan politik aktif untuk melakukan intervensi langsung dan terbuka dalam permasalahan di Amerika Tengah dan Selatan: Kuba, Nikaragua, Panama, Chili, Guatamela, Salvador, Grenada telah merasakan bagaimana kedaulatan mereka diserang, mulai dari peperangan langsung hingga kudeta-kudeta dan tindakan-tindakan subversi yang diakui secara terbuka, dari usaha-usaha pembunuhan hingga pemberian bantuan keuangan untuk pasukan-pasukan 'kontra'. Di Asia Timur, Amerika terjun dalam beberapa perang besar, membiayai tindakan-tindakan militer massa yang menyebabkan beratus-ratus ribu orang meninggal di tangan pemerintahan Negara yang 'bersahabat' dengan mereka, menggulingkan pemerintahan (Iran, Isael)
Dalam bidang Informasi dan pemberitaan, kebrutalan Barat, khusunya Amerika memang menjadi ancaman yang serius bagi kemerdekaan Negara-negara lemah dan berkembang di millennium ketiga ini. Anthomi Smith dalam Geopolitics of Information menyatakan bahwa ancaman terhadap kemerdekaan pada akhir abad kedua puluh dari ilmu elektronika baru dapat menjadi lebih besar daripada kolonialisme itu sendiri. Dalam bidang militer, penguasaan terus dilakukan oleh AS meskipun perang dingin telah berakhir. Tahun 2003, hanya dalam beberapa hari saja, mereka sanggup mengganti penguasa di Irak yang sebelumnya mereka menggulingkan rezim Taliban dengan relatif mudah. Tentara Amerika merajalela di berbagai Negara. Kini, AS memiliki sekitar 1.700 instalasi militer yang tersebar di serarus Negara. Suatu gambaran yang menurut Chakmers Johnson, mencerminkan bentuk baru imperialisme. Maka wajarlah apabila Nuqaib Al-attas menngatakan bahwa belum pernah ada peradaban manusia yang membahayakan umat manusia, binatang, tumbuhan dan bahan mineral, seperti peradaban Barat.
Respon Agama terhadap Isu Terorisme dan Dialog Antaragama dan Antarperadaban
Pasca terjadinya tragedi 11 september 2001, hampir semua Negara yang mempunyai kelompok Islam garis keras berupaya sekuat tenaga untuk menyumbangkan berbagai pandangan untuk mengatakan bahwa umat Islam bukan teroris, dan tidak semua aksi teroris itu mewakili umat Islam. Namun demikian hal ini belum mampu menepis kecurigaan Barat terhadap Islam. Oleh Karena itu baik dari kalangan Islam maupun Barat yang mayoritas beragama Kristen bersepakat untuk intens mengadakan dialog antaragama dan peradaban. Paus Johannes Paulus II dan Paus Benekditus XVI sendiri sangat menghormati umat Islam dan bersedia berdialog dengan kalangan Islam.
Sebenarnya ide diadakannya dialog antarperadaban dan antaragama ini sudah lama muncul. Pada tanggal 23-24 Maret 1995, di Jakarta pernah diadakan seminar internasional tentang Islam dan Barat dalam Era Globalisasi. Selanjutnya pada tahun 1996, Perdana Menteri Turki, Necmettin Erbakan dalam makalahnya untuk konferensi IIFTIHAR (International Institute for Technology and Human Resource Development) di Jakarta mengajukan tema "Dialog Peradaban" (Dialogue among Civilization). Usul ini didukung dan dikembangkan oleh intelektual muslim lain, seperti B.J Habibie dan Anwar Ibrahim.
Dialog antarperadaban adalah proses komunikasi dua arah dari dua atau lebih peradaban yang berbeda yang dilakukan oleh aktor dalam berbagai lapisan pemerintahan dan civil society dengan tujuan utama timbulnya saling pengertian dan kerja sama. Dialog dipahami sebagai conversation of cultures, yang berlangsung dalam ruang masyarakat internasional yang memiliki kesamaan komitmen dan berdasarkan penghargaan yang lain sebagai sejajar. Percakapan ini menuntut perenungan dan empati. Perbedaan peradaban mengharuskan, meminjam Habermas, suatu aksi komunikatif (communicative action) dalam ruang publik.
Ide ini mendapat sambutan yang sangat positif, khususnya dari kalangan moderat. Hal ini tercermin dari banyaknya lembaga-lembaga yang memprakarsai dialog antarperadaban. Dialog itu sendiri esensinya ingin menghadirkan citra diri secara seimbang dan proporsional.
Dialog dilakukan karena disadari ada perbedaan atau bahkan konflik, karena dunia berkarakter plural. Pluralisme peradaban merupakan perbedaan perspektif dalam memahami dunia. Pluralisme peradaban agak berbeda dengan pluralisme jenis-jenis lain seperti gender, ras, agama, dan suku. Pluralisme peradaban juga agak berbeda dengan multikulturalisme yang diartikan sebagai kemajemukan budaya dalam sebuah komunitas negara-bangsa.
Sr Patricia Madigan, dari Australia, salah satu peserta dialog antaragama yang diadakan di Yogyakarta pada tanggal 6-7 Desember 2004, menyatakan bahwa dialog antarkelompok moderat dari komunitas berbeda akan mempersempit gerak orang- orang yang ingin melakukan kekerasan. Selain itu, dialog semacam ini menjadi sarana untuk memahami agama orang lain sekaligus mempertebal iman. Mgr Rey Manuel Mousanto, peserta dari Filipina, mengatakan, di negaranya sudah ada konferensi uskup dan ulama sejak tahun 1990-an guna mengurangi prasangka agama di Filipina.
Untuk mengintensifkan dialog antaragama dan peradaban ini peran organisasi-organisasi Islam sangat diperlukan. Untuk tingkat Internasional seperti OKI dan Liga Arab, untuk tingkat nasional, ormas-ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah serta lembaga pemerinta, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Departemen Agama. Tokoh-tokoh agama juga diharapkan dapat memberikan pemahaman ajaran-ajaran agama melalui kurikulum pendidikan Islam secara konprehensif. Hal ini untuk menghindari kesalahan dalam memahami teks-teks agama yang berpotensi untuk disalahtafsirkan demi menjastifikasi anarkisme atau terorisme
DAFTAR PUSTAKA
Adian Husaini (2005), Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekular-Liberal, Jakarta; Gema Insani Press.
Alwi Shihab (2004), Membedah Islam di Barat: Menepis Tudingan Meluruskan Kesalahpahaman, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Anthony Smith (1980), The Geo Politics of Information: How Western Culture Dominates the World, New York: Oxford University Press.
Edward S. Herman (1982), The Real Teror Network: Terorisme in Fact in Propaganda, Boston: South End Press.
Edward W Said (1996), Kebudayaan dan Kekuasaan: Membongkar Mitos Hegemoni Barat, Bandung; Mizan.
http://venus.igalaksi.com/warisan/amerika02j8.htm
http://www.unhchr.ch/html/menu3/b/92.htm
http://www.unicef.org/infobycountry/index.html
John L. Espositi (2002), Unholy War: Terror in the Name of Islam, New York-London: Oxford University Press.
Juhaya S. Praja (2003), Islam Globalisasi & Kontra Terorisme (Islam Pasca Tragedi 911), Bandung: Kaki Langit.
Kompas - (7/12/2004).
Kompas, (29 Oktober 2002).
Loudewijk F. Paulus (2000), Terorisme, Buletin Balitbang Dephan.htm.www.Dephan.com
Mark Juergensmeyer (2003), Terorisme Para Pembela Agama (terj), Jogjakarta: Tawang Press.
Michael Barratt-Borown, (1970), After Imperialism, New York: Humanities.
Najmuddin Ramly (2003), Paradoks Penangan Terorisme, Republika Online http--www_republika_co_id.htm
Nur Cholish Madjid et all (1996), Agama dan Dialog Antarperadaban, Jakarta: Yayasan Paramadina.
Paul Findley (1995), Diplomasi Munafik Ala Yahudi; Mengungkap Fakta Hubungan AS-Israel (terj), Bandung: Mizan.
Samuel P. Huntington (1996), The Clash of Civilization and the Remaking of World Order, New York: Touchtone Books.
Sunardi dan Abdul Wahid (2004), Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, HAM dan Hukum Bandung: PT Refika Aditama.
Whittaker (2000), Terorisme: Understanding Global Threat, New York: Longman London.
*Penulis Adalah Ketua Ikatan Keluarga Alumni Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia (IKPPUII)
»» READMORE...
Abstract
Terorisme merupakan salah satu isu yang fenomenal di awal millennium ketiga ini. Wacana ini semakin mencuat setelah terjadi tragedi runtuhnya menara WTC 11 September 2001. Peristiwa ini banyak membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat dunia. Konstelasi politik global berubah total. Kalangan Barat mencurigai tindak kekerasan yang dilakukan oleh kalangan Islam merupakan sebagai aplikasi dari ajaran jihad yang sering dilekatkan dengan kalangan Islam fundamentalis. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa ada paradoks mengenai isu terorisme dan wacana fundamentalisme.
ISU TERORISME DAN RESPON AGAMA-AGAMA
OLEH: IMAM MUSTOFA
Abstract
Terorisme merupakan salah satu isu yang fenomenal di awal millennium ketiga ini. Wacana ini semakin mencuat setelah terjadi tragedi runtuhnya menara WTC 11 September 2001. Peristiwa ini banyak membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat dunia. Konstelasi politik global berubah total. Kalangan Barat mencurigai tindak kekerasan yang dilakukan oleh kalangan Islam merupakan sebagai aplikasi dari ajaran jihad yang sering dilekatkan dengan kalangan Islam fundamentalis. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa ada paradoks mengenai isu terorisme dan wacana fundamentalisme. Dalam hal ini AS menerapkan standar ganda dalam politik internasional. Di satu sisi ia menjadi "panglima" perang melawan terorisme, selalu mencurigai dan menekan kalangan fundamentalis Islam, namun di sisi lain ia sering melakukan aksi teror dan mendukung mendukung tindakan terorisme. Inilah yang menimbulkan banyaknya tindak kekerasan dari kalangan umat Islam sebagai balasan terhadap aksi teror yang dilakukan oleh AS dan sekutu-sekutunya. Menaggapi isu terorisme ini banyak kalangan, baik Islam maupun Barat yang mayoritas beragama Kristen yang mengajak di adakannya dialog antaragama dan peradaban secara intens.
A. Pendahuluan
Terorisme merupakan salah satu isu yang fenomenal di awal millennium ketiga ini. Isu ini semakin mencuat setelah terjadi tragedi runtuhnya menara WTC 11 September 2001. Peristiwa ini banyak membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat dunia. Konstelasi politik global berubah total. Sebab, Amerika melalui presiden George W. Bush mengeluarkan kebijakan yang cukup mengagetkan dunia. Ia mengatakan bahwa pihak-pihak yang tidak bergabung dengan Amerika untuk memerangi teroris, maka akan menjadi musuh Amerika. “Now for all nations of the world, there only two choice: either they join America, and if they don’t they join the terrorism.
Kebijakan Bush untuk melakukan perang global melawan terorisme berimbas sampai ke Indonesia. Petinggi AS mengatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu sarang teroris. Semula pemerintah tidak menggubris anggapan AS ini, namun setelah terjadi ledakan Bom Bali I tahun 2002, akhirnya pemerintah tidak berdaya melihat kenyataan ini. Bom Bali I menyadarkan pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan peraturan perundang-undangan tentang anti terorisme yang kemudian disahkan menjadi Undang-undang. Bom Bali I ini kemudian disusul dengan berbagai ledakan yang berskala besar, seperti bom J.W. Marriot pada 2003, bom Kuningan tahun 2004, bom Bali II tahun 2005, bom Palu tahun 2006, dan serentetan kejadian mengenaskan lainnya.
Sebenarnya tindakan terorisme ini dilakukan dengan berbagai motif. Menurut Loudewijk F. Paulus terorisme mempunyai berbagai motif yang secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori: rasional, psikologi dan budaya yang kemudian dapat dijabarkan lebih luas. Namun motif yang sering muncul di kancah dunia modern ini antara lain, terorisme untuk mempertahankan atau memperluas daerah jajahan; seperti yang dilakukan oleh tentara-tentara Israel terhadap pejuang Palestina; Memisahkan diri dari pemerintahan yang sah (separatis). IRA (Irish Republica Army) dengan segala bentuk kegiatannya dicap sebagai teroris oleh pemerintah Inggris; Sebagai protes sistem sosial yang berlaku. Brigade Merah Italia, yang bertujuan untuk membebaskan Italia dari kaum kapitalis multinasionalis, oleh pemerintah Italia dimasukkan ke dalam kelompok teroris; Menyingkirkan musuh-mu-suh politik. Banyak digunakan Kadafi untuk menyingkirkan lawan-lawan politiknya dengan cara mengirirnkan Dead Squad untuk membunuh . Yang paling menonjol usaha membunuh bekas PM Libya A. Hamid Bakhoush di Mesir yang menggunakan pembunuh-pembunuh bayaran dari Eropa. Namun akhir-akhir ini terorisme sering dikaitkan dengan motif agama.
Menurut Whittaker, terorisme memang dapat muncul karena ajaran agama atau motivasi agama. Sentimen agama sering menjadi salah satu penyebab radikalisme dan terorisme. Namun demikian aksi terorisme yang marak akhir-akhir ini sebenarnya bukan dilatarbelakangi oleh ajaran agama. Aksi kekerasan tersebut muncul lebih mengarah pada reaksi oleh kelompok yang frustasi dan kecewa terhadap ketidakadilan global dan tindakan Negara-negara Barat, khususnya Amerika yang selalu melakukan teror dan mendukung Israel dalam melakukan teror terhadap para pejuang Palestina. Ketika AS sebagai lambang kapitalisme dan sekularisme mendominasi peradaban Barat, karakteristik benturan kepentingan tidak lagi dibangun atas konsep teologis, dan ideologis. Konflik peradaban lebih dibangun atas kepentingan politik, ekonomi dan pertahanan.
Memang para pelaku ledakan mulai dari WTC, ledakan-ledakan yang terjadi di Indonesia, bom Madrid, bom London dan lain-lain yang berasal dari kalangan Islam fundamentalis. Namun apa yang mereka lakukan hanyalah sebagai reaksi terhadap kebrutalan AS dan sekutu-sekutunya dalam percaturan politik internasional, dan bukan tindakanteror yang muncul di ruang hampa.
Pada dasarnya banyak aksi teror yang dilakukan oleh penganut agama lain, namun yang selalu disorot hanyalah umat Islam. Sebagai contoh, peledakan truk dan bis-bis di Inggris yang dilakukan oleh Gerakan Nasional Katholik Irlandia; serangan gas beracun yang menebar maut yang dilakukan oleh para anggota sekte Hindu-Budha; pengeboman klinik aborsi yang dilakukan oleh para ekstrimis agama Kristen di Amerika, dan serangkaian teror lainnya yang dilakukan dengan membawa simbol agama.
Istilah dan Survei Historis
Dalam menyikapi isu terorisme ini masyarakat dunia yang terpolarisasi kepada Timur dan Barat. Keduanya mempunyai perspektif yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Perbedaan perspektif ini karena belum ada definisi baku yang disepakati tentang terorisme. Menurut sebagian pakar, istilah terorisme merupakan suatu terminologi yang ambigu dan kabur. Michael Kinsley, seorang kolomnis yang menulis dalam Whashinton Post, 5 Oktober 2001, mengatakan bahwa usaha mendefinisikan terorisme adalah sesuatu yang mustahil.
Di kalangan akademisi dan ilmuan sosial-politik pun tidak ada kesepakatan tentang batasan pengertian terorisme. Tidak ada satupun istilah terorisme yang diterima secara universal. Namun demikian para sarjana mempunyai definisi yang sesuai dengan pandangan dan keahliannya masing-masing atau menisbahkannya dengan pandangan penguasa.
Kata “teroris” (pelaku) dan terorisme (aksi) berasal dari kata latin ‘terrere’ yang kurang lebih berarti membuat gemetar atau menggetarkan. Kata ‘teror’ juga bisa menimbulkan kengerian. Pengertian terorisme untuk pertama kali dibahas dalam European Convention on the Suppression of Torrorism (ECST) di Eropa tahun 1977 terjadi perluasan paradigma arti dari Crimes against State menjadi Crimes against humanity. Crimes against Humanity meliputi tindak pidana untuk menciptakan suatu keadaan yang mengakibatkan individu, golongan, dan masyarakat umum ada dalam suasana yang teror. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 1937 mendefinisikan terorisme sebagai segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan langsung kepada Negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas. Sementara itu terorisme di mata penguasa, baik nasional maupun lokal didefinisikan Terorisme is premeditated threat or use of violenceby subnational groups or cladenstine individual intended to intimidate and coerce govermets, to promote political, religious or ideological out comes, and to inculcate fear among the public at large.
Hussein Alatas mendefinisikannya sebagai teroris (pengganas) adalah mereka yang merancang kekuatan sebagai senjata persengketaan terhadap lawan dengan serangan kepada manusia yang tidak terlibat, atau harta benda tanpa menimbang salah atau benar dari segala agama atau moral, berdasarkan atas perhitungan bahwa segalanya itu boleh dilakukan bagi mencapai tujuan matalamat persengketaan.
Bagaiamana pun beragamnya definisi terorisme, akan tetapi yang pasti dan akan diterima banyak orang adalah definisi yang dibuat oleh penguasa dan kekuasaan serta mampu memaksakan kehendaknya degan segala kemampuannya, baik militer, politik, ekonomi, teknologi, dan kekuatan budayanya.
Menurut Noam Chomsky, istilah terorisme mulai digunakan pada abad ke-18 akhir, terutama untuk menunjuk aksi-aksi kekerasan pemerintah yang dimaksudkan untuk menjamin ketaatan rakyat. Istilah ini diterapkan terutama untuk terorisme pembalasan oleh individu atau kelompok-kelompok. Munculnya istilah terorisme ini ditandai dengan bentuk kejahatan murni berupa pembunuhan dan ancaman yang bertujuan mencapai sasaran tertentu. Perkembangannya bermula dari bentuk fanatisme aliran kepercayaan yang kemudian berubah menjadi pembunuhan, baik yang dilakukan secara perorangan maupun oleh suatu kelompok terhadap penguasa yang dianggap sebagai tiran. Pembunuhan terhadap individu ini sudah dapat dikatakan sebagai bentuk murni dari terorisme dengan mengacu pada sejarah terorisme modern.
Adalah Maximilien Robespierre dijuluki sebagai bapak terorisme modern. Robespierre menjalankan pemerintahan Prancis teror. Inilah sebenarnya yang menandai munculnya terorisme di era modern, karena revolusi prancis (French Revolution) adalah model tulisan Karl Marx dan Friedich Engels, dan model bagi tindakan Vladimir Lenin di Rusia. Selain itu, Revolusi Prancis adalah gejala yang timbul pertama kalinya dalam sejarah di mana suatu kelompok revolusioner mengontrol suatu bangsa atau pemerintahan yang sah secara hukum.
Tinta merah aksi terorisme terus menerus tertoreh dalam lembaran sejarah dunia modern, Tiger di Srilanka, Takfir wal-Hijrah di Mesir, Baader-Meinhof di Jerman, Red Brigdes di Italia, Action Directe di Prancis, Irish republican Army di Inggris, Tupak Amaru di di Peru, Aum Shinri Kyo di Jepang dan yeng terakhir adalah kelompok Al-Qaidah yang berbasis di Afghanistan.
Isu Terorisme dan Wacana Islam Fundamentalis
Tuduhan yang dilemparkan terhadap Islam berkaitan dengan terorisme merupakan rekayasa yang dilakukan oleh media masa yang berafiliasi dengan pemerintah Amerika dan rezim Zionis. Sesungguhnya, Islam merupakan agama yang berlandaskan kepada spiritualisme dan moral, serta menentang terorisme dan kekerasan. Berlandaskan kepada ajaran Islam, siapapun yang menyebut dirinya muslim, ia tidak berhak untuk melakukan pembunuhan terhadap orang yang tidak berdosa. Namun demikian, Islam juga memerintahkan umatnya untuk teguh membela hak miliknya dan tanah airnya. Pembelaan terhadap tanah air dan hak milik juga diakui secara resmi oleh undang-undang internasional. Dengan kata lain, pembelaan terhadap tanah air dan hak milik bukanlah sebuah bentuk terorisme.
Menurut John L. Esposito, dalam bukunya "Unholy War" (2002) ketika Osama melakukan jihad melawan Uni-soviet untuk membela tanah air Afghanistan sangat didukung oleh Amerika dan pemerintah Arab Saudi. Bagi Amerika ini adalah perang yang baik dan memberikan dana yang cukup serta para penasehat dari Central Intelligence Agency (CIA). Tapi adanya dukungan ini bukan karena membela tanah air, akan tetapi karena jihad Osamah ketika itu sangat menguntungkan AS.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa ada paradoks mengenai isu terorisme dan wacana fundamentalisme. Dalam hal ini AS menerapkan standar ganda dalam politik internasional. Di satu sisi ia menjadi "panglima" perang melawan terorisme, selalu mencurigai dan menekan kalangan fundamentalis Islam, namun di sisi lain ia mendukung tindakan terorisme. AS sendiri adalah teorisme Negara.
AS juga dengan terang-terangan mendukung Israel yang jelas-jelas melakukan teror terhadap pera pejuang Palestina. Kebrutalan usaha-usaha Israel untuk menekan Palestina pernah dikemukakan oleh menteri pertahanan Yitzhak Rabin. Pada 19 Januari 1988, dia menyiarkan kebijaksanaan "patah tulang" dengan mengatakan bahwa Israel akan menggunakan "kekerasan, kekuatan dan pukulan-pukulan" untuk menekan para pejuang Palestina. Perdana Menteri Yitzhak Shamir juga pernah menyatakan "Tugas kami sekarang adalah menciptakan kembali benteng rasa takut antara orang-orang Palestina dan militer Israel, dan sekali lagi menyebarkan rasa takut akan kematian pada orang-orang Arab di wilayah-wilayah itu untuk mencegah mereka agar tidak menyerang kami lagi"
Di sisi lain ada wacana Islam Fundamentalis atau Islam militan yang sudah lekat dengan berbagai aksi teror sehingga mereka menjadi musuh utama Barat, terutama AS. Media masa menggunakan momentum 11 September untuk menciptakan citra bahwa semua muslimin adalah teroris dan agama Islam adalah agama yang mengajarkan kekerasan. Samuel P. Huntington, ketika berdialog dengan Anthonny Gidden, pada musim semi 2003 mengatakan bahwa militan Islam adalah ancaman bagi Barat. Oleh karena itu mereka harus diperangi. Satu strategi yang memungkinkan adalah dilakukannya serangan dini (preemptive-strike) terhadap ancaman serius dan mendesak. Musuh kita adalah Islam militan.
Rasa kebencian dan frustasi ini diekspresikan dengan berbagai tindak kekerasan seperti peledakan WTC, bom bunuh diri dan berbagai peledakan yang bertujuan untuk melakukan perlawanan terhadap hegemoni AS, imprealisme Barat, dan kapitalisme global. Meskipun demikian pelaku-pelaku kekerasan yang umumnya dari kalangan Islam fundamental ini beralasan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan jihad di jalan Allah. Para pelaku teror di Indonesiapun mengaku bahwa mereka melakukan tindak kekerasan dengan meledakkan berbagai fasilitas fital sebagai jihad dan ungkapan kebencian terhadap AS dan sekutunya seperti Australia. Oleh karena itu perlu adanya reinterpretasi dan reaktualisasi konsep jihad agar tidak disalahgunakan yang mengakibatkan semakin buruknya citra umat Islam di mata umat lainnya.
Terorisme Negara (State Terorrism)
Terorisme negara ini termasuk istilah baru, yang biasanya disebut "terorisme (oleh) negara (state terrorism). Penggagasnya adalah Mahatir Muhammad. Menurutnya, terorisme yang dikerahkan oleh negara, tidak kalah dahsyatnya dengan terorisme personal maupun kolektif. Kalau kedua bentuk teror yang pertama dilakukan secara sembunyi-sembunyi, sedangkan terorisme negara dilakukan secara terang-terangan. Satu-satunya negara yang telah menebarkan teror ke seluruh dinia adalah Amerika Serikat. Dan AS juga adalah satu-satunya negara di dunia yang dikritik oleh Pengadilan Internasional atas tindakan terorismenya.
Noam Cosmky, pakar linguistik pada the Massachussets Institute of Technology mengatakan "we should not forget that the US itself is a leading terrorist state". Dia juga menyatakan bahwa pengeboman atas Afghanistan (oleh pasukan sekutu pimpinan AS) adalah kejahatan lebih besar dari pada teror 11 September, AS adalah terdakwa negara teroris. Edward S. Herman, guru besar di Universitas Penslyvania, dalam bukunya The Real Teror Network (1982), mengungkap fakta-fakta keganjilan kebijakan antiterorisme AS. selama ini AS merupakan pendukung rezim-rezim "teroris" Garcia di Gautamala, Pinochet di Chili dan rezim Apartheid di Afrika Selatan.
AS dan para sekutunya bertindak diskriminatif terhadap kelompok masyarakat tertentu sebagai bentuk ketidakadilan global yang terjadi di banyak Negara, khususnya Negara muslim. Yang paling nyata adalah invasi AS terhadap Afganistan dan Irak yang diwarnai oleh penyiksaan terhdap para tahanan; kekerasan yang dilakukan oleh tentara Israel terhadap para pejuang Palestina. ketidakadilan dan standar ganda yang diterapkan oleh AS inilah yang memupuk rasa kebencian kalangan Islam Fundamentalis terhadap Barat, terutama Amerika.
Apa yang dilakukan Israel terhadap para pejuang Palestina jelas-jelas tindakan teror, namun AS, sebagai Negara yang mengaku panglima perang perlawanan terhadap terorisme, Negara yang mengaku penjung nilai-nilai HAM dan kebebasan bungkam seribu bahasa seakan mengamini tindak kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh militer Israel.
Catatan di bawah ini mungkin cukup untuk menjadi bukti kebrutalan AS dan sekut-sekutunya:
According to the latest UNICEF report (2006), in 2004 the under-5 infant mortality was 122,000 in Occupied Iraq, 359,000 in Occupied Afghanistan and 1,000 in the occupying country Australia (noting that in 2004 the populations of these countries were 28.1 million, 28.6 million and 19.9 million, respectively)
About 1,300 under-5 year old infants will have died in Occupied Iraq and Afghanistan on Christmas Day alone and 0.5 million will die in the coming year due to non-provision by the US-led Coalition of life-preserving requisites demanded by the Geneva Conventions.
Bahkan kekuatan Iperialisme AS dan sekutunya menekan Negara-negara lemah dalam bidang ekonomi dan politik. Michael Barratt-Brown mengatakan bahwa imperialisme tidak diragukan lagi masih merupakan kekuatan paling besar dalam kaitan ekonomi, politik, dan militer yang dengannya negeri-negeri yang secara ekonomi kurang berkembang tunduk pada mereka yang secara ekonomi lebih berkembang. Kebrutalan ini sudah berjalan cukupa lama. Selama bertahun tahun Amerika Serikat menjalankan politik aktif untuk melakukan intervensi langsung dan terbuka dalam permasalahan di Amerika Tengah dan Selatan: Kuba, Nikaragua, Panama, Chili, Guatamela, Salvador, Grenada telah merasakan bagaimana kedaulatan mereka diserang, mulai dari peperangan langsung hingga kudeta-kudeta dan tindakan-tindakan subversi yang diakui secara terbuka, dari usaha-usaha pembunuhan hingga pemberian bantuan keuangan untuk pasukan-pasukan 'kontra'. Di Asia Timur, Amerika terjun dalam beberapa perang besar, membiayai tindakan-tindakan militer massa yang menyebabkan beratus-ratus ribu orang meninggal di tangan pemerintahan Negara yang 'bersahabat' dengan mereka, menggulingkan pemerintahan (Iran, Isael)
Dalam bidang Informasi dan pemberitaan, kebrutalan Barat, khusunya Amerika memang menjadi ancaman yang serius bagi kemerdekaan Negara-negara lemah dan berkembang di millennium ketiga ini. Anthomi Smith dalam Geopolitics of Information menyatakan bahwa ancaman terhadap kemerdekaan pada akhir abad kedua puluh dari ilmu elektronika baru dapat menjadi lebih besar daripada kolonialisme itu sendiri. Dalam bidang militer, penguasaan terus dilakukan oleh AS meskipun perang dingin telah berakhir. Tahun 2003, hanya dalam beberapa hari saja, mereka sanggup mengganti penguasa di Irak yang sebelumnya mereka menggulingkan rezim Taliban dengan relatif mudah. Tentara Amerika merajalela di berbagai Negara. Kini, AS memiliki sekitar 1.700 instalasi militer yang tersebar di serarus Negara. Suatu gambaran yang menurut Chakmers Johnson, mencerminkan bentuk baru imperialisme. Maka wajarlah apabila Nuqaib Al-attas menngatakan bahwa belum pernah ada peradaban manusia yang membahayakan umat manusia, binatang, tumbuhan dan bahan mineral, seperti peradaban Barat.
Respon Agama terhadap Isu Terorisme dan Dialog Antaragama dan Antarperadaban
Pasca terjadinya tragedi 11 september 2001, hampir semua Negara yang mempunyai kelompok Islam garis keras berupaya sekuat tenaga untuk menyumbangkan berbagai pandangan untuk mengatakan bahwa umat Islam bukan teroris, dan tidak semua aksi teroris itu mewakili umat Islam. Namun demikian hal ini belum mampu menepis kecurigaan Barat terhadap Islam. Oleh Karena itu baik dari kalangan Islam maupun Barat yang mayoritas beragama Kristen bersepakat untuk intens mengadakan dialog antaragama dan peradaban. Paus Johannes Paulus II dan Paus Benekditus XVI sendiri sangat menghormati umat Islam dan bersedia berdialog dengan kalangan Islam.
Sebenarnya ide diadakannya dialog antarperadaban dan antaragama ini sudah lama muncul. Pada tanggal 23-24 Maret 1995, di Jakarta pernah diadakan seminar internasional tentang Islam dan Barat dalam Era Globalisasi. Selanjutnya pada tahun 1996, Perdana Menteri Turki, Necmettin Erbakan dalam makalahnya untuk konferensi IIFTIHAR (International Institute for Technology and Human Resource Development) di Jakarta mengajukan tema "Dialog Peradaban" (Dialogue among Civilization). Usul ini didukung dan dikembangkan oleh intelektual muslim lain, seperti B.J Habibie dan Anwar Ibrahim.
Dialog antarperadaban adalah proses komunikasi dua arah dari dua atau lebih peradaban yang berbeda yang dilakukan oleh aktor dalam berbagai lapisan pemerintahan dan civil society dengan tujuan utama timbulnya saling pengertian dan kerja sama. Dialog dipahami sebagai conversation of cultures, yang berlangsung dalam ruang masyarakat internasional yang memiliki kesamaan komitmen dan berdasarkan penghargaan yang lain sebagai sejajar. Percakapan ini menuntut perenungan dan empati. Perbedaan peradaban mengharuskan, meminjam Habermas, suatu aksi komunikatif (communicative action) dalam ruang publik.
Ide ini mendapat sambutan yang sangat positif, khususnya dari kalangan moderat. Hal ini tercermin dari banyaknya lembaga-lembaga yang memprakarsai dialog antarperadaban. Dialog itu sendiri esensinya ingin menghadirkan citra diri secara seimbang dan proporsional.
Dialog dilakukan karena disadari ada perbedaan atau bahkan konflik, karena dunia berkarakter plural. Pluralisme peradaban merupakan perbedaan perspektif dalam memahami dunia. Pluralisme peradaban agak berbeda dengan pluralisme jenis-jenis lain seperti gender, ras, agama, dan suku. Pluralisme peradaban juga agak berbeda dengan multikulturalisme yang diartikan sebagai kemajemukan budaya dalam sebuah komunitas negara-bangsa.
Sr Patricia Madigan, dari Australia, salah satu peserta dialog antaragama yang diadakan di Yogyakarta pada tanggal 6-7 Desember 2004, menyatakan bahwa dialog antarkelompok moderat dari komunitas berbeda akan mempersempit gerak orang- orang yang ingin melakukan kekerasan. Selain itu, dialog semacam ini menjadi sarana untuk memahami agama orang lain sekaligus mempertebal iman. Mgr Rey Manuel Mousanto, peserta dari Filipina, mengatakan, di negaranya sudah ada konferensi uskup dan ulama sejak tahun 1990-an guna mengurangi prasangka agama di Filipina.
Untuk mengintensifkan dialog antaragama dan peradaban ini peran organisasi-organisasi Islam sangat diperlukan. Untuk tingkat Internasional seperti OKI dan Liga Arab, untuk tingkat nasional, ormas-ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah serta lembaga pemerinta, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Departemen Agama. Tokoh-tokoh agama juga diharapkan dapat memberikan pemahaman ajaran-ajaran agama melalui kurikulum pendidikan Islam secara konprehensif. Hal ini untuk menghindari kesalahan dalam memahami teks-teks agama yang berpotensi untuk disalahtafsirkan demi menjastifikasi anarkisme atau terorisme
DAFTAR PUSTAKA
Adian Husaini (2005), Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekular-Liberal, Jakarta; Gema Insani Press.
Alwi Shihab (2004), Membedah Islam di Barat: Menepis Tudingan Meluruskan Kesalahpahaman, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Anthony Smith (1980), The Geo Politics of Information: How Western Culture Dominates the World, New York: Oxford University Press.
Edward S. Herman (1982), The Real Teror Network: Terorisme in Fact in Propaganda, Boston: South End Press.
Edward W Said (1996), Kebudayaan dan Kekuasaan: Membongkar Mitos Hegemoni Barat, Bandung; Mizan.
http://venus.igalaksi.com/warisan/amerika02j8.htm
http://www.unhchr.ch/html/menu3/b/92.htm
http://www.unicef.org/infobycountry/index.html
John L. Espositi (2002), Unholy War: Terror in the Name of Islam, New York-London: Oxford University Press.
Juhaya S. Praja (2003), Islam Globalisasi & Kontra Terorisme (Islam Pasca Tragedi 911), Bandung: Kaki Langit.
Kompas - (7/12/2004).
Kompas, (29 Oktober 2002).
Loudewijk F. Paulus (2000), Terorisme, Buletin Balitbang Dephan.htm.www.Dephan.com
Mark Juergensmeyer (2003), Terorisme Para Pembela Agama (terj), Jogjakarta: Tawang Press.
Michael Barratt-Borown, (1970), After Imperialism, New York: Humanities.
Najmuddin Ramly (2003), Paradoks Penangan Terorisme, Republika Online http--www_republika_co_id.htm
Nur Cholish Madjid et all (1996), Agama dan Dialog Antarperadaban, Jakarta: Yayasan Paramadina.
Paul Findley (1995), Diplomasi Munafik Ala Yahudi; Mengungkap Fakta Hubungan AS-Israel (terj), Bandung: Mizan.
Samuel P. Huntington (1996), The Clash of Civilization and the Remaking of World Order, New York: Touchtone Books.
Sunardi dan Abdul Wahid (2004), Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, HAM dan Hukum Bandung: PT Refika Aditama.
Whittaker (2000), Terorisme: Understanding Global Threat, New York: Longman London.
*Penulis Adalah Ketua Ikatan Keluarga Alumni Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia (IKPPUII)
Label:
UMUM
TERORISME, FUNDAMENTALISME DAN DIALOG ANTARPERADABAN
OLEH: IMAMMUSTOFA*
Terorisme merupakan salah satu isu yang fenomenal di awal millennium ketiga ini. Wacana ini semakin mencuat setelah terjadi tragedi runtuhnya menara WTC 11 September 2001. Peristiwa ini banyak membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat dunia. Konstelasi politik global berubah total. Sebab, Amerika melalu presiden George W. Bush mengeluarkan kebijakan yang cukup mengagetkan dunia. Ia mengatakan bahwa pihak-pihak yang tidak bergabung dengan Amerika untuk memerangi teroris, maka akan menjadi musuh Amerika. “Now for all nations of the world, there only two choices:either they join America, and if they don’t they join the terrorism.
TERORISME, FUNDAMENTALISME DAN DIALOG ANTARPERADABAN
OLEH: IMAMMUSTOFA*
Terorisme merupakan salah satu isu yang fenomenal di awal millennium ketiga ini. Wacana ini semakin mencuat setelah terjadi tragedi runtuhnya menara WTC 11 September 2001. Peristiwa ini banyak membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat dunia. Konstelasi politik global berubah total. Sebab, Amerika melalu presiden George W. Bush mengeluarkan kebijakan yang cukup mengagetkan dunia. Ia mengatakan bahwa pihak-pihak yang tidak bergabung dengan Amerika untuk memerangi teroris, maka akan menjadi musuh Amerika. “Now for all nations of the world, there only two choices:either they join America, and if they don’t they join the terrorism.
Pidato Bush ini merupakan pidato perang global melawan terorisme. Bush nampaknya mencitrakan dirinya sebagai pahlawan bangsanya. Dengan menggandeng sekutu-skutu utamanya, akhirnya Amerika berhasil menggulingkan pemerintahan Taliban karena membangkang tidak mau menyerahkan Usamah bin Laden yang dianggap bertanggung jawab atas tragedi 11 september. Setelah berhasil menggulingkan pemerintah Taliban kemudian Amerika menyerang Irak karena dituduh memiliki senjata pemusnah massal yang dapat membahayakan keamanan global.
Kebijakan Bush untuk melakukan perang global melawan terorisme berimbas sampai ke Indonesia. Petinggi AS mengatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu sarang teroris. Semula pemerintah tidak menggubris anggapan AS ini, namun setelah terjadi ledakan Bom Bali I tahun 2002, akhirnya pemerintah tidak berdaya melihat kenyataan ini. Bom Bali I menyadarkan pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan peraturan perundang-undangan tentang anti terorisme yang kemudian disahkan menjadi Undang-undang. Bom Bali I ini kemudian disusul dengan berbagai ledakan yang berskala besar, seperti bom J.W. Marriot pada 2003, bom Kuningan tahun 2004, bom Bali II tahun 2005, bom Palu tahun 2006, dan serentetan kejadian mengenaskan lainnya.
Sebenarnya tindakan terorisme ini dilakukan dengan berbagai motif. Menurut Loudewijk F. Paulus terorisme mempunyai berbagai motif yang secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori : rasional, psikologi dan budaya yang kemudian dapat dijabarkan lebih luas. Namun motif yang sering muncul di kancah dunia modern ini antara lain, terorisme untuk mempertahankan atau memperluas daerah jajahan; seperti yang dilakukan oleh tentara-tentara Israel terhadap pejuang Palestina; Memisahkan diri dari pemerintahan yang sah (separatis). IRA (Irish Republica Army) dengan segala bentuk kegiatannya dicap sebagai teroris oleh pemerintah Inggris; Sebagai protes sistem sosial yang berlaku. Brigade Merah Italia, yang bertujuan untuk membebaskan Italia dari kaum kapitalis multinasionalis, oleh pemerintah Italia dimasukkan ke dalam kelompok teroris; Menyingkirkan musuh-mu-suh politik. Banyak digunakan Kadafi untuk menyingkirkan lawan-lawan politiknya dengan cara mengirirnkan Dead Squad untuk membunuh . Yang paling menonjol usaha membunuh bekas PM Libya A. Hamid Bakhoush di Mesir yang menggunakan pembunuh-pembunuh bayaran dari Eropa. Namun akhir-akhir ini terorisme sering dikaitkan dengan motif agama.
Menurut Whittaker, terorisme memang dapat muncul karena ajaran agama atau motivasi agama. Sentimen agama sering menjadi salah satu penyebab radikalisme dan terorisme. Menurut Alwi Shihab (1997) sentimen agama di Indonesia merupakan warisan colonial, di mana mereka telah menggantikan sosial politik umat Islam yang berlandaskan ajaran Islam. (Ahmad Syafi'I Maarif: 2000).
Pendapat di atas dikuatkan dengan pengakuan para pelaku ledakan mulai dari WTC, ledakan-ledakan yang terjadi di Indonesia, bom Madrid, bom London dan lain-lain yang berasal dari kalangan Islam fundamentalis yang tertangkap, mereka mengaku menjalankan aksinya atas nama jihad yang merupakan ajaran agama Islam. Selain itu banyak aksi teror yang membawa nama agama, seperti peledakan truk dan bis-bis di Inggris yang dilakukan oleh Gerakan Nasional Katholik Irlandia; serangan gas beracun yang menebar maut yang dilakukan oleh para anggota sekte Hindu-Budha; pengeboman klinik aborsi yang dilakukan oleh para ekstrimis agama Kristen di Amerika, dan serangkaian teror lainnya yang dilakukan dengan membawa simbol agama. (Mark Juergensmeyer).
Istilah dan Survei Historis
Dalam menyikapi isu terorisme ini masyarakat dunia yang terpolarisasi kepada Timur dan Barat, mempunyai perspektif yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Perbedaan perspektif ini cukup wajar, karena memang belum ada definisi baku yang disepakati tentang terorisme. Menurut sebagian pakar, istilah terorisme merupakan suatu terminology yang mabigu dan kabur. Michael Kinsley, seorang kolomnis yang menulis dalam Whashinton Post, 5 Oktober 2001, mengatakan bahwa usaha mendefinisikan terorisme adalah sesuatu yang mustahil.
Di kalangan akademisi dan ilmuan sosial-politikpun tidak ada kesepakatan tentang batasan pengertian teorisme. Tidak ada satupun istilah terorisme yang yang diterima secara universal. Namun demikian para sarjana mempunyai definisi yang sesuai dengan pandangan dan keahliannya masing-masing atau menisbahkannya dengan pandangan penguasa.
Namun definisi yang mereka kemukakan tidak lepas dari kepentingan dan tendensi. Nampaknya memang sangat sulit untuk mendapatkan definisi obyektif tentang istilah terorisme ini. Pada kenyataanya definisi terorisme hanya digunakan untuk mendeskrisitkan kelompok social tertentu atau bahkan sebagai jastifikasi untuk melakukan terror.
Kata “teroris” (pelaku) dan terorisme (aksi) berasal dari kata latin ‘terrere’ yang kurang lebih berarti membuat gemetar atau menggetarkan. Kata ‘teror’ juga bisa menimbulkan kengerian. Pengertian terorisme untuk pertama kali dibahas dalam European Convention on the Suppression of Torrorism (ECST) di Eropa tahun 1977terjadi perluasan paradigma arti dari Crimes against State menjadi Crimes against humanity. Crimes against Humanity meliputi tindak pidana untuk menciptakan suatu keadaaan yang mengakibatkan individu, golongan, dan masyarakatumum ada dalam suasana yang terror. Black’s Law Dictionary mendefinisikan terorisme sebagai kegiatan yang melibatkan unsure kekerasan atau yang menimbulkan efek bahaya bagi kehidupan manusia yang melanggar hukum pidana Amerika, atau Negara bagian Amerika, dan jelas dimaksudkan untuk (i) mengintimidasi penduduk sipil; (ii) mempengaruhi kebijakan pemrintah; (iii) mempengaruhi penyelenggaraan Negara dengan cara penculikan dan pembunuhan.
Konvensi perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) 1937 mendefinisikan terorisme sebagai segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan langsung kepada Negara dengan mekasud menciptakan bentuk terror terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang tau masyarakat luas. Sementara itu teorisme di mata penguasa, baik nasional maupun lokal didefinisikan Terrorisme is premeditated threat or use of violenceby subnational groups or cladenstine individual intended to intimidate and coerce govermets, to promote political, religious or ideological out comes, and to inculcate fear among the public at large.
Sedangkan menurut Hussein Alatas yang dimaksud sebagai teroris (pengganas) adalah mereka yang merancang kekuatan sebagai senjata persengketaaan terhadap lawan dengan serangan kepada manusia yang tidak terlibat, atau harta benda tanpa menimbang salah atau benar dari segia agama atau moral, berdasarkan atas perhitungan bahwa segalanya itu boleh dilakukan bagi mencapai tujuan matalamat persengekataan.
Bagaiamana pun beragamnya definisi terorisme, akan tetapi yang pasti dan akan diterima banyak orang adalah definisi yang dibuat oleh penguasa dan kekuasaan serta mampu memaksakan kehendaknya degan segala kemampuannya, baik militer, politik, ekonomi, teknologi, dan kekuatan budayanya. (Juhaya S. Praja: 2003)
Menurut Noam Chomsky, istilah terorisme mulai digunakan pada abad ke-18 akhir, terutama untuk menunjuk aksi-aksi kekerasan pemerintah yang dimaksudkan untuk menjamin ketaatan rakyat. Istilah ini diterapkan terutama untuk terorisme pembalasan oleh individu atau kelompok-kelompok.
Munculnya istilah terorisme ini ditandai dengan bentuk kejahatan murni berupa pembunuhan dan ancaman yang bertujuan mencapai sasaran tertentu. Perkembangannya bermula dari bentuk fanatisme aliran kepercayaan yang kemudian berubah menjadi pembunuhan, baik yang dilakukan secara perorangan maupun oleh suatu kelompok terhadap penguasa yang dianggap sebagai tiran. Pembunuhan terhadap individu ini sudah dapat dikatakan sebagai bentuk murni dari terorisme dengan mengacu pada sejarah terorisme modern. (Najmuddin Ramly: 2003).
Adalah Maximilien Robespierre dijuluki sebagai bapak terorisme modern. Robespierre menjalankan pemerintahan Prancis teror. Inilah sebenarnya yang menandai munculnya terorisme di era modern, karena revolusi prancis (French Revolution) adalah model tulisan Karl Marx dan Friedich Engels, dan model bagi tindakan Vladimir Lenin di Rusia. Selain itu, Revolusi Prancis adalah gejala yang timbul pertama kalinya dalam sejarah di mana suatu kelompok revolusioner mengontrol suatu bangsa atau pemerintahan yang sah secara hukum. (Le Vebvre: 1965).
Tinta merah aksi terorisme terus menerus tertoreh dalam lembaran sejarah dunia modern, Tiger di Srilanka, Takfir wal-Hijrah di Mesir, Baader-Meinhof di Jerman, Red Brigdes di Italia, Action Directe di Prancis, Irish republican Army di Inggris, Tupak Amaru di di Peru, Aum Shinri Kyo di Jepang dan yeng terakhir adalah kelompok Al-Qaidah yang berbasis di Afghanistan. (Alwi Shihab: 2004).
Paradoks Isu Terorisme dan wacana Islam Fundamentalis
Tuduhan yang dilemparkan terhadap Islam berkaitan dengan terorisme merupakan rekayasa yang dilakukan oleh media masa yang berafiliasi dengan pemerintah Amerika dan rezim Zionis. Sesungguhnya, Islam merupakan agama yang berlandaskan kepada spiritualisme dan moral, serta menentang terorisme dan kekerasan. Berlandaskan kepada ajaran Islam, siapapun yang menyebut dirinya muslim, ia tidak berhak untuk melakukan pembunuhan terhadap orang yang tidak berdosa. Namun demikian, Islam juga memerintahkan umatnya untuk teguh membela hak miliknya dan tanah airnya. Pembelaan terhadap tanah air dan hak milik juga diakui secara resmi oleh undang-undang internasional. Dengan kata lain, pembelaan terhadap tanah air dan hak milik bukanlah sebuah bentuk terorisme.
Menurut John L. Espositi, dalam bukunya "Unholy War" (2002) ketika Osama melakukan jihad melawan Uni-soviet untuk membela tanah air Afghanistan sangat didukung oleh Amerika dan pemerintah Arab Saudi. Bagi Amerika ini adalah perang yang baik dan memberikan dana yang cukup serta para penasehat dari Central Intelligence Agency (CIA). Tapi adanya dukungan ini bukan karena membela tanah air, akan tetapi karena jihad Osamah ketika itu sangat menguntungkan AS.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa ada paradoks mengenai isu terorisme dan wacana fundamentalisme. Dalam hal ini AS menerapkan standar ganda dalam politik internasional. Di satu sisi ia menjadi "panglima" perang melawan terorisme, selalu mencurigai dan menekan kalangan fundamentalis Islam, namun di sisi lain ia mendukung tindakan terorisme. AS sendiri adalah teorisme Negara.
Noam Cosmky, pakar linguistik pada the Massachussets Institute of Technology mengatakan "we should not forget that the US itself is a leading terorist state". dia juga menyatakan bahwa pengeboman atas Afghanistan (oleh pasukan sekutu pimpinan AS) adalah kejahatan lebih besar dari pada teror 11 September, AS adalah terdakwa negara teroris. Edward S. Herman, guru besar di Universitas Penslyvania, dalam bukunya The Real Teror Network (1982), mengungkap fakta-fakta keganjilan kebijakan antiterorisme AS. selama ini AS merupakan pendukung rezim-rezim "teroris" Garcia di Gautamala, Pinochet di Chili dan rezim Apartheid di Afrika Selatan. (Adian Husaini: 2005)
AS juga dengan terang-terangan mendukung Israel yang jelas-jelas melakukan teror terhadap pera pejuang Palestina. Kebrutalan usaha-usaha Israel untuk menekan Palestina pernah dikemukakan oleh menteri pertahanan Yitzhak Rabin. Pada 19 Januari 1988, dia menyiarkan kebijaksanaan "patah tulang" dengan mengatakan bahwa Israel akan menggunakan "kekerasan, kekuatan dan pukulan-pukulan" untuk menekan para pejuang Palestina. Perdana Menteri Yitzhak Shamir juga pernah menyatakan "Tugas kami sekarang adalah menciptakan kembali benteng rasa takut antara orang-orang Palestina dan militer Israel, dan sekali lagi menyebarkan rasa takut akan kematian pada orang-orang Arab di wilayah-wilayah itu untuk mencegah mereka agar tidak menyerang kami lagi"
Apa yang dilakukan Israel terhadap para pejuang Palestina jelas-jelas tindakan teror, namun AS, sebagai Negara yang mengaku panglima perang perlawanan terhadap terorisme, Negara yang mengaku penjung nilai-nilai HAM dan kebebasan bungkam seribu bahasa seakan mengamini tindak kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh aparat Israel.
Di sisi lain ada wacana Islam Fundamentalis atau Islam militan yang sudah lekat dengan berbagai aksi teror sehingga mereka menjadi musuh utama Barat, terutama AS. Media masa menggunakan momentum 11 September untuk menciptakan citra bahwa semua muslimin adalah teroris dan agama Islam adalah agama yang mengajarkan kekerasan. Samuel P. Huntington, ketika berdialog dengan Anthonny Gidden, pada musim semi 2003 mengatakan bahwa militan Islam adalah ancaman bagi Barat. Oleh karena itu mereka harus diperangi. Satu strategi yang memungkinkan adalah dilakukannya serangan dini (preemptive-strike) terhadap ancaman serius dan mendesak. Musuh kita adalah Islam militan.
Padahal adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh kaum fundamentalis atau Islam militan karena adanya ketidakadilan global. Tindak diskriminatif terhadap kelompok masyarakat tertentu sebagai bentuk ketidakadilan global yang terjadi di banyak negara. Yang paling nyata adalah invasi AS terhadap Afganistan dan Irak yang diwarnai oleh penyiksaan terhdap para tahanan; kekerasan yang dilakukan oleh tentara Israel terhadap para pejuang Palestina. Kalau kita lihat dari definisi terorisme secara obyektif, tindakan-tindakan ini merupakan terrorisme, bahkan dilakukan secara terorganisir oleh suatu bangsa terhadap bangsa yang lain. Mereka sengaja menebar rasa ketakutan, kepanikan, ancaman kehilangan masa depan terhadap bangsa yang mereka invasi atau jajah. Dari sedikit pemaparan di atas nampak sangat jelas bahwa ketidak adilan dan standar ganda yang diterapkan oleh AS memupuk rasa kebencian kalangan Islam Fundamentalis terhadap Barat, terutama Amerika.
Maka wajarlah apabila sebagian besar pelaku tindakan kekerasan terhadap obyek-obyek Barat selama ini selalu beralasan bahwa tindakan mereka sebagai balasan terhadap kezaliman dan reaksi terhadap ketidakadilan global, terutama negara besar pengusung ideologi Kapitalisme, yakni AS dan sekutunya—termasuk Australia—terhadap kaum Muslim di seluruh dunia. Dari dokumen rekaman yang ditemukan polisi yang ditemukan di Semarang, para pelaku peledakan bom di Indonesia mengaku bahwa apa yang mereka lakukan adalah sebagai balasan terhadap kebrutalan AS. Bahkan sebuah buku ditulis dengan judl "Imam Samudra: Aku Melawan Teroris". Contoh lain seperti munculnya rasa kebencian dari kalangan Islam, seperti Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) terhadap pemerintah Amerika Serikat karena keberpihakan kebijakan luar negeri pemerintah AS kepada kepentingan politik Israel dan penyerangan terhadap Irak.
Karena itu, radikalisme yang dituduhkan kalangan Barat sebagai tindakan terorisme kalangan Islam, tidak muncul dalam ruang hampa. Kekerasan struktural dan ketidak-adilan global yang merugikan umat Islam, menjadi pendorong lahirnya radikalisme. Dalam buku Islam: Continuity and Change in the Modern World, John Obert Voll, menyebutkan bahwa gerakan militan Islam tercipta dari dominasi negara-negara maju terhadap negara taklukan (1982). Dalam acara Dialog Antarumat Beragama dan Kekerasan Pada 6-7 Desember 2004 di Yogyakarta, Syafii Ma'arif menyatakan bahwa selama selama terorisme negara tidak dihentikan maka kekerasan dan konflik tidak akan berakhir. Karena itu, menurutnya, terorisme bisa dihentikan dengan menghentikan terorisme negara.
AS mengecam tindak kekerasan, mewajibkan semua Negara di dunia ini untuk menerapkan demokrasi dan HAM, namun di sisi lain AS sendiri melanggar secara terang-terangan dan penuh rasa bangga terhadap nilai-nilai demokrasi dan HAM. Tindak kekerasan sudah menjadi kebiasaan militer sekutu yang dipimpinnya. Oleh karena itu banyak kalangan Islam yang melakukan kekerasan sebagai balasan terhadap aksi terror AS dan sekutunya.
Respon agama terhadap isu terorisme dan Dialog antaragama dan antarperadaban
Pasca terjadinya tragedi 11 september 2001, hampir semua Negara yang mempunyai kelompok Islam garis keras berupaya sekuat tenaga untuk menyumbangkan berbagai pandangan untuk mengatakan bahwa umat Islam bukan teroris, dan tidak semua aksi teroris itu mewakili umat Islam. Namun demikian hal ini belum mampu menepis kecurigaan Barat terhadap Islam. Oleh Karena itu baik dari kalangan Islam maupun Barat yang mayoritas beragama Kristen bersepakat untuk intens mengadakan dialog antaragama dan peradaban. Paus Johannes Paulus II dan Paus Benekditus XVI sendiri sangat menghormati umat Islam dan bersedia berdialog dengan kalangan Islam.
Mmang tidak satu agamapun di dunia ini yang membolehkan apalagi menganjurkan tindakan teror. Ketika isu terorisme mencuat ke permukaan, berbagai reaksi muncul dari kalangan agamawan. Dari kalangan Islam yang notabene banyak menjadi obyek tuduhan aksi teror, dengan sigap kaum intelektual muslim meng-conter dengan berdalih bahwa mereka yang melakukan teror dengan atas nama Islam sangat jauh menyimpang dari nilai-nilai Islam yang sebenarnya. Tokoh-tokoh dan intelektual muslim berusaha menjelaskan bahwa agama Islam adalah agama yang cinta damai, agama kasih sayang, agama humanis, agama santun, menjunjung HAM dan berbagai sifat terpuji lainnya. Dan sebaliknya mereka mengecam semua tindakan teror karena tidak ada ajaran Islam yang membolehkan melakukan anarkisme atau terorisme. Kalangan agamawan lain juga bereaksi, para pengusung dialog antarumat beragama sering mengklaim bahwa para teroris, militan dan kelompok fundamentalis memiliki karakter menganggap dirinya paling benar, padahal apa yang mereka lakukan tidak sesusai dengan ajaran agama manapun. Maka dari itu, banyak kalangan baik dari Islam, Kristen ataupun Barat yang menganjurkan diadakannya dialog antaragama dan antarperadaban.
Sebenarnya ide diadakannya dialog antarperadaban dan antaragama ini sudah lama muncul. Pada tanggal 23-24 Maret 1995, di Jakarta pernah diadakan seminar internasional tentang Islam dan Barat dalam Era Globalisasi. (Nur Cholish et all: 1996) Selanjutnya pada tahun 1996, Perdana Menteri Turki, Necmettin Erbakan dalam makalahnya untuk konferensi IIFTIHAR (International Institute for Technology and Human Resource Development) di Jakarta mengajukan tema "Dialog Peradaban" (Dialogue among Civilization). Usul ini didukung dan dikembangkan oleh intelektual muslim lain, seperti B.J Habibie dan Anwar Ibrahim. (Adian Husaini: 2005).
Dialog antarperadaban adalah proses komunikasi dua arah dari dua atau lebih peradaban yang berbeda yang dilakukan oleh aktor dalam berbagai lapisan pemerintahan dan civil society dengan tujuan utama timbulnya saling pengertian dan kerja sama. Dialog dipahami sebagai conversation of cultures, yang berlangsung dalam ruang masyarakat internasional yang memiliki kesamaan komitmen dan berdasarkan penghargaan yang lain sebagai sejajar. Percakapan ini menuntut perenungan dan empati. Perbedaan peradaban mengharuskan, meminjam Habermas, suatu aksi komunikatif (communicative action) dalam ruang publik.
Dialog dilakukan karena disadari ada perbedaan atau bahkan konflik, karena dunia berkarakter plural. Pluralisme peradaban merupakan perbedaan perspektif dalam memahami dunia. Pluralisme peradaban agak berbeda dengan pluralisme jenis-jenis lain seperti gender, ras, agama, dan suku. Pluralisme peradaban juga agak berbeda dengan multikulturalisme yang diartikan sebagai kemajemukan budaya dalam sebuah komunitas negara-bangsa. Dan perbedaan peradaban ini yang menimbulkan jurang yang menganga antara Islam dan Barat. Oleh karena itu dialog dilakukan untuk menciptakan keharmonisan hubungan antara Islam dengan negara-negara Barat yang notabene mayoritas beragama Kristen.
Dalam kaitan dengan sejarah hubungan Islam-Barat, memang banyak peristiwa sejarah yang masih menjadi memori kelabu dalam memori kolektif Barat. Memori ini tampak terbuka setelah isu terorisme yang secara terang-terangan memojokkan posisi umat Islam. Ada sebagian orang yang memanfaatkan situasi dunia yang dipenuhi oleh hiruk pikuk perang melawan terorisme, untuk menyejajarkan Islam dengan faham kekerasan dan umat Islam dengan kelompok teroris. Untuk tujuan itu, mereka menenuhi media massa dengan berbagai makalah dan artikel serta membuat sejumlah film yang isinya memojokkan Islam dan umat muslim. Bahkan kerenggangan hubungan ini juga terjadi pada negara-negara Islam selama ini sangat akrab dengan AS yaitu Kerajaan Arab Saudi (KSA).
Ide untuk melakukan dialog secara intens ini mendapat sambutan yang sangat positif, khususnya dari kalangan moderat. Hal ini tercermin dari banyaknya lembaga-lembaga yang memprakarsai dialog antarperadaban. Dialog itu sendiri esensinya ingin menghadirkan citra diri secara seimbang dan proporsional.
Sr Patricia Madigan, dari Australia, salah satu peserta dialog antaragama yang diadakan di Yogyakarta pada tanggal 6-7 Desember 2004, menyatakan bahwa dialog antarkelompok moderat dari komunitas berbeda akan mempersempit gerak orang- orang yang ingin melakukan kekerasan. Selain itu, dialog semacam ini menjadi sarana untuk memahami agama orang lain sekaligus mempertebal iman. Mgr Rey Manuel Mousanto, peserta dari Filipina, mengatakan, di negaranya sudah ada konferensi uskup dan ulama sejak tahun 1990-an guna mengurangi prasangka agama di Filipina. (Kompas - (7/12/2004).
Untuk mengintensifkan dialog antaragama dan peradaban ini peran organisasi-organisasi Islam sangat diperlukan. Untuk tingkat Internasional seperti OKI dan Liga Arab, untuk tingkat nasional, ormas-ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah serta lembaga pemerinta, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Departemen Agama. Tokoh-tokoh agama juga diharapkan dapat memberikan pemahaman ajaran-ajaran agama melalui kurikulum pendidikan Islam secara konprehensif. Hal ini untuk menghindari kesalahan dalam memahami teks-teks agama yang berpotensi untuk disalahtafsirkan demi menjastifikasi anarkisme atau terorisme yang akan semakin memperburuk nama Islam di mata internasional, khusunya Barat.
*Penulis Adalah Ketua Ikatan Keluarga Alumni Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia (IKPPUII)
»» READMORE...
Terorisme merupakan salah satu isu yang fenomenal di awal millennium ketiga ini. Wacana ini semakin mencuat setelah terjadi tragedi runtuhnya menara WTC 11 September 2001. Peristiwa ini banyak membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat dunia. Konstelasi politik global berubah total. Sebab, Amerika melalu presiden George W. Bush mengeluarkan kebijakan yang cukup mengagetkan dunia. Ia mengatakan bahwa pihak-pihak yang tidak bergabung dengan Amerika untuk memerangi teroris, maka akan menjadi musuh Amerika. “Now for all nations of the world, there only two choices:either they join America, and if they don’t they join the terrorism.
TERORISME, FUNDAMENTALISME DAN DIALOG ANTARPERADABAN
OLEH: IMAMMUSTOFA*
Terorisme merupakan salah satu isu yang fenomenal di awal millennium ketiga ini. Wacana ini semakin mencuat setelah terjadi tragedi runtuhnya menara WTC 11 September 2001. Peristiwa ini banyak membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat dunia. Konstelasi politik global berubah total. Sebab, Amerika melalu presiden George W. Bush mengeluarkan kebijakan yang cukup mengagetkan dunia. Ia mengatakan bahwa pihak-pihak yang tidak bergabung dengan Amerika untuk memerangi teroris, maka akan menjadi musuh Amerika. “Now for all nations of the world, there only two choices:either they join America, and if they don’t they join the terrorism.
Pidato Bush ini merupakan pidato perang global melawan terorisme. Bush nampaknya mencitrakan dirinya sebagai pahlawan bangsanya. Dengan menggandeng sekutu-skutu utamanya, akhirnya Amerika berhasil menggulingkan pemerintahan Taliban karena membangkang tidak mau menyerahkan Usamah bin Laden yang dianggap bertanggung jawab atas tragedi 11 september. Setelah berhasil menggulingkan pemerintah Taliban kemudian Amerika menyerang Irak karena dituduh memiliki senjata pemusnah massal yang dapat membahayakan keamanan global.
Kebijakan Bush untuk melakukan perang global melawan terorisme berimbas sampai ke Indonesia. Petinggi AS mengatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu sarang teroris. Semula pemerintah tidak menggubris anggapan AS ini, namun setelah terjadi ledakan Bom Bali I tahun 2002, akhirnya pemerintah tidak berdaya melihat kenyataan ini. Bom Bali I menyadarkan pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan peraturan perundang-undangan tentang anti terorisme yang kemudian disahkan menjadi Undang-undang. Bom Bali I ini kemudian disusul dengan berbagai ledakan yang berskala besar, seperti bom J.W. Marriot pada 2003, bom Kuningan tahun 2004, bom Bali II tahun 2005, bom Palu tahun 2006, dan serentetan kejadian mengenaskan lainnya.
Sebenarnya tindakan terorisme ini dilakukan dengan berbagai motif. Menurut Loudewijk F. Paulus terorisme mempunyai berbagai motif yang secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori : rasional, psikologi dan budaya yang kemudian dapat dijabarkan lebih luas. Namun motif yang sering muncul di kancah dunia modern ini antara lain, terorisme untuk mempertahankan atau memperluas daerah jajahan; seperti yang dilakukan oleh tentara-tentara Israel terhadap pejuang Palestina; Memisahkan diri dari pemerintahan yang sah (separatis). IRA (Irish Republica Army) dengan segala bentuk kegiatannya dicap sebagai teroris oleh pemerintah Inggris; Sebagai protes sistem sosial yang berlaku. Brigade Merah Italia, yang bertujuan untuk membebaskan Italia dari kaum kapitalis multinasionalis, oleh pemerintah Italia dimasukkan ke dalam kelompok teroris; Menyingkirkan musuh-mu-suh politik. Banyak digunakan Kadafi untuk menyingkirkan lawan-lawan politiknya dengan cara mengirirnkan Dead Squad untuk membunuh . Yang paling menonjol usaha membunuh bekas PM Libya A. Hamid Bakhoush di Mesir yang menggunakan pembunuh-pembunuh bayaran dari Eropa. Namun akhir-akhir ini terorisme sering dikaitkan dengan motif agama.
Menurut Whittaker, terorisme memang dapat muncul karena ajaran agama atau motivasi agama. Sentimen agama sering menjadi salah satu penyebab radikalisme dan terorisme. Menurut Alwi Shihab (1997) sentimen agama di Indonesia merupakan warisan colonial, di mana mereka telah menggantikan sosial politik umat Islam yang berlandaskan ajaran Islam. (Ahmad Syafi'I Maarif: 2000).
Pendapat di atas dikuatkan dengan pengakuan para pelaku ledakan mulai dari WTC, ledakan-ledakan yang terjadi di Indonesia, bom Madrid, bom London dan lain-lain yang berasal dari kalangan Islam fundamentalis yang tertangkap, mereka mengaku menjalankan aksinya atas nama jihad yang merupakan ajaran agama Islam. Selain itu banyak aksi teror yang membawa nama agama, seperti peledakan truk dan bis-bis di Inggris yang dilakukan oleh Gerakan Nasional Katholik Irlandia; serangan gas beracun yang menebar maut yang dilakukan oleh para anggota sekte Hindu-Budha; pengeboman klinik aborsi yang dilakukan oleh para ekstrimis agama Kristen di Amerika, dan serangkaian teror lainnya yang dilakukan dengan membawa simbol agama. (Mark Juergensmeyer).
Istilah dan Survei Historis
Dalam menyikapi isu terorisme ini masyarakat dunia yang terpolarisasi kepada Timur dan Barat, mempunyai perspektif yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Perbedaan perspektif ini cukup wajar, karena memang belum ada definisi baku yang disepakati tentang terorisme. Menurut sebagian pakar, istilah terorisme merupakan suatu terminology yang mabigu dan kabur. Michael Kinsley, seorang kolomnis yang menulis dalam Whashinton Post, 5 Oktober 2001, mengatakan bahwa usaha mendefinisikan terorisme adalah sesuatu yang mustahil.
Di kalangan akademisi dan ilmuan sosial-politikpun tidak ada kesepakatan tentang batasan pengertian teorisme. Tidak ada satupun istilah terorisme yang yang diterima secara universal. Namun demikian para sarjana mempunyai definisi yang sesuai dengan pandangan dan keahliannya masing-masing atau menisbahkannya dengan pandangan penguasa.
Namun definisi yang mereka kemukakan tidak lepas dari kepentingan dan tendensi. Nampaknya memang sangat sulit untuk mendapatkan definisi obyektif tentang istilah terorisme ini. Pada kenyataanya definisi terorisme hanya digunakan untuk mendeskrisitkan kelompok social tertentu atau bahkan sebagai jastifikasi untuk melakukan terror.
Kata “teroris” (pelaku) dan terorisme (aksi) berasal dari kata latin ‘terrere’ yang kurang lebih berarti membuat gemetar atau menggetarkan. Kata ‘teror’ juga bisa menimbulkan kengerian. Pengertian terorisme untuk pertama kali dibahas dalam European Convention on the Suppression of Torrorism (ECST) di Eropa tahun 1977terjadi perluasan paradigma arti dari Crimes against State menjadi Crimes against humanity. Crimes against Humanity meliputi tindak pidana untuk menciptakan suatu keadaaan yang mengakibatkan individu, golongan, dan masyarakatumum ada dalam suasana yang terror. Black’s Law Dictionary mendefinisikan terorisme sebagai kegiatan yang melibatkan unsure kekerasan atau yang menimbulkan efek bahaya bagi kehidupan manusia yang melanggar hukum pidana Amerika, atau Negara bagian Amerika, dan jelas dimaksudkan untuk (i) mengintimidasi penduduk sipil; (ii) mempengaruhi kebijakan pemrintah; (iii) mempengaruhi penyelenggaraan Negara dengan cara penculikan dan pembunuhan.
Konvensi perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) 1937 mendefinisikan terorisme sebagai segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan langsung kepada Negara dengan mekasud menciptakan bentuk terror terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang tau masyarakat luas. Sementara itu teorisme di mata penguasa, baik nasional maupun lokal didefinisikan Terrorisme is premeditated threat or use of violenceby subnational groups or cladenstine individual intended to intimidate and coerce govermets, to promote political, religious or ideological out comes, and to inculcate fear among the public at large.
Sedangkan menurut Hussein Alatas yang dimaksud sebagai teroris (pengganas) adalah mereka yang merancang kekuatan sebagai senjata persengketaaan terhadap lawan dengan serangan kepada manusia yang tidak terlibat, atau harta benda tanpa menimbang salah atau benar dari segia agama atau moral, berdasarkan atas perhitungan bahwa segalanya itu boleh dilakukan bagi mencapai tujuan matalamat persengekataan.
Bagaiamana pun beragamnya definisi terorisme, akan tetapi yang pasti dan akan diterima banyak orang adalah definisi yang dibuat oleh penguasa dan kekuasaan serta mampu memaksakan kehendaknya degan segala kemampuannya, baik militer, politik, ekonomi, teknologi, dan kekuatan budayanya. (Juhaya S. Praja: 2003)
Menurut Noam Chomsky, istilah terorisme mulai digunakan pada abad ke-18 akhir, terutama untuk menunjuk aksi-aksi kekerasan pemerintah yang dimaksudkan untuk menjamin ketaatan rakyat. Istilah ini diterapkan terutama untuk terorisme pembalasan oleh individu atau kelompok-kelompok.
Munculnya istilah terorisme ini ditandai dengan bentuk kejahatan murni berupa pembunuhan dan ancaman yang bertujuan mencapai sasaran tertentu. Perkembangannya bermula dari bentuk fanatisme aliran kepercayaan yang kemudian berubah menjadi pembunuhan, baik yang dilakukan secara perorangan maupun oleh suatu kelompok terhadap penguasa yang dianggap sebagai tiran. Pembunuhan terhadap individu ini sudah dapat dikatakan sebagai bentuk murni dari terorisme dengan mengacu pada sejarah terorisme modern. (Najmuddin Ramly: 2003).
Adalah Maximilien Robespierre dijuluki sebagai bapak terorisme modern. Robespierre menjalankan pemerintahan Prancis teror. Inilah sebenarnya yang menandai munculnya terorisme di era modern, karena revolusi prancis (French Revolution) adalah model tulisan Karl Marx dan Friedich Engels, dan model bagi tindakan Vladimir Lenin di Rusia. Selain itu, Revolusi Prancis adalah gejala yang timbul pertama kalinya dalam sejarah di mana suatu kelompok revolusioner mengontrol suatu bangsa atau pemerintahan yang sah secara hukum. (Le Vebvre: 1965).
Tinta merah aksi terorisme terus menerus tertoreh dalam lembaran sejarah dunia modern, Tiger di Srilanka, Takfir wal-Hijrah di Mesir, Baader-Meinhof di Jerman, Red Brigdes di Italia, Action Directe di Prancis, Irish republican Army di Inggris, Tupak Amaru di di Peru, Aum Shinri Kyo di Jepang dan yeng terakhir adalah kelompok Al-Qaidah yang berbasis di Afghanistan. (Alwi Shihab: 2004).
Paradoks Isu Terorisme dan wacana Islam Fundamentalis
Tuduhan yang dilemparkan terhadap Islam berkaitan dengan terorisme merupakan rekayasa yang dilakukan oleh media masa yang berafiliasi dengan pemerintah Amerika dan rezim Zionis. Sesungguhnya, Islam merupakan agama yang berlandaskan kepada spiritualisme dan moral, serta menentang terorisme dan kekerasan. Berlandaskan kepada ajaran Islam, siapapun yang menyebut dirinya muslim, ia tidak berhak untuk melakukan pembunuhan terhadap orang yang tidak berdosa. Namun demikian, Islam juga memerintahkan umatnya untuk teguh membela hak miliknya dan tanah airnya. Pembelaan terhadap tanah air dan hak milik juga diakui secara resmi oleh undang-undang internasional. Dengan kata lain, pembelaan terhadap tanah air dan hak milik bukanlah sebuah bentuk terorisme.
Menurut John L. Espositi, dalam bukunya "Unholy War" (2002) ketika Osama melakukan jihad melawan Uni-soviet untuk membela tanah air Afghanistan sangat didukung oleh Amerika dan pemerintah Arab Saudi. Bagi Amerika ini adalah perang yang baik dan memberikan dana yang cukup serta para penasehat dari Central Intelligence Agency (CIA). Tapi adanya dukungan ini bukan karena membela tanah air, akan tetapi karena jihad Osamah ketika itu sangat menguntungkan AS.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa ada paradoks mengenai isu terorisme dan wacana fundamentalisme. Dalam hal ini AS menerapkan standar ganda dalam politik internasional. Di satu sisi ia menjadi "panglima" perang melawan terorisme, selalu mencurigai dan menekan kalangan fundamentalis Islam, namun di sisi lain ia mendukung tindakan terorisme. AS sendiri adalah teorisme Negara.
Noam Cosmky, pakar linguistik pada the Massachussets Institute of Technology mengatakan "we should not forget that the US itself is a leading terorist state". dia juga menyatakan bahwa pengeboman atas Afghanistan (oleh pasukan sekutu pimpinan AS) adalah kejahatan lebih besar dari pada teror 11 September, AS adalah terdakwa negara teroris. Edward S. Herman, guru besar di Universitas Penslyvania, dalam bukunya The Real Teror Network (1982), mengungkap fakta-fakta keganjilan kebijakan antiterorisme AS. selama ini AS merupakan pendukung rezim-rezim "teroris" Garcia di Gautamala, Pinochet di Chili dan rezim Apartheid di Afrika Selatan. (Adian Husaini: 2005)
AS juga dengan terang-terangan mendukung Israel yang jelas-jelas melakukan teror terhadap pera pejuang Palestina. Kebrutalan usaha-usaha Israel untuk menekan Palestina pernah dikemukakan oleh menteri pertahanan Yitzhak Rabin. Pada 19 Januari 1988, dia menyiarkan kebijaksanaan "patah tulang" dengan mengatakan bahwa Israel akan menggunakan "kekerasan, kekuatan dan pukulan-pukulan" untuk menekan para pejuang Palestina. Perdana Menteri Yitzhak Shamir juga pernah menyatakan "Tugas kami sekarang adalah menciptakan kembali benteng rasa takut antara orang-orang Palestina dan militer Israel, dan sekali lagi menyebarkan rasa takut akan kematian pada orang-orang Arab di wilayah-wilayah itu untuk mencegah mereka agar tidak menyerang kami lagi"
Apa yang dilakukan Israel terhadap para pejuang Palestina jelas-jelas tindakan teror, namun AS, sebagai Negara yang mengaku panglima perang perlawanan terhadap terorisme, Negara yang mengaku penjung nilai-nilai HAM dan kebebasan bungkam seribu bahasa seakan mengamini tindak kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh aparat Israel.
Di sisi lain ada wacana Islam Fundamentalis atau Islam militan yang sudah lekat dengan berbagai aksi teror sehingga mereka menjadi musuh utama Barat, terutama AS. Media masa menggunakan momentum 11 September untuk menciptakan citra bahwa semua muslimin adalah teroris dan agama Islam adalah agama yang mengajarkan kekerasan. Samuel P. Huntington, ketika berdialog dengan Anthonny Gidden, pada musim semi 2003 mengatakan bahwa militan Islam adalah ancaman bagi Barat. Oleh karena itu mereka harus diperangi. Satu strategi yang memungkinkan adalah dilakukannya serangan dini (preemptive-strike) terhadap ancaman serius dan mendesak. Musuh kita adalah Islam militan.
Padahal adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh kaum fundamentalis atau Islam militan karena adanya ketidakadilan global. Tindak diskriminatif terhadap kelompok masyarakat tertentu sebagai bentuk ketidakadilan global yang terjadi di banyak negara. Yang paling nyata adalah invasi AS terhadap Afganistan dan Irak yang diwarnai oleh penyiksaan terhdap para tahanan; kekerasan yang dilakukan oleh tentara Israel terhadap para pejuang Palestina. Kalau kita lihat dari definisi terorisme secara obyektif, tindakan-tindakan ini merupakan terrorisme, bahkan dilakukan secara terorganisir oleh suatu bangsa terhadap bangsa yang lain. Mereka sengaja menebar rasa ketakutan, kepanikan, ancaman kehilangan masa depan terhadap bangsa yang mereka invasi atau jajah. Dari sedikit pemaparan di atas nampak sangat jelas bahwa ketidak adilan dan standar ganda yang diterapkan oleh AS memupuk rasa kebencian kalangan Islam Fundamentalis terhadap Barat, terutama Amerika.
Maka wajarlah apabila sebagian besar pelaku tindakan kekerasan terhadap obyek-obyek Barat selama ini selalu beralasan bahwa tindakan mereka sebagai balasan terhadap kezaliman dan reaksi terhadap ketidakadilan global, terutama negara besar pengusung ideologi Kapitalisme, yakni AS dan sekutunya—termasuk Australia—terhadap kaum Muslim di seluruh dunia. Dari dokumen rekaman yang ditemukan polisi yang ditemukan di Semarang, para pelaku peledakan bom di Indonesia mengaku bahwa apa yang mereka lakukan adalah sebagai balasan terhadap kebrutalan AS. Bahkan sebuah buku ditulis dengan judl "Imam Samudra: Aku Melawan Teroris". Contoh lain seperti munculnya rasa kebencian dari kalangan Islam, seperti Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) terhadap pemerintah Amerika Serikat karena keberpihakan kebijakan luar negeri pemerintah AS kepada kepentingan politik Israel dan penyerangan terhadap Irak.
Karena itu, radikalisme yang dituduhkan kalangan Barat sebagai tindakan terorisme kalangan Islam, tidak muncul dalam ruang hampa. Kekerasan struktural dan ketidak-adilan global yang merugikan umat Islam, menjadi pendorong lahirnya radikalisme. Dalam buku Islam: Continuity and Change in the Modern World, John Obert Voll, menyebutkan bahwa gerakan militan Islam tercipta dari dominasi negara-negara maju terhadap negara taklukan (1982). Dalam acara Dialog Antarumat Beragama dan Kekerasan Pada 6-7 Desember 2004 di Yogyakarta, Syafii Ma'arif menyatakan bahwa selama selama terorisme negara tidak dihentikan maka kekerasan dan konflik tidak akan berakhir. Karena itu, menurutnya, terorisme bisa dihentikan dengan menghentikan terorisme negara.
AS mengecam tindak kekerasan, mewajibkan semua Negara di dunia ini untuk menerapkan demokrasi dan HAM, namun di sisi lain AS sendiri melanggar secara terang-terangan dan penuh rasa bangga terhadap nilai-nilai demokrasi dan HAM. Tindak kekerasan sudah menjadi kebiasaan militer sekutu yang dipimpinnya. Oleh karena itu banyak kalangan Islam yang melakukan kekerasan sebagai balasan terhadap aksi terror AS dan sekutunya.
Respon agama terhadap isu terorisme dan Dialog antaragama dan antarperadaban
Pasca terjadinya tragedi 11 september 2001, hampir semua Negara yang mempunyai kelompok Islam garis keras berupaya sekuat tenaga untuk menyumbangkan berbagai pandangan untuk mengatakan bahwa umat Islam bukan teroris, dan tidak semua aksi teroris itu mewakili umat Islam. Namun demikian hal ini belum mampu menepis kecurigaan Barat terhadap Islam. Oleh Karena itu baik dari kalangan Islam maupun Barat yang mayoritas beragama Kristen bersepakat untuk intens mengadakan dialog antaragama dan peradaban. Paus Johannes Paulus II dan Paus Benekditus XVI sendiri sangat menghormati umat Islam dan bersedia berdialog dengan kalangan Islam.
Mmang tidak satu agamapun di dunia ini yang membolehkan apalagi menganjurkan tindakan teror. Ketika isu terorisme mencuat ke permukaan, berbagai reaksi muncul dari kalangan agamawan. Dari kalangan Islam yang notabene banyak menjadi obyek tuduhan aksi teror, dengan sigap kaum intelektual muslim meng-conter dengan berdalih bahwa mereka yang melakukan teror dengan atas nama Islam sangat jauh menyimpang dari nilai-nilai Islam yang sebenarnya. Tokoh-tokoh dan intelektual muslim berusaha menjelaskan bahwa agama Islam adalah agama yang cinta damai, agama kasih sayang, agama humanis, agama santun, menjunjung HAM dan berbagai sifat terpuji lainnya. Dan sebaliknya mereka mengecam semua tindakan teror karena tidak ada ajaran Islam yang membolehkan melakukan anarkisme atau terorisme. Kalangan agamawan lain juga bereaksi, para pengusung dialog antarumat beragama sering mengklaim bahwa para teroris, militan dan kelompok fundamentalis memiliki karakter menganggap dirinya paling benar, padahal apa yang mereka lakukan tidak sesusai dengan ajaran agama manapun. Maka dari itu, banyak kalangan baik dari Islam, Kristen ataupun Barat yang menganjurkan diadakannya dialog antaragama dan antarperadaban.
Sebenarnya ide diadakannya dialog antarperadaban dan antaragama ini sudah lama muncul. Pada tanggal 23-24 Maret 1995, di Jakarta pernah diadakan seminar internasional tentang Islam dan Barat dalam Era Globalisasi. (Nur Cholish et all: 1996) Selanjutnya pada tahun 1996, Perdana Menteri Turki, Necmettin Erbakan dalam makalahnya untuk konferensi IIFTIHAR (International Institute for Technology and Human Resource Development) di Jakarta mengajukan tema "Dialog Peradaban" (Dialogue among Civilization). Usul ini didukung dan dikembangkan oleh intelektual muslim lain, seperti B.J Habibie dan Anwar Ibrahim. (Adian Husaini: 2005).
Dialog antarperadaban adalah proses komunikasi dua arah dari dua atau lebih peradaban yang berbeda yang dilakukan oleh aktor dalam berbagai lapisan pemerintahan dan civil society dengan tujuan utama timbulnya saling pengertian dan kerja sama. Dialog dipahami sebagai conversation of cultures, yang berlangsung dalam ruang masyarakat internasional yang memiliki kesamaan komitmen dan berdasarkan penghargaan yang lain sebagai sejajar. Percakapan ini menuntut perenungan dan empati. Perbedaan peradaban mengharuskan, meminjam Habermas, suatu aksi komunikatif (communicative action) dalam ruang publik.
Dialog dilakukan karena disadari ada perbedaan atau bahkan konflik, karena dunia berkarakter plural. Pluralisme peradaban merupakan perbedaan perspektif dalam memahami dunia. Pluralisme peradaban agak berbeda dengan pluralisme jenis-jenis lain seperti gender, ras, agama, dan suku. Pluralisme peradaban juga agak berbeda dengan multikulturalisme yang diartikan sebagai kemajemukan budaya dalam sebuah komunitas negara-bangsa. Dan perbedaan peradaban ini yang menimbulkan jurang yang menganga antara Islam dan Barat. Oleh karena itu dialog dilakukan untuk menciptakan keharmonisan hubungan antara Islam dengan negara-negara Barat yang notabene mayoritas beragama Kristen.
Dalam kaitan dengan sejarah hubungan Islam-Barat, memang banyak peristiwa sejarah yang masih menjadi memori kelabu dalam memori kolektif Barat. Memori ini tampak terbuka setelah isu terorisme yang secara terang-terangan memojokkan posisi umat Islam. Ada sebagian orang yang memanfaatkan situasi dunia yang dipenuhi oleh hiruk pikuk perang melawan terorisme, untuk menyejajarkan Islam dengan faham kekerasan dan umat Islam dengan kelompok teroris. Untuk tujuan itu, mereka menenuhi media massa dengan berbagai makalah dan artikel serta membuat sejumlah film yang isinya memojokkan Islam dan umat muslim. Bahkan kerenggangan hubungan ini juga terjadi pada negara-negara Islam selama ini sangat akrab dengan AS yaitu Kerajaan Arab Saudi (KSA).
Ide untuk melakukan dialog secara intens ini mendapat sambutan yang sangat positif, khususnya dari kalangan moderat. Hal ini tercermin dari banyaknya lembaga-lembaga yang memprakarsai dialog antarperadaban. Dialog itu sendiri esensinya ingin menghadirkan citra diri secara seimbang dan proporsional.
Sr Patricia Madigan, dari Australia, salah satu peserta dialog antaragama yang diadakan di Yogyakarta pada tanggal 6-7 Desember 2004, menyatakan bahwa dialog antarkelompok moderat dari komunitas berbeda akan mempersempit gerak orang- orang yang ingin melakukan kekerasan. Selain itu, dialog semacam ini menjadi sarana untuk memahami agama orang lain sekaligus mempertebal iman. Mgr Rey Manuel Mousanto, peserta dari Filipina, mengatakan, di negaranya sudah ada konferensi uskup dan ulama sejak tahun 1990-an guna mengurangi prasangka agama di Filipina. (Kompas - (7/12/2004).
Untuk mengintensifkan dialog antaragama dan peradaban ini peran organisasi-organisasi Islam sangat diperlukan. Untuk tingkat Internasional seperti OKI dan Liga Arab, untuk tingkat nasional, ormas-ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah serta lembaga pemerinta, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Departemen Agama. Tokoh-tokoh agama juga diharapkan dapat memberikan pemahaman ajaran-ajaran agama melalui kurikulum pendidikan Islam secara konprehensif. Hal ini untuk menghindari kesalahan dalam memahami teks-teks agama yang berpotensi untuk disalahtafsirkan demi menjastifikasi anarkisme atau terorisme yang akan semakin memperburuk nama Islam di mata internasional, khusunya Barat.
*Penulis Adalah Ketua Ikatan Keluarga Alumni Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia (IKPPUII)
Label:
UMUM
MENANGGAPI STIGMA NEGATIF TERHADAP UMAT ISLAM TENTANG ISU TERORISME
OLEH: IMAM MUSTOFA*
Pasca terjadinya tragedi 11 september 2001, hampir semua Negara yang mempunyai kelompok Islam garis keras berupaya sekuat tenaga untuk menyumbangkan berbagai pandangan untuk mengatakan bahwa umat Islam bukan teroris, dan tidak semua aksi teroris itu mewakili umat Islam. Namun demikian hal ini belum mampu menepis kecurigaan Barat terhadap Islam.
MENANGGAPI STIGMA NEGATIF TERHADAP UMAT ISLAM TENTANG ISU TERORISME
OLEH: IMAM MUSTOFA*
Pasca terjadinya tragedi 11 september 2001, hampir semua Negara yang mempunyai kelompok Islam garis keras berupaya sekuat tenaga untuk menyumbangkan berbagai pandangan untuk mengatakan bahwa umat Islam bukan teroris, dan tidak semua aksi teroris itu mewakili umat Islam. Namun demikian hal ini belum mampu menepis kecurigaan Barat terhadap Islam.
Menyikapi isu terorisme ini masyarakat dunia yang terpolarisasi kepada Timur dan Barat, mempunyai perspektif yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Perbedaan perspektif ini cukup wajar, karena memang belum ada definisi baku yang disepakati tentang terorisme. Menurut sebagian pakar, istilah terorisme merupakan suatu terminology yang mabigu dan kabur. Michael Kinsley, seorang kolomnis yang menulis dalam Whashinton Post, 5 Oktober 2001, mengatakan bahwa usaha mendefinisikan terorisme adalah sesuatu yang mustahil. Namun yang jelas, yang diterima dan dugunakan sekarang adalah definisi yang dibuat oleh penguasa dan kekuasaan serta mampu memaksakan kehendaknya dengan segala kemampuannya, baik militer, politik, ekonomi, teknologi, dan kekuatan budayanya. Dalam hal ini adalah Amerika Srikat, yang mengaku sebagai polisi dunia, dan celakanya, dalam mindset mereka terorisme selalu berkaitan dengan umat Islam.
Paradoks Isu Terorisme dan wacana Islam Fundamentalis
Tuduhan yang dilemparkan terhadap Islam berkaitan dengan terorisme merupakan rekayasa yang dilakukan oleh media masa yang berafiliasi dengan pemerintah Amerika dan rezim Zionis. Sesungguhnya, Islam merupakan agama yang berlandaskan kepada spiritualisme dan moral, serta menentang terorisme dan kekerasan. Berlandaskan kepada ajaran Islam, siapapun yang menyebut dirinya muslim, ia tidak berhak untuk melakukan pembunuhan terhadap orang yang tidak berdosa. Namun demikian, Islam juga memerintahkan umatnya untuk teguh membela hak miliknya dan tanah airnya. Pembelaan terhadap tanah air dan hak milik juga diakui secara resmi oleh undang-undang internasional. Dengan kata lain, pembelaan terhadap tanah air dan hak milik bukanlah sebuah bentuk terorisme.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa ada paradoks mengenai isu terorisme dan wacana fundamentalisme. Dalam hal ini AS menerapkan standar ganda dalam politik internasional. Di satu sisi ia menjadi "panglima" perang melawan terorisme, selalu mencurigai dan menekan kalangan fundamentalis Islam, namun di sisi lain ia mendukung tindakan terorisme. AS sendiri adalah teorisme Negara nomor satu di dunia.
Noam Comsky, pakar linguistik pada the Massachussets Institute of Technology mengatakan "we should not forget that the US itself is a leading terorist state". Dia juga menyatakan bahwa pengeboman atas Afghanistan (oleh pasukan sekutu pimpinan AS) adalah kejahatan lebih besar dari pada teror 11 September, AS adalah terdakwa negara teroris. Edward S. Herman, guru besar di Universitas Penslyvania, dalam bukunya The Real Teror Network (1982), mengungkap fakta-fakta keganjilan kebijakan antiterorisme AS. selama ini AS merupakan pendukung rezim-rezim "teroris" Garcia di Gautamala, Pinochet di Chili dan rezim Apartheid di Afrika Selatan. (Adian Husaini: 2005)
Apa yang dilakukan Israel terhadap para pejuang Palestina jelas-jelas tindakan teror, namun AS, sebagai Negara yang mengaku panglima perang perlawanan terhadap terorisme, Negara yang mengaku penjung nilai-nilai HAM dan kebebasan bungkam seribu bahasa seakan mengamini tindak kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh aparat Israel.
Di sisi lain ada wacana Islam Fundamentalis atau Islam militan yang sudah lekat dengan berbagai aksi teror sehingga mereka menjadi musuh utama Barat, terutama AS. Media masa menggunakan momentum 11 September untuk menciptakan citra bahwa semua muslimin adalah teroris dan agama Islam adalah agama yang mengajarkan kekerasan. Samuel P. Huntington, ketika berdialog dengan Anthonny Gidden, pada musim semi 2003 mengatakan bahwa militan Islam adalah ancaman bagi Barat. Oleh karena itu mereka harus diperangi. Satu strategi yang memungkinkan adalah dilakukannya serangan dini (preemptive-strike) terhadap ancaman serius dan mendesak. Musuh kita adalah Islam militan.
Kita tidak bisa menutup mata bahwa tindak kekerasan yang dilakukan oleh kaum fundamentalis atau Islam militan karena adanya ketidakadilan global. Tindak diskriminatif terhadap kelompok masyarakat tertentu sebagai bentuk ketidakadilan global yang terjadi di banyak negara. Yang paling nyata adalah invasi AS terhadap Afganistan dan Irak yang diwarnai oleh penyiksaan terhdap para tahanan; kekerasan yang dilakukan oleh tentara Israel terhadap para pejuang Palestina. Selain itu AS selalu menekan bangsa-bangsa atau Negara Islam yang inginmaju mengmbangkan teknologin seperti Iran..
Melihat fakta di atas, radikalisme yang dituduhkan kalangan Barat sebagai tindakan terorisme kalangan Islam, tidak muncul dalam ruang hampa. Kekerasan struktural dan ketidak-adilan global yang merugikan umat Islam, menjadi pendorong lahirnya radikalisme. Dalam buku Islam: Continuity and Change in the Modern World, John Obert Voll, menyebutkan bahwa gerakan militan Islam tercipta dari dominasi negara-negara maju terhadap negara taklukan (1982). Dalam acara Dialog Antarumat Beragama dan Kekerasan Pada 6-7 Desember 2004 di Yogyakarta, Syafii Ma'arif menyatakan bahwa selama selama terorisme negara tidak dihentikan maka kekerasan dan konflik tidak akan berakhir. Karena itu, menurutnya, terorisme bisa dihentikan dengan menghentikan terorisme negara.
Perlukah Dialog antaragama ?
Sebenarnya ide diadakannya dialog antaragama ini sudah lama muncul. Pada tanggal 23-24 Maret 1995, di Jakarta pernah diadakan seminar internasional tentang Islam dan Barat dalam Era Globalisasi. (Nur Cholish et all: 1996) Selanjutnya pada tahun 1996, Perdana Menteri Turki, Necmettin Erbakan dalam makalahnya untuk konferensi IIFTIHAR (International Institute for Technology and Human Resource Development) di Jakarta mengajukan tema "Dialog Peradaban" (Dialogue among Civilization). Usul ini didukung dan dikembangkan oleh intelektual muslim lain, seperti B.J Habibie dan Anwar Ibrahim. (Adian Husaini: 2005).
Dialog antarperadaban adalah proses komunikasi dua arah dari dua atau lebih peradaban yang berbeda yang dilakukan oleh aktor dalam berbagai lapisan pemerintahan dan civil society dengan tujuan utama timbulnya saling pengertian dan kerja sama. Dialog dipahami sebagai conversation of cultures, yang berlangsung dalam ruang masyarakat internasional yang memiliki kesamaan komitmen dan berdasarkan penghargaan yang lain sebagai sejajar. Percakapan ini menuntut perenungan dan empati. Perbedaan peradaban mengharuskan, meminjam Habermas, suatu aksi komunikatif (communicative action) dalam ruang publik.
Dialog dilakukan karena disadari ada perbedaan atau bahkan konflik, karena dunia berkarakter plural. Pluralisme peradaban merupakan perbedaan perspektif dalam memahami dunia. Pluralisme peradaban agak berbeda dengan pluralisme jenis-jenis lain seperti gender, ras, agama, dan suku. Pluralisme peradaban juga agak berbeda dengan multikulturalisme yang diartikan sebagai kemajemukan budaya dalam sebuah komunitas negara-bangsa. Dan perbedaan peradaban ini yang menimbulkan jurang yang menganga antara Islam dan Barat. Oleh karena itu dialog dilakukan untuk menciptakan keharmonisan hubungan antara Islam dengan negara-negara Barat yang notabene mayoritas beragama Kristen. Tapi yang perlu ditekankan adalah dialog bukan berarti menghentikan perjuangan melawan kedzaliman terhadap Hak Asasi Manusia.
*Penulis Adalah Skretaris Jendral Lembaga Kajian Ilmu dan Pengembangan Masyarakat (eLKIM) PP UII Jogjakarta
»» READMORE...
Pasca terjadinya tragedi 11 september 2001, hampir semua Negara yang mempunyai kelompok Islam garis keras berupaya sekuat tenaga untuk menyumbangkan berbagai pandangan untuk mengatakan bahwa umat Islam bukan teroris, dan tidak semua aksi teroris itu mewakili umat Islam. Namun demikian hal ini belum mampu menepis kecurigaan Barat terhadap Islam.
MENANGGAPI STIGMA NEGATIF TERHADAP UMAT ISLAM TENTANG ISU TERORISME
OLEH: IMAM MUSTOFA*
Pasca terjadinya tragedi 11 september 2001, hampir semua Negara yang mempunyai kelompok Islam garis keras berupaya sekuat tenaga untuk menyumbangkan berbagai pandangan untuk mengatakan bahwa umat Islam bukan teroris, dan tidak semua aksi teroris itu mewakili umat Islam. Namun demikian hal ini belum mampu menepis kecurigaan Barat terhadap Islam.
Menyikapi isu terorisme ini masyarakat dunia yang terpolarisasi kepada Timur dan Barat, mempunyai perspektif yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Perbedaan perspektif ini cukup wajar, karena memang belum ada definisi baku yang disepakati tentang terorisme. Menurut sebagian pakar, istilah terorisme merupakan suatu terminology yang mabigu dan kabur. Michael Kinsley, seorang kolomnis yang menulis dalam Whashinton Post, 5 Oktober 2001, mengatakan bahwa usaha mendefinisikan terorisme adalah sesuatu yang mustahil. Namun yang jelas, yang diterima dan dugunakan sekarang adalah definisi yang dibuat oleh penguasa dan kekuasaan serta mampu memaksakan kehendaknya dengan segala kemampuannya, baik militer, politik, ekonomi, teknologi, dan kekuatan budayanya. Dalam hal ini adalah Amerika Srikat, yang mengaku sebagai polisi dunia, dan celakanya, dalam mindset mereka terorisme selalu berkaitan dengan umat Islam.
Paradoks Isu Terorisme dan wacana Islam Fundamentalis
Tuduhan yang dilemparkan terhadap Islam berkaitan dengan terorisme merupakan rekayasa yang dilakukan oleh media masa yang berafiliasi dengan pemerintah Amerika dan rezim Zionis. Sesungguhnya, Islam merupakan agama yang berlandaskan kepada spiritualisme dan moral, serta menentang terorisme dan kekerasan. Berlandaskan kepada ajaran Islam, siapapun yang menyebut dirinya muslim, ia tidak berhak untuk melakukan pembunuhan terhadap orang yang tidak berdosa. Namun demikian, Islam juga memerintahkan umatnya untuk teguh membela hak miliknya dan tanah airnya. Pembelaan terhadap tanah air dan hak milik juga diakui secara resmi oleh undang-undang internasional. Dengan kata lain, pembelaan terhadap tanah air dan hak milik bukanlah sebuah bentuk terorisme.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa ada paradoks mengenai isu terorisme dan wacana fundamentalisme. Dalam hal ini AS menerapkan standar ganda dalam politik internasional. Di satu sisi ia menjadi "panglima" perang melawan terorisme, selalu mencurigai dan menekan kalangan fundamentalis Islam, namun di sisi lain ia mendukung tindakan terorisme. AS sendiri adalah teorisme Negara nomor satu di dunia.
Noam Comsky, pakar linguistik pada the Massachussets Institute of Technology mengatakan "we should not forget that the US itself is a leading terorist state". Dia juga menyatakan bahwa pengeboman atas Afghanistan (oleh pasukan sekutu pimpinan AS) adalah kejahatan lebih besar dari pada teror 11 September, AS adalah terdakwa negara teroris. Edward S. Herman, guru besar di Universitas Penslyvania, dalam bukunya The Real Teror Network (1982), mengungkap fakta-fakta keganjilan kebijakan antiterorisme AS. selama ini AS merupakan pendukung rezim-rezim "teroris" Garcia di Gautamala, Pinochet di Chili dan rezim Apartheid di Afrika Selatan. (Adian Husaini: 2005)
Apa yang dilakukan Israel terhadap para pejuang Palestina jelas-jelas tindakan teror, namun AS, sebagai Negara yang mengaku panglima perang perlawanan terhadap terorisme, Negara yang mengaku penjung nilai-nilai HAM dan kebebasan bungkam seribu bahasa seakan mengamini tindak kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh aparat Israel.
Di sisi lain ada wacana Islam Fundamentalis atau Islam militan yang sudah lekat dengan berbagai aksi teror sehingga mereka menjadi musuh utama Barat, terutama AS. Media masa menggunakan momentum 11 September untuk menciptakan citra bahwa semua muslimin adalah teroris dan agama Islam adalah agama yang mengajarkan kekerasan. Samuel P. Huntington, ketika berdialog dengan Anthonny Gidden, pada musim semi 2003 mengatakan bahwa militan Islam adalah ancaman bagi Barat. Oleh karena itu mereka harus diperangi. Satu strategi yang memungkinkan adalah dilakukannya serangan dini (preemptive-strike) terhadap ancaman serius dan mendesak. Musuh kita adalah Islam militan.
Kita tidak bisa menutup mata bahwa tindak kekerasan yang dilakukan oleh kaum fundamentalis atau Islam militan karena adanya ketidakadilan global. Tindak diskriminatif terhadap kelompok masyarakat tertentu sebagai bentuk ketidakadilan global yang terjadi di banyak negara. Yang paling nyata adalah invasi AS terhadap Afganistan dan Irak yang diwarnai oleh penyiksaan terhdap para tahanan; kekerasan yang dilakukan oleh tentara Israel terhadap para pejuang Palestina. Selain itu AS selalu menekan bangsa-bangsa atau Negara Islam yang inginmaju mengmbangkan teknologin seperti Iran..
Melihat fakta di atas, radikalisme yang dituduhkan kalangan Barat sebagai tindakan terorisme kalangan Islam, tidak muncul dalam ruang hampa. Kekerasan struktural dan ketidak-adilan global yang merugikan umat Islam, menjadi pendorong lahirnya radikalisme. Dalam buku Islam: Continuity and Change in the Modern World, John Obert Voll, menyebutkan bahwa gerakan militan Islam tercipta dari dominasi negara-negara maju terhadap negara taklukan (1982). Dalam acara Dialog Antarumat Beragama dan Kekerasan Pada 6-7 Desember 2004 di Yogyakarta, Syafii Ma'arif menyatakan bahwa selama selama terorisme negara tidak dihentikan maka kekerasan dan konflik tidak akan berakhir. Karena itu, menurutnya, terorisme bisa dihentikan dengan menghentikan terorisme negara.
Perlukah Dialog antaragama ?
Sebenarnya ide diadakannya dialog antaragama ini sudah lama muncul. Pada tanggal 23-24 Maret 1995, di Jakarta pernah diadakan seminar internasional tentang Islam dan Barat dalam Era Globalisasi. (Nur Cholish et all: 1996) Selanjutnya pada tahun 1996, Perdana Menteri Turki, Necmettin Erbakan dalam makalahnya untuk konferensi IIFTIHAR (International Institute for Technology and Human Resource Development) di Jakarta mengajukan tema "Dialog Peradaban" (Dialogue among Civilization). Usul ini didukung dan dikembangkan oleh intelektual muslim lain, seperti B.J Habibie dan Anwar Ibrahim. (Adian Husaini: 2005).
Dialog antarperadaban adalah proses komunikasi dua arah dari dua atau lebih peradaban yang berbeda yang dilakukan oleh aktor dalam berbagai lapisan pemerintahan dan civil society dengan tujuan utama timbulnya saling pengertian dan kerja sama. Dialog dipahami sebagai conversation of cultures, yang berlangsung dalam ruang masyarakat internasional yang memiliki kesamaan komitmen dan berdasarkan penghargaan yang lain sebagai sejajar. Percakapan ini menuntut perenungan dan empati. Perbedaan peradaban mengharuskan, meminjam Habermas, suatu aksi komunikatif (communicative action) dalam ruang publik.
Dialog dilakukan karena disadari ada perbedaan atau bahkan konflik, karena dunia berkarakter plural. Pluralisme peradaban merupakan perbedaan perspektif dalam memahami dunia. Pluralisme peradaban agak berbeda dengan pluralisme jenis-jenis lain seperti gender, ras, agama, dan suku. Pluralisme peradaban juga agak berbeda dengan multikulturalisme yang diartikan sebagai kemajemukan budaya dalam sebuah komunitas negara-bangsa. Dan perbedaan peradaban ini yang menimbulkan jurang yang menganga antara Islam dan Barat. Oleh karena itu dialog dilakukan untuk menciptakan keharmonisan hubungan antara Islam dengan negara-negara Barat yang notabene mayoritas beragama Kristen. Tapi yang perlu ditekankan adalah dialog bukan berarti menghentikan perjuangan melawan kedzaliman terhadap Hak Asasi Manusia.
*Penulis Adalah Skretaris Jendral Lembaga Kajian Ilmu dan Pengembangan Masyarakat (eLKIM) PP UII Jogjakarta
Label:
UMUM
Langganan:
Postingan (Atom)