Rabu, 20 Mei 2009
ZUHUD: Menjadikan Dunia Sebagai Sarana Meraih Kebahagiaan Akhirat
Menjadikan Dunia Sebagai Sarana Meraih Kebahagiaan Akhirat
Oleh: Imam Mustofa*
Ketika kita mendengar kata zuhud, mungkin yang terlintas dalam pikiran kita adalah kehidupan yang jauh dari gemerlapan dunia. Atau kehidupan yang menyepi dari keramaian dan hiruk pikuk kesibukan dunia, kehidupan yang sederhana. Padahal sebenarnya belum tentu kehidupan yang demikian dinamakan zuhud. Dan belum tentu juga kehidupan yang akrab dengan kemewahan dan gemerlapan dunia bisa dikatan tidak zuhud.
ZUHUD:
Menjadikan Dunia Sebagai Sarana Meraih Kebahagiaan Akhirat
” Katakanlah kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan teraniaya sedikitpun”
Ketika kita mendengar kata zuhud, mungkin yang terlintas dalam pikiran kita adalah kehidupan yang jauh dari gemerlapan dunia. Atau kehidupan yang menyepi dari keramaian dan hiruk pikuk kesibukan dunia, kehidupan yang sederhana. Padahal sebenarnya belum tentu kehidupan yang demikian dinamakan zuhud. Dan belum tentu juga kehidupan yang akrab dengan kemewahan dan gemerlapan dunia bisa dikatan tidak zuhud.
Secara etimologis, zuhud berarti raghaba an syaiin wa tarakahu, artinya tidak tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Zahada fi al-dunya, berarti mengosongkan diri dari kesenangan dunia untuk ibadah. Orang-orang yang melakukan zuhud disebut zahid, zuhhad atau zahidun. Zahidah jamaknya zuhdan, artinya kecil atau sedikit.
Sedangkan arti zuhud secara terminologis, maka tidak bisa dilepaskan dari dua hal. Pertama, zuhud sebagai suatu yang tidak terpisahkan dari tasawwuf. Kedua, zuhud sebagai moral (akhlak Islam dan gerakan protes. Apabila tasawwuf diartikan adanya kesadaran dan komunikasi langsung antara manusia dengan Tuhan sebagai perwujudan ihsan, maka zuhud merupakan suatu stasiun (maqam) menuju tercapainya “perjumpaan” atau ma’rifat kepada-Nya. Dalam posisi ini menurut A. Mukti Ali, zuhud berarti menghindar dari kehendak terhadap hal-hal yang bersifat duniawi atau ma siwa Allah. Dalam kaitan ini ‘Abd Al-hakim Hasan menjelaskan bahwa zuhud adalah:
“Berpaling dari dunia dan menghadapkan diri untuk beribadah. Melatih dan mendidik jiwa, dan memerangi kesenangannya dengan semedi( khalwat), berkelana, puasa, mengurangi makan, dan memperbanyak dzikir.”
Hakikat Zuhud
Zuhud sebagai moral (akhlak) Islam, dan gerakan protes, yaitu sikap hidup yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim dalam menatap dunia fana ini. Dunia dipandang sebagai sarana ibadah danuntuk meraih keridhaan Allah swt. Bukan tujuan hidup. Dan disadari bahwa mencintai dunia akan membawa sifat-sifat madzmumah (tercela). Keadaan seperti telah dicontohkan oleh Nabi saw dan para sahabatnya.
Al-junaid berkata: “zuhud ialah keadaan jiwa yang kosong dari rasa memiliki dan ambisi menguasai .” Ali bin Abi Thalib ketika ditanya tentang zuhud menjawab:” zuhud berarti tdak perduli, siapa yang memanfaatkan benda-benda duniawi ini, baik seorang yang beriman atau tidak.” Sedangkan al-syibli ketika ditanya tentang zuhud, berkata:” Dalam kenyataannya zuhud itu tidak ada. Jika seseorang bersikap zuhud pada sesuatu yang tidak menjadi miliknya maka itu bukan zuhud, dan jika seseorang bersikap zuhud pada sesuatu yang menjadi miliknya, bagaimana bisa dikatakan itu zuhud, sedang sesuatu itu masih ada padanya dan dia msih memilikinya? Zuhud berarti menahan nafsu, bermurah hati dan berbuat kebaikan.” Hal ini seakan-akan mengisyaratkan bahwa beliau mengartikan zuhud sebagai tindakan meninggalkan sesuatu yang tidak menjadi miliknya. Dan jika sesuatu itu tidak menjadi milik seseorang, maka tidak dapat dikatakan bahwa orang itu meninggalkannya, sebab sesatu itu memang tertinggal; sedangkan jika sesuatu itu menjadi milik seseorang, maka tidak mungkin orang itu meninggalkannya. Namun, betapa pun bervariasinya pengertian yang diberikan, tekanan utama pada zuhud adalah mengurangi keinginan terhadap kehidupan duniawi.
Al-Ghazali berpendapat bahwa “zuhud adalah mengurangi keinginan kepada dunia dan menjauh dari padanya dengan penuh kesadaran dan dalam hal yang mungkin dilakukan”. tentunya hal ini disertai niat dan penuh kesadaran akan kefanaan kehidupan dunia dan kekekalan kehidupan akhirat. Karena tidak jarang orang menjauhkan dari kehidupan dunia hanya karena bosan, stress atau merasa tersiksa dan tidak diniati untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Yang jelas zuhud merupakan salah satu sikap untuk menjaga jarak dari dunia, artinya kita menjadikan dunia sebagai sarana untuk beribadah, menggapai kebahagiaan di akhirat, dan bukan menjadikannya sebagai tujuan hidup. Karena kehidupan dunia hanyalah sementara, sesuai dengan firman Allah SWT ” Katakanlah kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan teraniaya sedikitpun.(QS. 4:77).
Dari keterangan ayat di atas dapat kita pahami bahwa menjadikan dunia sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah demi kebahagiaan di akhirat tidak akan menimbulkan kesengsaraan, atau diri kita teraniaya. Akan tetapi malah sebaliknya, jika kita menjadikan dunia sebagai tujuan hidup atau target akhir, maka hal ini sama saja kita mengabdikan diri kepada dunia yang akan berakibat penyiksaan terhadap diri sendiri. Karena kebahagiaan dunia laksana fatamorgana, senmakin ia kita kejar maka semakin menjauhlah ia dan selalu lepas dari gapaiaan. Artinya ketika kita mendapatkan sesuatu pasti akan timbul target baru yang ingin kita raih.
Oleh karena itu janganlah kita terlalu senang dengan apa yang kita dapatkan dan juga tidak terlalu bersedih atas apa yang terlepas dari diri kita. Allah SWT berfirman. “(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya akmu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikanNya kepadamu. Dan Allah tidakk menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. 57:23).
Mejaga jarak dengan dunia dengan zuhud juga akan menimbulkan rasa mencintai terhadap sesama, karena tidak akan menimbulkan rasa iri dan dengki di dalam diri kita atau merasa tertekan akibat kesuksesan yang diraih oleh orang lain. Dalam sebuah hadits disebutkan “Zuhudlah kamu kepada dunia, niscaya Allah mencintaimu, dan zuhudlah terhadap apa yangada di tangan manusia, niscaya orang mencintaimu.”
Menurut pandangan orang-orang sufi, dunia dansegala kemewahan serta kelezatan adalah sumber kemaksiatan dan penyebab terjadinya perbuatan-perbuatan dosa. Oleh karena itu, seorang pemula atau calon sufi harus terlebih dahulu menjadi zahid. Sikap zuhud ini erat sekali hubungannya dengan taubah, sebab taubah tidak akan berhasil apabila hati dan keinginannya masih terikat kepada kesenangan duniawi.
Ada yang berpandangan bahwa meninggalkan harta kekayaan dan pakaian mewah, adalah zuhud. Tetapi sebaliknya, mungkin motivasi untuk meninggalkan harta dan pakaian mewah tersebut agar dipuji orang dan dikatakan sebagai seorang zahid atau sufi. Oleh karena itu, Ibnu Mubarak berkata:” Seutama-utama zuhud adalah menyembunyikan kehidupan zuhudnya itu”. Karena, orang yang zuhud sebenarnya hanya dikenal dari sifat yang ada pada dirinya. Diantara ciri-cirinya adalah: Pertama,tidak merasa bangga terhadap sesuatu yang ada padanya dan tidak pula tidak merasa sedih di kala kehilangan nikmat itu dari tangannya. Keuda, tidak merasa bangga dan gembira mendengar pujian orangdan tidak pula merasa sedih atau marah jika mendengar ceaan orang lain. Ketiga, selalu mengutamakan cintanya kepada Allah dan mengurangi cintanya kepada dunia
Salah satu imam madzhab, Ahmad bin Hanbal, membagi zuhud menjadi tiga macam. Pertama meninggalkan yangharam, inilah zuhud orang awam. Keduas meninggalkan segala yang berlebih-lebihan dari yang halal, inilah zuhud orang khawas. Ketiga meninggalkan segala yang menyibukkan dirinya sehingga karena kesibukan itu, ia lupa kepada Allah, inilah zuhud orang arif.
Dengan demikian, secara umum, dapat dikatakan bahwa tekanan utama dalam zuhud adalah mengurangi keinginan terhadap kehidupan duniawi, karena kehidupan ini, di sini bersifat sementara dan apabila manusia teroda olehnya, ia akan jauh dari Tuhannya. Dunia inipenuh dengan permainan dan senda gurau yang dapat menyilaukan pandangan. Oleh karena itu jangan rela diperbudak olehnya dan mari kita utamakan cinta kepada Allah . Karena cinta kepada Allah dan cinta kepada dunia tidak dapat disatukan, laksana udara dan air dalam tempayan, kala air bertambah maka udara akan berkurang dan sebaliknya. Wallahu A’lam.
*Ketua Ikatan KeluargaAlumni Ponpes UII
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar