Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Theme From:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Minggu, 23 Agustus 2009

MENGGAPAI KESEMPURNAAN PUASA

Puasa yang secara sederhana dapat kita artikan “menahan diri”. Yaitu menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Yang dimaksud membatalkan puasa di sini bukan hanya membatalkan ibadahnya secara hukum, akan tetapi juga mencakup hal-hal yang membatalkan hakekat, tujuan dan membatalkan pahalanya. Kalau puasa dimaknai hanya menahan diri dari yang membatalkan ibadahnya secara hukum, maka hal ini tidak seberat ketika dimaknai menahan diri segala yang membatalkan hakekat, tujuan dan pahala puasa.


MENGGAPAI KESEMPURNAAN PUASA
Oleh: Imam Mustofa

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah swt yang telah memberikan kesempatan kita untuk bertemu dengan bulan suci Ramadhan untuk yang kesekian kalinya. Namun harus kita ketahui bahwa Ramadhan yang menemui kita kali ini bukanlah Ramadhan yang datang pada tahun-tahun sebelumnya. Bulan Ramadhan merupakan bulan yang mempunyai banyak keistimewaan yang tidak dimiliki oleh sebelas bulan lainnya. Salah satu keistimewaan bulan Ramadhan adalah diwajibkannya puasa di bulan ini bagi orang-orang yang beriman.
Puasa yang secara sederhana dapat kita artikan “menahan diri”. Yaitu menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Yang dimaksud membatalkan puasa di sini bukan hanya membatalkan ibadahnya secara hukum, akan tetapi juga mencakup hal-hal yang membatalkan hakekat, tujuan dan membatalkan pahalanya. Kalau puasa dimaknai hanya menahan diri dari yang membatalkan ibadahnya secara hukum, maka hal ini tidak seberat ketika dimaknai menahan diri segala yang membatalkan hakekat, tujuan dan pahala puasa.
Puasa bukan hanya menahan diri dari makan dan minum serta memasukkan benda ke dalam salah atu lubang angggota tubuh kita, akan tetapi lebih dari itu, pauasa berarti menahan diri dari segala yang membatalkannya secara hukum juga manahan diri dari segala sesuatu yang dibenci oleh Allah baik lahir maupun batin Nabi Muhammad saw bersabda ”Betapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa kecuali rasa lapar daan dahaga”. Hal inilah yang menunjukkan bahwa hakekat puasa bukan hanya menahan diri dari lapara, dahaga dan bersetubuh.
Imam al-Ghazali dalam buku yang berjudul Cahaya di Atasa Cahaya mengatakan “Kesempurnaan puasa adalah dengan mencegah segenap anggota badan dari segala hal yang tidak disenangi oleh Allah. Seyogyanya engkau juga menjaga mata dari melihat hal-hal yang tidak disenangi oleh Allah, menjaga lisan dari mengucapkan hal-hal yang tidak bermakna, menjaga telinga dari mendengarkan, hal-hal yang diharamkan Allah Ta’ala. Orang yang mendengar adalah teman si pembicara, yang karenanya dia juga dikategorikan sebagai orang yang menggunjing. Begitu juga engkau harus mengontrol seluruh anggota badan sebagaimana engkau menjaga perut dan kemaluan”.
Berkaitan dengan hal di atas banyak sekali hadits Rasulullah yang menerangkan diantaranya: ”Lima hal dapat membatalakan puasa, yaitu berbohong, mengadu domba, bersumpah palsu, dan memandang dengan syahwat.” Nabi juga bersabda”Puasa adalah perisai, maka jika salah seorang dari engkau berpuasa janganlah dia berkata jelek, melakukan maksiat, dan berpura-pura bodoh. Jika ada orang yang mau membunuh atau mencercanya, maka dia harus mengatakan bahwa aku sedang berpuasa.” Dalam hadits lain Rasulullah bersabda”Barang siapa tidak meninggalkan kata-klata kotor dan perbuatan keji, maka usahanya meninggalkan makan dan minum tidak berarti bagi Allah.”
Dari hadits-hadits di atas Imam Al- Nawawi dalam kitab Syarah Bidayatul Hidayah Al-Ghazali memberikan kesimpulan bahwa kesempurnaan puasa adalah dengan mencegah segenap anggota badan dari segala hal yang tidak di senangi oleh Allah, yaitu dosa. Itulah puasa orang-orang shaleh yang kemudian disebut dengan puasa khusus. Kesempuranaan puassa akan tercapai dengan lima hal. Pertama, menjaga mata dari melihat hal-hal yang tidak disenangi Allah dan segala hal yang dapat melengahkan diri dari mengingat-Nya. Rasulullah bersabda: ”Pandangan adalah salah satu panah beracun iblis terkutuk”. Barang siapa yang tidak melihat hal-hal tersebut karena takut kepada Allah niscaya Allah akan memberinya keimanan yang manisnya dapat dirasakan dalam hatinya. Kedua, menjaga lisan dari mengucapkan hal-hal yang tidak bermakna. Hal-hal yang bermakna adalah segala hal yang berkitan dengan keselamatan manusia di akhirat dan kebutuhan hidupnya yang bisa menyenangkannya dari rasa lapar, menghapus dahaga, menutup aurat dan kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya. Bukan kebutuhan untuk berhura-hura. Ketiga, menjaga telinga dari hal-hal yang diharamkan Allah swt. Orang yang mendengar adalah teman si pembicara. Sebab segala hal yang haram diucapkan, juga haram untuk di dengar. Keempat, berbuka puasa dengan makanan yang halal. Puasa yang berfungsi menahan diri dari barang yang halal tidak akan bermakna bila ditutup dengan berbukan makanan yang haram. Orang yang melaukan hal demikian seperti orang yang membangun sebuah istana kemudian menghancurkannya. Kelima, ketika berbuka tidak makan terlalu banyak jika kita hanya memindahkan jatah makan kita pada pagi atau siang hari ke malam hari, maka puasa kita tidak bermanfaat. Artinya, di antara etika puasa adalah tidak makan terlalu kenyang, terutama pada waktu berbuka. Hal ini berkaitan dengan sisi pengaruh puasa, yaitu melemahkan (baca; mengendalikan) syahwat yang merupksan temapt berjalannya setan di dalam tubuh sejalan denganaliran darah kita. Oleh karena itu barang siapa yang berbuka dengan porsi yang berlebihan dihukumi seperti orang yang tidak berpuasa, karena ia belum mampu mengendalikan syahwatnya untuk makan.
Untuk mendapatkan kesempurnaan puasa kita tidak cukup hanya dengan menjaga anggota badan bagian luar dari hal-hal yang tidak disenangi Allah, kita juga harus menjaga anggota bathin, yaitu hati. Maksiat batin juga harus kita enyahkan, karena juga akan merusak kesucian makna puasa. Sumber utama maksiat ini adalah hati. Kita harus membersihkan penyakit-penyakit hati seperti, sombong, ujub, congkak, iri, dengki, riya’ (pamer) dan berbagai penyakit hati lainnya yang dapat mengurangi atau bahkan membatalkan tujuan puasa. Penyakit-penyakit ini nampaknya sangat sederhana, padahal sangat berbahaya karena dapat membakar amal baik kita sebagaimana bara apai yang meluluhlantahkan kayu yang sudah kering. Jadi untuk mendapat kesempurnaan puasa marilah kita hindari penyakit-penyakit ini dengan cara dengan mencari sebab-sebab penyaki itu dan menyadari akibat-akibat negatif yang akan ditimbulakknnya. Terapinya harus dilakukan dengan latihan terus-menerus untuk membersihkan dan mengembalikan manusia kepada fitrahnya yaitu suci. Karena pada hakekatnya kewajiban kita hanyalah mempertahankan kesucian yang telah dianugerahkan Allah kepada kita sejak kita dilahirkan. Obat penyakit-penyakit itu tidak dijual di apotek-apotek atau dokter praktek. Penyakit-penyakit ini berasal dari dalamdiri kita, dan obatnya pun berada dlam diri kita.
Begitu Banyak rintangan yang dihindari oleh orang yang berpuasa agar ia benar-benar samapi tujuan puasa, yaitu membentuk pribadi yang bertaqwa. Taqwa yang secara lughawi (bahasa) mengacu pada pengertian tentang orang-orang yang memeliharanya. Jadi sangatlah wajar jika banyak hal yang harus dijauhi olah orang yang berpuasa, karena sesuai tujuannya yaitu agar menjadi orang yang memelihara dan terpelihara. Terpelihara dirinya, baik dirinya pribadi mapun lingkungan dari tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan tuntunan dan ajaran agama maupun terpelihara dirinya dalam konteks social, konteks yang lebih luas.
Namun imbalan yang disiapkan Allah bagi orang yang berpuasa lebih besar dan lebih banyak dripada rintangan dan godaan yang dihadapi ketika menjalankannya. Begitu besarnya imbalan yang dijanjikan Allah, tiada seorangpun yang mengetahuinya kecuali sendiri, hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam hadits qudsi yang artinya”Setiap satu kebaikan berkelipatan sepuluh hingga tuju ratus, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku akan mengganjarnya sendiri”. Hal ini berarti imbalan yang akan diberikan Allah tidak ditentukan ukurannya.
Semoga kita dapat menjalankan puasa dengan sempurna agar puasa kita dapat diterima di sisi Allah, sehingga kita mendapatkan predikat pribadi yang bertaqwa juga mendapatkan ridho dan imbalan yang telah disiapkan-Nya.

»»  READMORE...

MENGGAPAI KESEMPURNAAN PUASA

Puasa yang secara sederhana dapat kita artikan “menahan diri”. Yaitu menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Yang dimaksud membatalkan puasa di sini bukan hanya membatalkan ibadahnya secara hukum, akan tetapi juga mencakup hal-hal yang membatalkan hakekat, tujuan dan membatalkan pahalanya. Kalau puasa dimaknai hanya menahan diri dari yang membatalkan ibadahnya secara hukum, maka hal ini tidak seberat ketika dimaknai menahan diri segala yang membatalkan hakekat, tujuan dan pahala puasa.


MENGGAPAI KESEMPURNAAN PUASA

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah swt yang telah memberikan kesempatan kita untuk bertemu dengan bulan suci Ramadhan untuk yang kesekian kalinya. Namun harus kita ketahui bahwa Ramadhan yang menemui kita kali ini bukanlah Ramadhan yang datang pada tahun-tahun sebelumnya. Bulan Ramadhan merupakan bulan yang mempunyai banyak keistimewaan yang tidak dimiliki oleh sebelas bulan lainnya. Salah satu keistimewaan bulan Ramadhan adalah diwajibkannya puasa di bulan ini bagi orang-orang yang beriman.
Puasa yang secara sederhana dapat kita artikan “menahan diri”. Yaitu menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Yang dimaksud membatalkan puasa di sini bukan hanya membatalkan ibadahnya secara hukum, akan tetapi juga mencakup hal-hal yang membatalkan hakekat, tujuan dan membatalkan pahalanya. Kalau puasa dimaknai hanya menahan diri dari yang membatalkan ibadahnya secara hukum, maka hal ini tidak seberat ketika dimaknai menahan diri segala yang membatalkan hakekat, tujuan dan pahala puasa.
Puasa bukan hanya menahan diri dari makan dan minum serta memasukkan benda ke dalam salah atu lubang angggota tubuh kita, akan tetapi lebih dari itu, pauasa berarti menahan diri dari segala yang membatalkannya secara hukum juga manahan diri dari segala sesuatu yang dibenci oleh Allah baik lahir maupun batin Nabi Muhammad saw bersabda ”Betapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa kecuali rasa lapar daan dahaga”. Hal inilah yang menunjukkan bahwa hakekat puasa bukan hanya menahan diri dari lapara, dahaga dan bersetubuh.
Imam al-Ghazali dalam buku yang berjudul Cahaya di Atasa Cahaya mengatakan “Kesempurnaan puasa adalah dengan mencegah segenap anggota badan dari segala hal yang tidak disenangi oleh Allah. Seyogyanya engkau juga menjaga mata dari melihat hal-hal yang tidak disenangi oleh Allah, menjaga lisan dari mengucapkan hal-hal yang tidak bermakna, menjaga telinga dari mendengarkan, hal-hal yang diharamkan Allah Ta’ala. Orang yang mendengar adalah teman si pembicara, yang karenanya dia juga dikategorikan sebagai orang yang menggunjing. Begitu juga engkau harus mengontrol seluruh anggota badan sebagaimana engkau menjaga perut dan kemaluan”.
Berkaitan dengan hal di atas banyak sekali hadits Rasulullah yang menerangkan diantaranya: ”Lima hal dapat membatalakan puasa, yaitu berbohong, mengadu domba, bersumpah palsu, dan memandang dengan syahwat.” Nabi juga bersabda”Puasa adalah perisai, maka jika salah seorang dari engkau berpuasa janganlah dia berkata jelek, melakukan maksiat, dan berpura-pura bodoh. Jika ada orang yang mau membunuh atau mencercanya, maka dia harus mengatakan bahwa aku sedang berpuasa.” Dalam hadits lain Rasulullah bersabda”Barang siapa tidak meninggalkan kata-klata kotor dan perbuatan keji, maka usahanya meninggalkan makan dan minum tidak berarti bagi Allah.”
Dari hadits-hadits di atas Imam Al- Nawawi dalam kitab Syarah Bidayatul Hidayah Al-Ghazali memberikan kesimpulan bahwa kesempurnaan puasa adalah dengan mencegah segenap anggota badan dari segala hal yang tidak di senangi oleh Allah, yaitu dosa. Itulah puasa orang-orang shaleh yang kemudian disebut dengan puasa khusus. Kesempuranaan puassa akan tercapai dengan lima hal. Pertama, menjaga mata dari melihat hal-hal yang tidak disenangi Allah dan segala hal yang dapat melengahkan diri dari mengingat-Nya. Rasulullah bersabda: ”Pandangan adalah salah satu panah beracun iblis terkutuk”. Barang siapa yang tidak melihat hal-hal tersebut karena takut kepada Allah niscaya Allah akan memberinya keimanan yang manisnya dapat dirasakan dalam hatinya. Kedua, menjaga lisan dari mengucapkan hal-hal yang tidak bermakna. Hal-hal yang bermakna adalah segala hal yang berkitan dengan keselamatan manusia di akhirat dan kebutuhan hidupnya yang bisa menyenangkannya dari rasa lapar, menghapus dahaga, menutup aurat dan kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya. Bukan kebutuhan untuk berhura-hura. Ketiga, menjaga telinga dari hal-hal yang diharamkan Allah swt. Orang yang mendengar adalah teman si pembicara. Sebab segala hal yang haram diucapkan, juga haram untuk di dengar. Keempat, berbuka puasa dengan makanan yang halal. Puasa yang berfungsi menahan diri dari barang yang halal tidak akan bermakna bila ditutup dengan berbukan makanan yang haram. Orang yang melaukan hal demikian seperti orang yang membangun sebuah istana kemudian menghancurkannya. Kelima, ketika berbuka tidak makan terlalu banyak jika kita hanya memindahkan jatah makan kita pada pagi atau siang hari ke malam hari, maka puasa kita tidak bermanfaat. Artinya, di antara etika puasa adalah tidak makan terlalu kenyang, terutama pada waktu berbuka. Hal ini berkaitan dengan sisi pengaruh puasa, yaitu melemahkan (baca; mengendalikan) syahwat yang merupksan temapt berjalannya setan di dalam tubuh sejalan denganaliran darah kita. Oleh karena itu barang siapa yang berbuka dengan porsi yang berlebihan dihukumi seperti orang yang tidak berpuasa, karena ia belum mampu mengendalikan syahwatnya untuk makan.
Untuk mendapatkan kesempurnaan puasa kita tidak cukup hanya dengan menjaga anggota badan bagian luar dari hal-hal yang tidak disenangi Allah, kita juga harus menjaga anggota bathin, yaitu hati. Maksiat batin juga harus kita enyahkan, karena juga akan merusak kesucian makna puasa. Sumber utama maksiat ini adalah hati. Kita harus membersihkan penyakit-penyakit hati seperti, sombong, ujub, congkak, iri, dengki, riya’ (pamer) dan berbagai penyakit hati lainnya yang dapat mengurangi atau bahkan membatalkan tujuan puasa. Penyakit-penyakit ini nampaknya sangat sederhana, padahal sangat berbahaya karena dapat membakar amal baik kita sebagaimana bara apai yang meluluhlantahkan kayu yang sudah kering. Jadi untuk mendapat kesempurnaan puasa marilah kita hindari penyakit-penyakit ini dengan cara dengan mencari sebab-sebab penyaki itu dan menyadari akibat-akibat negatif yang akan ditimbulakknnya. Terapinya harus dilakukan dengan latihan terus-menerus untuk membersihkan dan mengembalikan manusia kepada fitrahnya yaitu suci. Karena pada hakekatnya kewajiban kita hanyalah mempertahankan kesucian yang telah dianugerahkan Allah kepada kita sejak kita dilahirkan. Obat penyakit-penyakit itu tidak dijual di apotek-apotek atau dokter praktek. Penyakit-penyakit ini berasal dari dalamdiri kita, dan obatnya pun berada dlam diri kita.
Begitu Banyak rintangan yang dihindari oleh orang yang berpuasa agar ia benar-benar samapi tujuan puasa, yaitu membentuk pribadi yang bertaqwa. Taqwa yang secara lughawi (bahasa) mengacu pada pengertian tentang orang-orang yang memeliharanya. Jadi sangatlah wajar jika banyak hal yang harus dijauhi olah orang yang berpuasa, karena sesuai tujuannya yaitu agar menjadi orang yang memelihara dan terpelihara. Terpelihara dirinya, baik dirinya pribadi mapun lingkungan dari tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan tuntunan dan ajaran agama maupun terpelihara dirinya dalam konteks social, konteks yang lebih luas.
Namun imbalan yang disiapkan Allah bagi orang yang berpuasa lebih besar dan lebih banyak dripada rintangan dan godaan yang dihadapi ketika menjalankannya. Begitu besarnya imbalan yang dijanjikan Allah, tiada seorangpun yang mengetahuinya kecuali sendiri, hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam hadits qudsi yang artinya”Setiap satu kebaikan berkelipatan sepuluh hingga tuju ratus, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku akan mengganjarnya sendiri”. Hal ini berarti imbalan yang akan diberikan Allah tidak ditentukan ukurannya.
Semoga kita dapat menjalankan puasa dengan sempurna agar puasa kita dapat diterima di sisi Allah, sehingga kita mendapatkan predikat pribadi yang bertaqwa juga mendapatkan ridho dan imbalan yang telah disiapkan-Nya.
Imam Mustofa, Santri PP UII







ZUHUD:
Menjadikan Dunia Sebagai Sarana Meraih Kebahagiaan Akhirat
Oleh: Imam Mustofa*

” Katakanlah kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan teraniaya sedikitpun”
Ketika kita mendengar kata zuhud, mungkin yang terlintas dalam pikiran kita adalah kehidupan yang jauh dari gemerlapan dunia. Atau kehidupan yang menyepi dari keramaian dan hiruk pikuk kesibukan dunia, kehidupan yang sederhana. Padahal sebenarnya belum tentu kehidupan yang demikian dinamakan zuhud. Dan belum tentu juga kehidupan yang akrab dengan kemewahan dan gemerlapan dunia bisa dikatan tidak zuhud.
Secara etimologis, zuhud berarti raghaba an syaiin wa tarakahu, artinya tidak tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Zahada fi al-dunya, berarti mengosongkan diri dari kesenangan dunia untuk ibadah. Orang-orang yang melakukan zuhud disebut zahid, zuhhad atau zahidun. Zahidah jamaknya zuhdan, artinya kecil atau sedikit.
Sedangkan arti zuhud secara terminologis, maka tidak bisa dilepaskan dari dua hal. Pertama, zuhud sebagai suatu yang tidak terpisahkan dari tasawwuf. Kedua, zuhud sebagai moral (akhlak Islam dan gerakan protes. Apabila tasawwuf diartikan adanya kesadaran dan komunikasi langsung antara manusia dengan Tuhan sebagai perwujudan ihsan, maka zuhud merupakan suatu stasiun (maqam) menuju tercapainya “perjumpaan” atau ma’rifat kepada-Nya. Dalam posisi ini menurut A. Mukti Ali, zuhud berarti menghindar dari kehendak terhadap hal-hal yang bersifat duniawi atau ma siwa Allah. Dalam kaitan ini ‘Abd Al-hakim Hasan menjelaskan bahwa zuhud adalah:
“Berpaling dari dunia dan menghadapkan diri untuk beribadah. Melatih dan mendidik jiwa, dan memerangi kesenangannya dengan semedi( khalwat), berkelana, puasa, mengurangi makan, dan memperbanyak dzikir.”

Hakikat Zuhud
Zuhud sebagai moral (akhlak) Islam, dan gerakan protes, yaitu sikap hidup yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim dalam menatap dunia fana ini. Dunia dipandang sebagai sarana ibadah danuntuk meraih keridhaan Allah swt. Bukan tujuan hidup. Dan disadari bahwa mencintai dunia akan membawa sifat-sifat madzmumah (tercela). Keadaan seperti telah dicontohkan oleh Nabi saw dan para sahabatnya.
Al-junaid berkata: “zuhud ialah keadaan jiwa yang kosong dari rasa memiliki dan ambisi menguasai .” Ali bin Abi Thalib ketika ditanya tentang zuhud menjawab:” zuhud berarti tdak perduli, siapa yang memanfaatkan benda-benda duniawi ini, baik seorang yang beriman atau tidak.” Sedangkan al-syibli ketika ditanya tentang zuhud, berkata:” Dalam kenyataannya zuhud itu tidak ada. Jika seseorang bersikap zuhud pada sesuatu yang tidak menjadi miliknya maka itu bukan zuhud, dan jika seseorang bersikap zuhud pada sesuatu yang menjadi miliknya, bagaimana bisa dikatakan itu zuhud, sedang sesuatu itu masih ada padanya dan dia msih memilikinya? Zuhud berarti menahan nafsu, bermurah hati dan berbuat kebaikan.” Hal ini seakan-akan mengisyaratkan bahwa beliau mengartikan zuhud sebagai tindakan meninggalkan sesuatu yang tidak menjadi miliknya. Dan jika sesuatu itu tidak menjadi milik seseorang, maka tidak dapat dikatakan bahwa orang itu meninggalkannya, sebab sesatu itu memang tertinggal; sedangkan jika sesuatu itu menjadi milik seseorang, maka tidak mungkin orang itu meninggalkannya. Namun, betapa pun bervariasinya pengertian yang diberikan, tekanan utama pada zuhud adalah mengurangi keinginan terhadap kehidupan duniawi.
Al-Ghazali berpendapat bahwa “zuhud adalah mengurangi keinginan kepada dunia dan menjauh dari padanya dengan penuh kesadaran dan dalam hal yang mungkin dilakukan”. tentunya hal ini disertai niat dan penuh kesadaran akan kefanaan kehidupan dunia dan kekekalan kehidupan akhirat. Karena tidak jarang orang menjauhkan dari kehidupan dunia hanya karena bosan, stress atau merasa tersiksa dan tidak diniati untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Yang jelas zuhud merupakan salah satu sikap untuk menjaga jarak dari dunia, artinya kita menjadikan dunia sebagai sarana untuk beribadah, menggapai kebahagiaan di akhirat, dan bukan menjadikannya sebagai tujuan hidup. Karena kehidupan dunia hanyalah sementara, sesuai dengan firman Allah SWT ” Katakanlah kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan teraniaya sedikitpun.(QS. 4:77).
Dari keterangan ayat di atas dapat kita pahami bahwa menjadikan dunia sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah demi kebahagiaan di akhirat tidak akan menimbulkan kesengsaraan, atau diri kita teraniaya. Akan tetapi malah sebaliknya, jika kita menjadikan dunia sebagai tujuan hidup atau target akhir, maka hal ini sama saja kita mengabdikan diri kepada dunia yang akan berakibat penyiksaan terhadap diri sendiri. Karena kebahagiaan dunia laksana fatamorgana, senmakin ia kita kejar maka semakin menjauhlah ia dan selalu lepas dari gapaiaan. Artinya ketika kita mendapatkan sesuatu pasti akan timbul target baru yang ingin kita raih.
Oleh karena itu janganlah kita terlalu senang dengan apa yang kita dapatkan dan juga tidak terlalu bersedih atas apa yang terlepas dari diri kita. Allah SWT berfirman. “(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya akmu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikanNya kepadamu. Dan Allah tidakk menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. 57:23).
Mejaga jarak dengan dunia dengan zuhud juga akan menimbulkan rasa mencintai terhadap sesama, karena tidak akan menimbulkan rasa iri dan dengki di dalam diri kita atau merasa tertekan akibat kesuksesan yang diraih oleh orang lain. Dalam sebuah hadits disebutkan “Zuhudlah kamu kepada dunia, niscaya Allah mencintaimu, dan zuhudlah terhadap apa yangada di tangan manusia, niscaya orang mencintaimu.”
Menurut pandangan orang-orang sufi, dunia dansegala kemewahan serta kelezatan adalah sumber kemaksiatan dan penyebab terjadinya perbuatan-perbuatan dosa. Oleh karena itu, seorang pemula atau calon sufi harus terlebih dahulu menjadi zahid. Sikap zuhud ini erat sekali hubungannya dengan taubah, sebab taubah tidak akan berhasil apabila hati dan keinginannya masih terikat kepada kesenangan duniawi.
Ada yang berpandangan bahwa meninggalkan harta kekayaan dan pakaian mewah, adalah zuhud. Tetapi sebaliknya, mungkin motivasi untuk meninggalkan harta dan pakaian mewah tersebut agar dipuji orang dan dikatakan sebagai seorang zahid atau sufi. Oleh karena itu, Ibnu Mubarak berkata:” Seutama-utama zuhud adalah menyembunyikan kehidupan zuhudnya itu”. Karena, orang yang zuhud sebenarnya hanya dikenal dari sifat yang ada pada dirinya. Diantara ciri-cirinya adalah: Pertama,tidak merasa bangga terhadap sesuatu yang ada padanya dan tidak pula tidak merasa sedih di kala kehilangan nikmat itu dari tangannya. Keuda, tidak merasa bangga dan gembira mendengar pujian orangdan tidak pula merasa sedih atau marah jika mendengar ceaan orang lain. Ketiga, selalu mengutamakan cintanya kepada Allah dan mengurangi cintanya kepada dunia
Salah satu imam madzhab, Ahmad bin Hanbal, membagi zuhud menjadi tiga macam. Pertama meninggalkan yangharam, inilah zuhud orang awam. Keduas meninggalkan segala yang berlebih-lebihan dari yang halal, inilah zuhud orang khawas. Ketiga meninggalkan segala yang menyibukkan dirinya sehingga karena kesibukan itu, ia lupa kepada Allah, inilah zuhud orang arif.
Dengan demikian, secara umum, dapat dikatakan bahwa tekanan utama dalam zuhud adalah mengurangi keinginan terhadap kehidupan duniawi, karena kehidupan ini, di sini bersifat sementara dan apabila manusia teroda olehnya, ia akan jauh dari Tuhannya. Dunia inipenuh dengan permainan dan senda gurau yang dapat menyilaukan pandangan. Oleh karena itu jangan rela diperbudak olehnya dan mari kita utamakan cinta kepada Allah . Karena cinta kepada Allah dan cinta kepada dunia tidak dapat disatukan, laksana udara dan air dalam tempayan, kala air bertambah maka udara akan berkurang dan sebaliknya. Wallahu A’lam.
*Ketua Ikatan KeluargaAlumni Ponpes UII




Instabiliy Popularity Vs Kompensasi Popularity
Oleh: Imam mustofa*
“I don’t care about my popularity”. ini adalah salah kalimat yang diucapkan oleh Presiden SBY dalam suatu pidato beberapa waktu yang lalu. Ungkapan yang intinya hampir sama dengan kalimat di atas juga diucapkan SBY ketika membuka Indonesian Capital Market 2005 di Jakarta Convention Center (JCC), yaitu ia siap untuk tidak populer sebagai konsekuensi pengambilan kebijakan yang tidak populis, menaikkan harga harga BBM.
Sebenarnya yang menjadi masalah bukanlah popularitas (popularity) seorang presiden atau siapa saja yang mempunyai wewenang untuk mengambil suatu kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Akan tetapi yang lebih penting adalah stabilitas masyaraka, ekonomi dan politik (society, economy and politic stability), menghindari gejolak (flaming) dan efek samping (side effect) yang akan dirasakan oleh masyarakat.
Inilah yang menjadi pertimabangan DPR untuk meminta pemerintah agar menunda atau bahkan menangguhkan kenaikan harga BBM. Meskipun masalah kenaikan harga BBM merupakan wewenang pemerintah, akan tetapi ketika dampak kenaikan harga tersebut dirasakan oleh masyrakat secara luas, maka DPR sebagai wakil rakyat sudah seharusnya ikut cawe-cawe, di samping DPR memamang punya hak budget untuk mempertasnyakan masalah kompensasi kenaikan harga BBM.
Bagi yang pro akan kenaikan harga BBM tentunya akan selalu mengemukakan segi-sigi positifnya. Seperti untuk mengurangi angka kemiskinan, kesejahteraan raktyat, penambahan subsidi untuk pendidikan, membangun sekolahan, rumah sakit dan lain-lain. Selain itu juga untuk menghindari penyelundupan BBM ke luar negeri karena harga minyak kita di bawah harga standar internasional.
Sebaliknya, bagi yang tidak setuju juga akan berfikir dan mengantisipasi dampak-dampak negatifnya. Gejolak dalam masyarakat, salah sasaran penyaluran kompensasi, kebocoran dana, kenaikan harga-harga bahan pokok, melonjaknya ongkos transportasi sampai meningkatnya biaya pendidikan merupakan deretan dampak negatif dari kenaikan harga BBM.
Terlepas dari pro-kontra di atas, yang jelas instabilitas masyarakat sebagai dampak kenaikan harga BBM lebih populer dan lebih dirasakan oleh masyarakat daripada dana kompensasi yang dijanjikan oleh pemerintah. Hal ini dapat dipahami karena memang ada beberapa faktor yang menjadikan dana kompensasi kenaikan BBM tidak menjadi berita gembira masyarakat, khususnya masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
Pertama, cepat atau lambat, kenaikan harga BBM akan diikutui kenaikan harga bahan-bahan pokok lainnya. Bahkan sebelum pemerintah mengumumkan kapan dan berapa persen harga BBM akan naik, beberapa harga bahan pokok sudah merangkak naik. Tentunya hal ini membawa dampak psikologis bagi masyarakat. Sedangkan kita tahu kondisi masyarakat kita saat ini yang masih terlilit krisis ekonomi. Selain itu, para pengusaha transportasi tidak akan tinggal diam dengan adanya kenaikan harga BBM ini, mereka secara otomatis akan menaikkan ongkos transportasi untuk menutupi anggaran pembelian bahan bakar angkutan mereka, masyarakatlah yang akan menjadi korbannya, karena yang menggunakan jasa transportasi memang masyarakat, khususnya mereka yang ekonominya menengah kebawah.
Tidak menutup kemungkinan pula biaya pendidikan akan ikut merangkak naik, padahal saat ini banyak orang yang tidak dapat menjangkau tingginya biaya pendidikan. Apa lagi pendidikan yang dengan kualitas standart.
Kedua, tidak adanya jaminan (guarantee) bahwa penyaluran dana kompensasi kenaikan harga BBM akan tepat sasaran atau tidak akan ada kebocoran. Hendaknya pemerintah belajar dari pengalaman. Setiap ada dana yang ditujukan untuk kesejahteraan rakyat di situ pula ada korupsi. Tidakkah penyaluran dana kompensasi nanti akan menjadi ladang korupsi yang subur bagi para koruptor yang sudah berpengalaman? Berapa triliun uang yang seharusnya sampai ke tangan rakyat ternyata hanya dinikmati segelintir orang, seperti dana non budgeter bulog, pengadaan beras untuk rakyat miskin (raskin) dana BLBI meskipun tidak bersentuhan langsung dengan rakyat kecil, namun merugikan negara sampai triliunan rupiah.
Banyaknya kebocoran uang ke tangan para koruptor tersebut hendaknya menjadi pengalaman pemerintah saat ini. Akankah rakyat akan kecele untuk kesekian kalinya?
Ketiga, masyarakat telah banyak belajar dari pengalaman masa lalu bahwa kenaikan harga BBM tidak membawa dampak yang signifikan bagi kesejahteraan rakyat, apalagi mengurangi angka kemiskinan. Sudah berkali-kali BBM mengalami kenaikan harga, akan tetapi bukan kesejahteraan yang meningkat atau angka kemiskinan yang terkurangi, akan tetapi kesulitan masyarakat yang kian bertambah akibat kenaikan harga-harga kebutuhan pokok lainnya. Yang jelas tidak ada jaminan (guarantee)bahwa dengan kenaikan harga BBM akan dapat menurunkan angka kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat di negeri ini.
Di sisi lain tidak ada ukuran atau karakteristik yang jelas bagi mereka yang dikategorikan rakyat miskin. Tidak adanya karakteristik ini akan mengakibatkan aliran dana kompensasi salah sasaran
Tidak adakah cara lain yang lebih tepat untuk mengurangi jumlah rakyat miskin atau meningkatkan kesejahteraan rakyat, jika memang kenaikan harga BBM ini atas dasar kesejahteraan rakyat? seperti menyita harta para koruptor, para pelaku illegal logging atau menaikkan cukai rokok atau barng lainnya yang sekiranya dinaikkan tidak akan mengakibatkan kenaikan harga bahan pokok lainnya.
Salah satu alasan kenaikan harga BBM adalah untuk menutupi devisit anggaran negara yang membengkak akibat untuk mnutupi kebutuhan bahan bakar yang setiap harinya mencapai dua ratus miliyar. Selain itu juga untuk menghindari maraknya penyelundupan BBM ke luar negeri. Dari sisni muncul pertanyaan, apakah dengan dinaikkanya harga minyak di dalam negeri akan menjamin tidak adanya penyelundupan? atau menjamin tidakadanya penimbunan BBM? Untuk menjaga aset negara yang jelas-jelas tampak saja kita masih kelabakan, bagaimana kita akan menjaga dan mengawasi penyaluran dana kompensasi kenaikan harga BBM ini dari tangan para tukang tilap dan menghindari terjadinya penimbunan.
Kita hanya berharap semoga dana kompensasi dari subsidi BBM yang dijanjikan pemerintah akan benar-benar terealisasi dan sampai kepada yang berhak dan bukan sampai ke tangan orang yang membutuhkan, karena para koruptor juga membutuhkan, bahkan mungkin mengincarnya. Tapi yang jelas Peningkatan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan sebagai alasan kenaikan harga BBM ini masih perlu dipertanyakan (questionable). Sedangkan gejolak dalam masyarakaat pasti akan terjadi. Inilah yang menyebabkan kompensasi dana subsidi BBM kalah populer dari pada dampak negatif yang akan dirasakan oleh masyarakat.
*Mahasiswa Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta


Menanti Realisasi Janji Kompensasi
Ole: Imam mustofa*
Setelah sekian waktu kita merasa harap-harap cemas, akhirnya pemerintah menaikkan harga BBM. Kenaikan harga BBM ini sebenarnya sudah lama direncanakan oleh pemerintah, namun ditentang oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk DPR. DPR meminta pemerintah agar menunda atau bahkan menangguhkannya karena khawatir akan menimbulkan gejolak di masyarakat.
Sangatlah wajar jika muncul kekhawatiran dari berbagai elemen masyarakat, karena tidak ada jaminan (guarantee) dari pemerintah bahwa dengan kenaikan ini akan meningkatkan kesejahteraan mereka atau mengurangi angka kemiskinan di negeri ini. Tapi walau bagaimanapun toh akhirnya pemerintah sudah mengambil keputusan dengan bulat menaikkan harga BBM.
Kini masyarakat tinggal menunggu dana kompensasi yang dijanjikan pemerintah akan mengiringi kenaikan harga BBM. Pemerintah harus segera merealisasikan dana kompensasi yang dijanjikan kepada masyarakat. Karena secara spontan masyarakat telah merasakan dampak (effect) dari keanikan harga BBM ini, yaitu kenaikan harga-harga kebutuhan pokok lainnya. Bahkan ada beberapa harga kebutuhan yang naik sebelum penetapan resmi dari pemerintah diumumkan; Banyaknya aksi mogok yang dilakukan sopir angkutan sehingga para pengguna jasa ini harus berjalan atau naik ojek dengan biaya yang cukup tinggi.
Para pengusaha transportasi tidak cukup dengan hanya melakukan aksi mogok, mereka menaikkan ongkos transportasi dengan tingkat yang bervareasi dari 25 % sampai 100 % untuk menutupi anggaran pembelian bahan bakar angkutan atau untuk mengejar setoran. Dengan demikian yang menjadi korban adalah masyarakat kecil, karena yang menggunakan jasa transportasi memang masyarakat, khususnya mereka yang ekonominya menengah kebawah.
Tidak menutup kemungkinan pula biaya pendidikanpun akan ikut merangkak naik karena boiaya operasional pendidikan juga akan terkena dampak kenaikan harga BBM ini. padahal saat ini banyak orang yang tidak dapat menjangkau tingginya biaya pendidikan. Apa lagi pendidikan yang dengan kualitas standart.
Nampaknya masyarakat merasa pesimis bahwa proses penyaluran dana ini nanti benar-benar tepat sasaran. Wajar bila hal ini yang terjadi, karena pertama, tidak adanya jaminan (guarantee) bahwa penyaluran dana kompensasi kenaikan harga BBM akan tepat sasaran selamat dari kebocoran.
Kedua, kita telah banyak belajar dari pengalaman masa lalu bahwa kenaikan harga BBM tidak membawa dampak yang signifikan bagi kesejahteraan rakyat, apalagi mengurangi angka kemiskinan. Sudah berkali-kali BBM mengalami kenaikan harga, akan tetapi bukan kesejahteraan atau angka kemiskinan yang terkurangi, akan tetapi kesulitan masyarakat yang kian bertambah akibat kenaikan harga-harga kebutuhan pokok lainnya. Yang jelas tidak ada jaminan (guarantee)bahwa dengan kenaikan harga BBM akan dapat menurunkan angka kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat di negeri ini.
Di sisi lain tidak ada ukuran atau karakteristik yang jelas bagi mereka yang dikategorikan rakyat miskin. Tidak adanya karakteristik ini akan mengakibatkan aliran dana kompensasi salah sasaran
Agar dana kompensasi ini terhindar dari kebocoran, harus ada pengawasan (monitoring) ekstra ketat, terutama dari pemerinrtah. Selain pemerintah, badan-badan independen seperti LSM, pers serta masyarakat sebagai sasaran dana kompensasi ini tidak boleh tinggal diam. Mereka harus ikeut mengawasi proses penyaluran dana kompensasi ini agar benar-benar sampai ketangan orang-orang yang berhak.
Selain untuk menghindari kebocoran, pengawasan dilakukan agar dana tersebut benar-benar sampai kepada mereka yang benar-benar berhak dan membutuhkan. Karena setiap ada dana yang ditujukan untuk kesejahteraan rakyat di situ pula ada korupsi. Tidakkah penyaluran dana kompensasi nanti akan menjadi ladang korupsi yang subur bagi para koruptor yang sudah berpengalaman? Berapa triliun uang yang seharusnya sampai ke tangan rakyat ternyata hanya dinikmati segelintir orang, seperti dana non budgeter bulog, pengadaan beras untuk rakyat miskin (raskin) dana BLBI meskipun tidak bersentuhan langsung dengan rakyat kecil akantetapi rakyat kecil juga yang merasakan dampaknya.
Selain melakukan pengawasan (monitoring), pemerintah juga harus mengadakan evaluasi-jika dana kompensasi yang dijanjikan tersebut telah sampai kepada yang berhak- sudahkah kesejahteraan mereka sudah meningkat, atau benarkah dana kompensasi ini dapat mengurangi angka kemiskinan. Hal ini sangat diperlukan sebagai pertimbangan pemerintah dalam mngambil kebijakan agar benar-benar menguntungkan rakyat kecil atau setidaknya tidak menambah kesulitan mereka.
Saya pikir, dana kompensai yang dijanjikan pemerintah tidak akan memberikan dampak yang signifikan pada peningkatan kesejahteraan atau mengurangi jumlah kemiskinan. Karena dana kompensasi ini diutamakan untuk pendidikan, kesehatan, pembangunan infrastruktur desa tertinggal dan subsidi beras untuk keluarga miskin. padahal dampak yang ditimbulkan kenaikan harga BBM ini bukan hanya terbatas pada empat hal di atas. Dampak kenaikan harga BBM ini merambah ke berbagai sektor yang secara langsung atau tidak berkatan dengan kegiatan ekonomi, seperti transportasi, usaha kecil dan menengah, tidak menutup kemungkinan biaya pendidikan dan kesehatan juga akan ikut naik. Bahkan ada wacana di kalangan DPR untuk meminta kenaikan gaji 10-15 juta. Jika ini benar-benar terjadi maka akan menambah beban negara.
Yang jelas sekarang rakyat kecil sudah menjadi korban pertama dari kenaikan harga BBM ini, padahal subsidi yang dijanjikan pemerintah belum mereka rasakan. Hal ini terjadi karena pemerintah tidak mampu mengendalikan harga-harga kebutuhan pokok lainnnya.
Masyarakat bukan hanya membutuhkan pendidikan dan pelayanan kesehatan, akan tetapi kebutuhan yang bersinggungan langsung dengan kehidupan sehari-hari lebih banyak. Bagaimana mungkin kesejahteraan mereka akan meningkat jika anggaran untuk kebutuhan lainnya juga meningkat?
Kita berharap semoga dana kompensasi dari subsidi BBM yang dijanjikan pemerintah akan benar-benar terealisasi dan sampai kepada yang berhak dan bukan sampai ke tangan orang yang membutuhkan, karena para koruptor juga membutuhkan bahkan mengincarnya. Tapi yang jelas peningkatan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan sebagai alasan kenaikan harga BBM ini masih perlu dipertanyakan (questionable). Sedangkaan dampak negatifnya langsung dirasakan terutama masyarakat kecil.
*Mahasiswa Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
Nama : Imam Mustofa
Alamat : PP UII Jl. Selokan Mataram, Dabag, Condong Catur, Depok Sleman, Yogyakarta . 55283 Telp 0274)( 448 559
Pendidikan : Sedang menempuh pendidikan S (1) di Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta .

oo.com

Menjadi Manusia Ulul Albab

"Sesunguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (ulul albab). (Ali Imran: 190)
Menurut Prof . Dr. M. Qurash Shihab Kata al-Alba adalah bentuk jamak dari kata “lub” yaitu "sari pati" sesuatu. Kata ulul albab dalam Al-Quran tergantung dalam penggunaannya, bisa mempunyai berbagai arti. Dalam A Corcodance of the Quran (Hanna E. Kassis, 1983), kata ini bisa mempunyai beberapa arti, antara lain: pertama, orang yang mempunyai pemikiran (mind) yang luas atau mendalam. Kedua, orang yang mempunyai perasaan (heart) yang peka, sensitif atau yang halus perasaannya. Ketiga, orang yang mempunyai daya pikir (intellect) yang tajam atau kuat. Kempat orang yang mempunyai pandangan alam atau wawasan (insight) yang luas, mendalam atau menukik. Kelima, orang memiliki pengertian (understanding) yang akaurat, tepat atau luas. Dan keenam, orang yang memiliki kebijakan (wisdom), yakni mendekati kebenaran, dengan pertimbangan-pertimbangan yang terbuka dan adil.
Dari berbagai arti ulul albab di atas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa ulul albab yaitu orang yang berakal, memilki pikiran, perasaan dan hati. Namun bukan hanya sekedar memilikinya akan tetapi mau menggunakannya secara maksimal sehingga ia mampu mendapatkan ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas serta pandangan yang tajam terhadap sesuatu. Penggunaan akal, pikiran dan perasaan ini tentu saja dengan cara yang benar dan dengan tujuan yang baik. Karena banyak orang yang memiliki komponen-komponen ini, namun tidak mau menggunakannya secara maksimal. Begitu juga banyak orang yang menggunakannya namun tidak dengan cara yang benar dan bukan untuk kebaikan, seperti orang yang menggunakan akalnya hanya untuk akal-akalan mencari keselamatan di dunia.

Ciri-ciri Ulul Albab
Di atas kita mendapatkan gambaran arti ulul albab, Lalu apa saja yang menjadi ciri-ciri ulul albab? Untuk mengetahui ciri-cirinya, secara tekstual kita dapat melihat firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 191 yang merupakan penafsiran (tafsirul ayat bil ayat) kata ulul albab yang tertera pada ayat sebelumnya. Menurut ayat ini ulul albab yaitu "orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi.
Ulul albab yaitu orang, baik laki-laki mapun perempuan yang selalu berdzikir (mengingat Allah) dengan lisan mapun hati dalam setiap situasi dan kondisi, dalam keadaan berdiri, duduk, berbaring, sedang bekerja, istirahat atau dalam keadaan apapun ia selalu mengingat Allah. Bukan sebatas ini saja, selain mengingat Allah ulul albab juga berfikir, yaitu memikirkan ayat-ayat Allah yang berupa alam semesta, langit bumi dan segala isinya serta dan perjalanannya yang melahirkan perubahan siang dan malam dan fenomena-fenomena alam lainnya. Setelah berpikir ulul albab akan mengambil kesimpulan dari fenomena-fenomena tersebut. Setelah mengambil hikmah ulul albab akan menjadikannya sebagai sarana untuk memperdalam keimanan dan meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT dan bukan malah tenggelam di dalam fenomena tersebut.
Dari ayat di atas dapat kita ketahui bahwa obyek dzikir adalah Allah, sedangkan obyek fikir adalah makhluk-makhluk Allah berupa fenomena alam. Ini berarti bahwa pengenalan kepada Allah lebih banyak dilakukan oleh kalbu, sedang pengenalan alam raya didasarkan pada penggunaan akal, yakni berpikir. Akal memiliki kebebasan seluas-luasnya untuk memikirkan fenomena alam, tetapi ia memiliki keterbatasan dalam memikirkan zat Allah. Hal ini dapat dipahami dari sabda rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Abu Nu'aim melalui Ibnu Abbas: ”berpikirlah tentang makhluk Allah dan jangan berpikir tentang Allah".
Kita sering mendengar interpretasi bahwa pikir harus diimbangi dengan dzikir, seolah-olah, pikir itu hanya menyangkut kegiatan rasional saja, sedangkan dzikir bersifat suprarasional atau mungkin tak rasional, tau lebih tepatnya sesuatu yang tak dapat tercapai oleh akal kita, dan karena itu menyangkut iman. Pada waktu pikir tidak lagi berbicara maka iman tampil berbicara mengenai kebenaran. Karena itu seorang yang ulul albab bukan hanya memiliki orang yang memiliki kualitas pikir, tetapi juga dzikir.
Dalam penjelasan lain, ulul albab tidak hanya yang berpikir tentang alam fisik, botani dan sejarah. Merekapun ternyata mempunyai ciri-ciri yang berkaitan tidak hanya dengan aktivitas pikirnya, melainkan juga dengan amal kongkretnya. Kata ulul albab dalam surat al-Ra'd ayat 19, ternyata ada keterangannya pada ayat-ayat berikutnya. ciri-ciri tersebut adalah: Pertama, mempunyai pengetahuan atau orang yang tahu. Kedua, yang memenuhi perjanjian dengan Allah dan tidak akan ingkar dari janji tersebut (yaitu beriman, berbuat baik dan menjauhi yang keji dan yang mungkar). Ketiga, mereka yang menyambung apa yang diperintahkan Allah untuk disambung, (misalnya ikatan cinta kasih). Keempat, takut kepada Allah (jika berbuat dosa) karena takut kepada hasil perhitungan yang buruk. Kelima, mereka yang sabar karena ingin mendapatkan keridhaan dari Tuhannya. Keenam, mereka yang mendirikan atau mengakkan shalat. Ketuju mereka yang membelanjakan rizki yang diperoleh untuk kemanfaatan orang lain, baik secara terbuka maupun tersembunyi. Dan yang kedelapan adalah mereka yang menolak atau menghapus kejahatan dengan kebaikan.
Dari ciri-ciri di atas kita dapat menyimpulkan bahwa pemilikan pengetahuan, berpikir dan berdzikir saja tidak cukup untuk membuat seseorang memperoleh kualifikasi ulul albab. Dia juga adalah seorang yang mempunyai keterikatan moral, memiliki komitmen sosial dan melaksanakan sesuatu dengan cara-cara yang baik.
Dzikir merupakan bagian dari berpikir, hanya saja tingkatannya lebih tinggi, karena dzikir mengarah kepada transendensi. Pada tingkatan yang lebih tinggi ini, pemikir bukan hanya melihat apa adanya, melinkan mampu pula untuk menarik hikmahnya. Dalam surat Ali Imran ayat 191 yang telah tersebut terdahulu, dijelaskan, bahwa ulul albab mampu mengambil kesimpulan bahwa semua yang diciptakan Allah itu tidak sia-sia, yakni mengandung fungsi-fungsi tertentu dalam kehidupan umat manusia.
Seorang filosuf Belanda, Van Peursen, dalam bukunya Strategi kebudayaan (1876), memberikan teori suatu tahapan berpikir manusia. Pertama orang berada dalam suasana mistis, yakni bersatu dengan alam, tak bisa mengambil jarak. Setelah itu, ia mulai bisa mengambil jarak dan melihat yang lain sebagai obyek berpikir. Di sini ia mulai berpikir ontologis. Pada tahap yang lebih tinggi, orang bisa melihat relasi-relasi dan fungsi-fungsi hubungan. Pada tahap ini manusia mencapai tingkat berpikir fungsional.
Berdasarkan teori ini maka seseorang baru bisa mengatakan "Tuhanku, tidaklah Engkau ciptakan semua ini dengan sia-sia", sebelum ia mencapai tahapan berpikir fungsional. Namun seorang ulul albab lebih dari itu. Ia telah mencapai tahap transendensi, yakni menghubungkan segala sesuatu yang ia lihat dan pikirkan ke atas, ke arah yang lebih tinggi, kepada kebenaran yang universal.
Semoga ciri-ciri ulul albab di atas sudah ada pada diri kita. Meskipun tidak seluruhnya setidaknya sebagiannya. Dan apabila memang belum ada, marilah melakukan aktivitas-aktivitas yang akan menjadikan kita manusia yang ulul albab yang akan mendapatkan balasan Jannatu 'adn sebagaimana yang dijanjikan Allah dalam Surat Al-Ra'd ayat 23.

Imam Mustofa, Santri PPUII
Mengingat Kembali Tugas Intelektual Muslim
Oleh: Imam Mustofa*

Sebenarnya penulis sadar bahwa selembar kertas yang berada di tangan pembaca ini tidak cukup untuk menulis tugas-tugas dan kewajiban seorang intelektual muslim. Namun penulis berharap semoga tulisan ini dapat mengingatkan kita betapa banyak dan besar tugas dan egenda yang harus kita selesaikan, kalaulah memang kita termasuk orang yang menyandang gelar intelektual muslim. Istilah senada yang sering digunakan adalah cendikiawan muslim.
Kata cendikiawan dapat diartikan sebagai orang cerdik dan pandai yang memiliki sikap hidup yang terus menerus meningkatkan kemampuan berpikirnya untuk mendapatkan pengetahuan atau memahami sesuatu. Sedangkan intelektual memiliki arti yang tidak jauh berbeda dengan kata cendikiawan, yaitu orang cerdas, berakal dan berpikir jernih berdasarkan ilmu pengetahuan. Perbedaan ini tidaklah menjadi masalah, karena hanya sebatas istilah, yang jelas substansi dari keduanya sama.

Identitas dan Posisi Kaum Intelektual
Kaum intelektual adalah kaum yang menempatkan nalar (pertimbangan akal) sebagai kemampuan pertama yang diutamakan, yang melihat tujuan akhir upaya manusia dalam memahami kebenarannya dengan penalarannya. Meskipun secara kuantitas mereka bisa dikatakan sangat sedikit, akan tetapi secara kualitas tentunya mereka di atas rata-rata orang awam karena mereka memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan.
Diakui atau tidak, sebenarnya kaum intelektual merupakan bagian dari masyarakat dan bukan kelas tersendiri, tetapi memiliki keterkaitan sosial di mana kegiatan yang diberi kategori intelektual mendapat tempat dalam hubungan pada umumnya (Gramsci, 1987). Kaum intelektual tidak ditempatkan sebagai kelas tersendiri, tetapi berlaku bagi siapa saja yang melakukan perjuangan menegakkan kebenaran guna mewujudkan keadilan, kebebasan, dan kemajuan masyarakatnya.
Seorang nabipun tak lain adalah individu yang merupakan bagian dari kaumnya (baca; masyarakat) yang berupaya dan berperan dalam membuka keran-keran ruang kebebasan dan mengupayakan kemajuan. Mereka merupakan individu yang peduli untuk berjuang untuk memperbaiki aturan lama dan mempromosikan aturan dan tatanan hidup baru yang lebih relevan. Meski minoritas, mereka berhasil membuka mata dunia, menyebarkan ide-ide baru untuk melakukan perubahan.
Jadi kaum intelektual bukanlah kaum elit yang harus memisahkan diri dari masyarakat di mana ia lahir atau tinggal, akan tetapi ia harus berpijak dan bergaul dengan masyarakat tersebut serta membawa mereka menuju kemerdekaan. Merdeka dari belenggu kebodohan, pasungan ketertinggalan dan kemerdekaan dari kemiskinan. Seorang intelektual harus menggunakan ilmunya sebagai kritik sosial. Maka loyalitas tertinggi intelektual ialah pada masa depan bangsa, tidak pada elite (kekuasaan, bisnis) dan massa (budaya, voting behavior).”

Tugas dan Kewajiban Intelektual Muslim
Seorang intelektual Barat pemerhati masalah Indonesia pernah mendengar komentar koleganya yang berasal dari salah satu pusat kebudayaan Islam, demikian: “ketika saya berada di Syiria atau Irak saya merasa melihat Islam masa lalu, tetapi ketika saya mengunjungi Indonesia saya merasa sungguh (bahwa) di sinilah masa depan Islam". Nampaknya ungkapan ini menarik untuk diikuti dan sangat positif sebagai motivasi. Benarkah Indonesia mampu menjadi masa depan kebudayaan Islam dan mengulang zaman keemasannya?
Untuk mewujudkan hal di atas tentunya harus dibangun masyarakat yang kaya akan pemikiran, ilmu pengetahuan dan kaya hati serta mempunyai wawasan yang luas. Untuk membangun sebuah masyarakat atau lingkup yang lebih luas(baca :negara), harus dimulai dari lingkup yang lebih kecil, dari keluarga, masyarakat sekitar dan pada gilirannya berlanjut pada masyarakat yang lebih luas. Semuanya akan berjalan lancar jika dimulai dari membangun diri sendiri. Jika ingin membangun bangsa, bangunlah masyarakatnya; Jika ingin membangun masyarakat, bangunlah keluarganya; Jika ingin membangun manusia, bangunlah hatinya. (Erich Fromm)
Agenda di atas tak lain dan tak bukan adalah kewajiban intelektual muslim. Kaum intelektual sebagaimana yang telah menjadi kesepakatan umum yang berkembang dalam masyarakat merupakan suatu golongan yang mempunyai peranan penting dalam proses transformasi sosial, ia harus mempunyai keberpihakan kepada masyarakat sekitarnya, terutama kaum dhu’afa secara sosial politik dan ekonomi sekaligus memperjuangkan aspirasi mereka. Seorang intelektual muslim harus mempunyai integritas, pengabdian serta komitmen yang jelas dalam membangun peradaban umat dan bangsanya. Apabila seorang intelektual tidak mempunyai concern terhadap misi dan komitmen ini, maka ia bukanlah seorang intelektual, melainkan hanyalah seorang peneliti, akademisi atau politisi.
Kaum intelektual dalam sebuah masyarakat memilki tugas khusus yakni "menafsirkan dunia bagi masyarakat tersebut”. Intelektual memang bukan sebuah kelas, melainkan sebuah golongan sosial yang terapung (socially unattached) karena ilmu dan wawasan yang dimilikinya. Jadi ia harus menyatukan phenomena dengan noumena, yang sakral dan skuler, dan menjembatani bahasa sehari-hari dengan bahasa pengetahuan serta mentransformasikan ilmu pengetahuan yang mereka miliki kepada masyarakat di mana ia tinggal sebagai aplikasi apa yang ada dalam pikirannya demi kemajuan masyarakat.
Dalam membangun sebuah masyarakat, seorang intelektual harus turun langsung bergaul dengan masyarakat yang dibangun tersebut. Seorang cendikiawan yang tak terlibat dalam masalah-masalah sosial di masyarakat, namun hanya menyuarakan kebenaran dari menara gading adalah sosok yang melakukan pengkhianatan intelektual (La Trahison de la trahison des clercs). Seorang intelektual harus melakukan kerja protes terhadap segala macam bentuk penyimpangan yang ada dalam masyarakat. Intelektual sejati adalah mereka yang berani melakukan kerja protes atas kecenderungan destruktif di dalam masyarakat, tidak sekadar berdiam diri di atas menara gading atau memosisikan diri sebagai resi. Tugas kaum intelektual tidak semata menganyam kata, menelurkan gagasan, tetapi juga harus berupaya mengubah realitas yang timpang, mengubah kata- kata menjadi kenyataan.
Menurut Ali Shariati peranan kaum intelektual di dalam masyarakat terletak pada usahanya, dalam kehidupan yang selalu dinamis, jika tidak demikian, pasti ia akan menyerah pada determinisme historis yang akan melenyapkan kepribadian dan komitmennya. Perbedaan antara determinisme historis dan determinisme Tuhan adalah, bahwa kita diciptakan oleh Tuhan, bukan oleh kekuatan-kekuatan sejarah, sehingga semestinya seorang intelektual harus lebih baik dan lebih unggul daripada determinisme dejarah.
Dalam pandangan seorang cendikiawan muslim, Kuntowijoyo, kaum intelektual muslim paling tidak harus bisa berperan dalam dua hal: Pertama, dalam hal manajemen yang rasional; dan Kedua, membantu umat dalam perang gagasan, intellectual war. “Kita sedang menghadapi ‘perang’, ghazwul fikr atau intellectual aggression. ‘Musuh’ mereka ialah materialisme dan sekularisme dunia modern. Tugas intelektual Muslim ialah berjihad intelektual,” demikian Kunto pernah menganjurkan. Menurutnya, seorang intelektual adalah pewaris Nabi. Karenanya seorang intelektual Muslim tidak boleh berpangku tangan, sementara dunia akan tenggelam.
Sekali lagi penulis berharap semoga tulisan ini dapat mengingatkan kita betapa banyak tugas yang harus dilaksanakan oleh seorang ulul al-ilm (baca: intelektual muslim) untuk menegakkan kalimat Allah sesuai dengan kemampuan yang kita miliki. Apabila kita dapat menyelesaikan tugas di atas niscaya Allah akan meninggikan derajat kita sebagai orang yang berilmu sebagaimana yang dijanjikan-Nya dalam surat al-Mujadalah ayat 11, bahwa Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat. Orang yang berilmu dalam arti mempunyai ilmu pengetahuan dan juga mau mengamalkannya untuk membangun umat.
*Santri Pon-Pes UII
MERAIH KEMERDEKAAN YANG HAKIKI

Makna kemerdekaan
Kemerdekaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan bebas dari penghambaan atau penjajahan; juga berarti tidak terikat atau bergantung pada pihak lian. Dengan kata lain merdeka berarti leluasa. Kemerdekaan berarti kebebasan dari belenggu yang dapat mengurangi atau menghilangkan kebebasan, kebebasan dari tekanan atau pengaruh, baik secara lahir maupun batin, baik belenggu itu dari pihak lain maupun dari dalam diri kita sendiri seperti kebodohan, kekrdilan dan kebutaan nurani.
Di dalam Al-Quran kemerdekaan diartikan sebagai suatu kebebesan dari berbagai belenggu kehidupan, kebebasan untuk mengatur diri sendiri dan menguasai diri. Hal ini dapat kita lihat dari firman Allah dlam surat al-Maidah ayat 20: Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, ingatlah ni`mat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun di antara umat-umat yang lain".(yang semasa) denganmu.
Menurut Rasyid Ridha, kalimat ja'alakum mulukan, yang diterjemahkan dengan "Dia menjadikan kamu orang yang merdeka", adalah bahwa mereka (kaum nabi Musa) dijadikan Allah menguasai diri mereka masing-masing bebas mengatur diri dan keluarga mereka serta menikmati kesejahteraan, setelah sebelumnya ditindas oleh Fir'aun yang membunuh anak-anak lelaki mereka dan membiarkan wanita-wanita mereka hidup tertindas. Penafsiran Rasiyd Ridha ini sejalan dengan penafsiran Muhammad ali Al-Shabuni dalamkitabnya Shafwah al-Tafasir yang mengatakan bahwa Bani Israil merasakan kehidupan laksana raja, (bebas merdeka) setelah bebas dari cengkraman Fir'aun.
Hakikat Kemerdekaan
Selama tiga setengah abad Bangsa Indonesia berada dalam cengkraman penjajah. Kemudian berkat Rahmat Allah dan dengan semangat perjuangan untuk meraih kemerdekaan yang didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, akhirnya bangsa Indonesia berhasil melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Secara fisik, kita sebagai bangsa Indonesia telah bebas dari penjajahan pihak asing, hal ini ditandai dengan proklamsi kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun apakah proklamasi kemerdekaan tersebut secara otomatis mengantarkan kita pada kemerdekaan batin dan mental? Pertanyaan ini tidak langsung dapat kita jawab, karena kemerdekaan batin mencakup kemerdekaan pendidikan, kebebasan dari belenggu kebodohan, bebas dari keterbelakangan, kemiskinan, korupsi, kolusi, nepotisme dan berbagai masalah lain.
Kemerdekaaan suatu masyarakat atau bangsa tidak dapat terpenuhi tanpa adanya kemerdekaan di dalam setiap individu yang hidup dalam masyarakat atau bangsa itu. Jadi dapat dikatakan bahwa anugerah kemerdekaan yang dinikmati individu-individu dalam suatu masyarakat merupakan kemerdekaan untuk bangsa dan masyarakatnya. Sebaliknya, tidak dinikmatinya kemerdekaan, kebebasan dan keleluasaan oleh individu sebagai anggota masyarakat, ini berarti bahwa masyarakat atau bangsa tersebut pada hakikatnya belum merdeka. Tidak ada artinya proklamasi kemerdekaan suatu bangsa jika masyarakatnya masih terbelenggu oleh berbagai masalah yang merenggut kemerdekaan dan kebebasan lahir batin baik oleh bangsa lain maupun oleh sebagian anggota masyarakat sendiri.
Sebagaimana yang kita rasakan bangsa kita masih dililit berbagai masalah yang sangat kompleks. Masalah pendidikan, kemiskinan, hutang, pengangguran, disintegrasi korupsi, kolusi, nepotisme dan berbagai massalah lain yang merenggut kebebasan kehidupan bangsa kita. Dalam hal pendidikan, baik yang mengenyam pendidikan maupun yang tidak masih tetap merasakan ketidak bebasaan. Bagi yang tidak mengenyam pendidikan, mereka terpasung oleh kebodohan, keterbelakangan dan ketertinggalan. Penyebab utamanya adalah mereka tidak dapat menjangkau tingginya biaya pendidikan. Biaya pendidikan begitu tinggi sehingga hanya dapat dijangkau oleh mereka yang mempunyai ekonomi menengah ke atas, sedangkan orang yang hidupnya pas-pasan tidak dapat merasakan nikmat kemerdekaan dari belenggu kebodohan. Sebenarnya keadaan seperti ini tidak tidak jauh berbeda dengan masa penjajahan Bangsa Belanda. Pada masa itu yang dapat mengenyam pendidikan adalah anak para pejabat, golongan priyayi, sedangkan sekarang ini yang dapat merasakan duduk di bangku sekolahan dan perguruann tinggi adalah mereka yang berkatong tebal. Di sisi lain, bagi mereka yang merasakan pendidikan juga merasakan penjajajahan mental karena ketidakjelasan sistem pendidikan kita, pendidikan diarahakan untuk mencari pekerjaan, mengkerdilkan, menghilangkan kepercayaan terhadap diri sendiri, gengsi dan lain-lain. Dengan sistem seperti ini maka tidak heran jika banyak orang yang berani merogoh kantongnya dalam-dalam demi mendapatkan suatu pekerjaan setelah ia lulus dari sebuah lembaga pendidikan.
Kemerdekaan ekonomi juga belum sepenuhnya dapat dirasakan oleh bangsa kita. Berapa miliyar dolar hutang negara kita yang belum terbayar, padahal setiap detik hutang ini terus bertambah karena berbunga. Berapa banyak rakyat Indonesia yang masih hidup di bawah garis kemiskinan, berapa puluh juta tenaga produktif yang terkurung oleh jeruji pengangguran? Berapa banyak aset Negara kita yang setiap hari dikeruk dan dibawa ke luar negeri karena keterbatasan sumber daya manusia Indonesia sehingga tidak mampu mengolah aset-aset tersebut. Tingginya angka kemiskinan dan pengangguran ini mengakibatkan meningkatkan angka kriminalitas, perampokan, pencurian, dan berbagai kejahatan lain dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Selain itu dengan jelas kita dapat melihat bahwa secara mental kita belum merdeka. Hal ini tercermin dari sikap yang suka menerabas, mencari jalan pintas terjadi di hampir semua struktur sosial dan birokrasi. Tujuan atau hasil adalah segala-galanya, meskipun harus melalui proses yang tidak benar. Inilah yang menumbuhsuburkan penya koripsi sehingga mendarah daging. Keadaan ini kemudian seolah-olah memperoleh legitimasi ketika kita berurusan dengan aparat birokrasi pemerintah. Kolusi sudah dianggap sebagai bagian dari pekerjaan, dan orang yang tidak melakukan itu dianggap melawan arus zaman. Sikap tidak percaya diri (minderwaardig) hampir merata melekat pada diri sebagian besar masyarakat Indonesia. Pengagungan yang berlebihan terhadap bangsa Barat –termasuk memamah secara membuta-tuli segala sesuatu –teori, konsep, gaya hidup, mode, dari yang ilmiah sampai yang urakan—yang datang dari Barat, sebenarnya merupakan kompensasi dari rasa minderwaardig itu.
Kebiasaaan mengabaikan tanggung jawab, tidak amanah, khianat, korupsi massal dan penyelewengan yang dilakukan anggota-anggota DPR dan DPRD, serta penyalahgunaan jabatan adalah beberapa contoh kasus pengabaian terhadap tanggung jawab. Sejumlah contoh lain niscaya akan lebih panjang lagi jika dituliskan di sini.
Apabila kita dapat melepaskan diri dari berbagai masalah di atas, maka secara otomatis kita akan merasakan kemerdekaan yang hakiki. Menjadi Bangsa bas berpikir, bebas dari kebodohan, bebas dari belenggu KKN, hutang, kemiskinan, keterbelakangan, ketertinggalan, kebebasan untuk mengolah sumber daya alam yang begitu melimpah dan bebas dari masalah-masalah yang mengurangi dan bahkan merenggut kemerdekaan dalam kehidupan sehari-hari.
Kemerdekaan yang hakiki akan tercipta dalam kehidupan banghsa kita apabila ada i’tikad baik, ketulusan hati dan komitmen yang kuat dari semua komponen masyarakat untuk memperbaiki bangsa ini, baik yang menjadi pejabat maupun rakyat jelata. Selalu menggunakan profesionalitas yang didasari nurani yang suci dan keimanan serta ketaqwaan dalam menjalankan segala aktivitas sehingga tidak akan melakukan sesuatu yang dapat merugikanorang lain yang berakibat terkuraningnya atau terenggutnya kebebasan orang lain atau sesama anggota masyarakat. Dan yang paling penting adalah menumbuhkembangkan semangat perjuangan melawan kebodohan dengan meningkatkan kualitas pendidikan, semangat melepaskan diri dari kemiskinan dan keterbelakangan dengan menumbuhkan semangat kerja keras dengan berniat beribadah kepada Allah yang disertai dengan do’a dan tawakkal kepad-Nya. Wallahu A’lam.

Imam Mustofa;
Santri Pon-Pes UII





Judul Buku : Mendung di Atas Kufah
Judul Asli : Riwayatu Tarikhi al-Islam
Pengarang : Jurji Zaidan (George Zidan)
Penerjemah : M. Halabi
Terbit : Januari 2006
Tebal : 375 Halaman
Penerbit : Navila

Dibalik Pembunuhan Ali bin Abi Tholib; Cinta dan Tipu Daya

Oleh : Imam Mustofa*
Pertempuran sesunggunya akan menimbulkan image yang tidak baik bagi pihak yang terlibat di dalamnya. Karena disadari oleh setiap orang bahwa perperangan bukanlah jalan terbaik yang harus ditempuh untuk mendapatkan jalan keluar dari suatu permasalahan. Perperangan selalu saja membuahkan korban yang kerap tidak di diterima kematiannya oleh keluarga yang ditinggalkan. Setidaknya akan menanam rasa benci kepada yang dianggap telah bersalah, atau bahkan akan menumbuhkan tekat bulat dalam hati untuk membalas kematian itu.
Tidak terkecuali dalam Islam, tinta merah telah menggambarkan masa kekelaman yang pernah dialami. Akhir pemerintahan khalifah ketiga, Usman bin Affan, adalah awal masa kekelaman itu terjadi. Masa kekhalifahan Usman berakhir karena terbunuh. Tragisnya lagi muncul tuduhan bahwa Ali bin Abi tholiblah yang menjadi dalang semua peristiwa ini. Tuduhan ini semakin kuat karena Ali kemudian menjadi khalifah pengganti Utsman. Episode selanjutnya adalah tuntutan balas oleh keluarga Usman (bani umayah) kepada Ali dan pengikutnya. Demikianlah, sehingga terjadi berbagai perperangan antar kubu ahli bait dengan bani umayah yang keduanya adalah muslim.
Perperangan begitu menggemparkan dan memecah belah persatuan umat Islam pada waktu itu menjadi dua kubu; kubu Ali bin Abi Tholib dan kubu Mu'awiyah bin Abi Sofyan. Satu kubu lagi muncul setelah adanya tahkim (perdamaian) antara kedua kubu itu karena tidak menerima hasil tahkim yang dinilai tidak sesuai, yaitu kubu Khawarij, kelompok Ali yang menyeleweng. Anggota kelompok ini akhirnya bertekad mengakhiri krisis pada waktu itu dengan cara membunuh tiga pemimpin besar; Mu'awiyah, Amr bin 'ash dan Ali bin Abi Tholib.
Bagi seorang pembaca, cerita perperangan dan pembunuhan yang monumental biasanya mendebarkan dan menegangkan suasana kalbu. Apalagi sebelumnya hanya mengetahui sekilas, tidak tuntas. Demikian juga cerita yang dikisahkan oleh Jurji Zaidan dalam buku "Mendung di Atas Kufah" ini. Sebuah buku yang menceritakan detail terbunuhnya Ali bin Abi Tholib dan perpindahan khalifah ke tangan Mu'awiyah. Namun demikian, buku yang bertemakan sejarah ini disajikan dengan cara yang menarik dengan racikan kata-kata yang sangat mengesankan yang mampu menghilangkan kesan-kesan dan sisi kekerasan dalam peristiwa pembunuhan Ali karena dibungkus dengan romantisme kisah cinta. Inilah yang membuat buku ini mempunyai nilai plus.
Begitu mendebarkannya, sehingga terkadang hati tidak sabar ingin membaca bagian akhir buku untuk mengetahui ending kisah itu. Tapi, tidak semudah itu, pembaca akan terikat dengan 'lantunan' kalimat demi kalimat, pembaca akan betul-betul menikmati isi buku itu, karena sebuah kisah kekerasan, pembunuhan, peristiwa berdarah yang menegangkan itu dibingkai dengan kisah romantis sepasang insan yang berbeda persepsi dan tujuan satu sama lain. Yang pertama, murni atas dasar cinta sehingga dengan ketulusan cintanya, ia sanggup berbuat dan berkorban apa saja demi meraih cinta sang 'bidadari'. Tapi dipihak lain, keromantisan itu hanyalah sebagai trik untuk memperoleh hati sang 'bidadara' agar dapat membantu memperoleh tujuan yang telah lama dinantikan.
Said al Umawi adalah pemeran utama yang berada pada pihak pertama. Seorang pemuda yang masih 'hijau' dan lugu dalam hal percintaan, mencintai bidadari Kufah bernama Qutham binti Syuhnah yang berperan sebagai pihak kedua. Qutham memanfaatkan rasa tulus cinta Said untuk membalas dendam kepada Ali bin Abi Tholib yang dinilai menjadi dalang pembunuh ayahnya, karena mengikuti kelompok yang membelot dari Ali, kelompok Kawarij. Dengan modal kecantikan dan keceridaknnya, Qutham yang dibantu oleh seorang nenek tua, Lubabah, dan pembantunya, Raihan, berhasil menjebak Said dalam sebuah perjanjian mengikat untuk membunuh anak paman nabi itu. Walaupun kurang yakin dapat melakukannya, namun karena rasa cinta pemuda kalem ini sudah menggema di seluruh relung hati, demi mendapatkan cinta wanita yang telah lama diimpikan, akhirnya Said menyetujui juga.
Perjuangan untuk melaksanakan janji kepada sang buah hati bukanlah hal yang mudah. Said sering dihadapkan kepada dua pilihan yang sangat sulit untuk diputuskan, karena saling bertentangan. Diantaranya, janji Said kepada Qutham untuk membunuh Ali bahkan ditentang oleh Abu Rihab, kakek Said yang telah membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Berbagai alasan dan keterangan disampaikan sehingga diyakini Said pasti tidak akan mengingkarinya. Said akhirnya bersaksi dihadapan kakeknya untuk mematuhi keinginan kakeknya itu. Namun, di sisi lain wajah Qutham, bunga desa Kufah itu selalu membayanginya, mengingatkan agar perjanjian secepatnya dilaksanakan. Dengan sekuat tenaga, Said berusah mencari jalan keluar sehingga kedua permintaan yang bertentangan itu bisa dilaksanakan.
Usaha said itu ternyata berhasil, meskipun pada akhirnya jauh dari harapan. Jalan keluar yang didapatkan Said malah menjadi episode penjerumusan Said dan keponakannya, Abdullah, dalam jebakan sistematis Qutham, Lubabah dan Raihan. Beruntung Said bertemu dengan Khaulah, wanita Fusthtath yang cerdas, sopan, pemberani sekaligus jelita, anggun nan mwnawan. Dialah yang menyelamatkan mereka dari jebakan Qutham cs. Sebagaimana Khaulah terhadap said, rasa cinta Said juga sudah muncul ketika kali pertama melihat wajah Khaulah, hanya saja pada saat itu, serat-serat jiwa pemuda tampan ini masih terikat dengan Qutham. Sedangkan Khaulah sendiri tidak 'berani' menyatakannya secara terus terang. Setelah Said benar-benar menyadari bahwa selama ini ia dijebak dan dimanfaatkan oleh Qutham untuk membalaskan dendam atas kematian ayahnya, barulah benang-benang cinta Said mulai terajut untuk Khaulah.
sedangkan Qotham, setelah menyadari situasi yang kurang menguntungkan ini tidak lagi mengharapkan Said untuk menjalankan keinginannya. Melalui bantuan Lubabah, Qutham mendapatkan 'korban' baru. Tokoh Khawarij, Abdurrahman bin Muljam adalah korban itu. Dengan kecantikan dan kelicikan pula, Qutham dengan mudah merebut hati ibnu Muljam. Jebakan sistematis yang samapun diterapkan oleh qutham dan lubabah kepadanya. Yaitu membunuh Ali sebagai mahar (jaminan) Qutham dapat dimiliki.
Ibnu Muljam sesungguhnya telah memiliki rencana dan kesepakatan dengan kedua rekannya untuk membunuh tiga orang pemimpin pada waktu itu, termasuk Ali bin Abi Tholib. Ketika hampir tiba saat pembunuhan yang telah ditentukan, ibnu Muljam sempat memiliki niat untuk mengurungkan niat membunuh Ali. Tapi, reputasi, cinta dan harapan ibnu Muljam bisa hancur di depan Qutham dan Lubabah, karena telah ada perjanjian sebelumnya. Sehingga niat itu tetap dilanjutkan. Alipun terbunuh di tangan tokoh Khawarij itu. Sedangkan ibnu Muljam sendiri mati di tangan sahabat. Sungguh, kecantikan Qutham memang tiada tandingannya, sehingga siapapun pasti akan tergoda dan sanggup berkorban apa saja untuknya.
Kisah dalam buku itu diakhiri dengan kebahagiaan pada Said karena mendapatkan tambatan hati baru, Khaulah. Kebahagian terlihat jelas di wajah Said, masa kritis telah berlalu dan masa depan bisa dilalui dengan gadis pujaan hati. Apalagi dia dan Khaulah mendapat simpatik dari penguasa Mesir, Amr bin 'Ash. Walaupun wasiat Abu Rihab sepenuhnya tidak dapat dipenuhi, tapi setidaknya Said dan Abdullah telah berusaha sekuat tenaga, dan itu sudah sangat cukup bagi mereka.
Qutham berhasil dibunuh oleh Bilal, pembantu Khaulah, yang telah memendam benci karena perbuatannya yang menjerumuskan banyak orang kepada kematian. sedangkan Lubabah, tewas dibunuh Qutham saat mereka berdua dijebloskan ke penjara Amr bin Ash.
Dalam buku ini Jurji Zaidan sangat antusias mengdepankan unsur-unsur daya tarik dan kesan bagi para pembaca, namun demikian ia tidak kehilangan keseimbangan dengan mentolelir sikap dan perilaku yang menyimpang dari tatanan moral. Bahkan ia menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika. Tokoh-tokoh dalam cerita selalu ditonjolkan secara transparan, walau harus diakui bahwa fakta dan informasi mengenai tokoh-tokoh, peristiwa-peristiwa dan situs-situs sejarah belum begitu sempurna, dalam arti tidak disampaikan secara mendalam.
*Ketua Ikatan Keluarga Alumni Pondok Pesantren Mahasiswa Unggulan Universitas Islam Indonesia


penulis adalah sekjend eLKIM (Lembaga Kajian Ilmu dan Pengembangan Masyarakat) Ponpes Universitas Islam Indonesia , Jogjakarta
Identitas penulis
Nama : Imam Mustofa
Alamat : PP UII, Jl. Selokan Mataram, DS. Dabag, Condong Catur, Depok Sleman, Yogyakarta . 55283. Telp (0274) 488559.
TTL : Lampung 12 April 1982
Pendidikan : S 1 Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia

Terorisme Israel Sampai Kapan?

Oleh: Mustafa Sami
Agen-agen antek Mossad mengakui berada dibalik pembunuhan pejuang Palestina Izzuddin Syaikh Khalil, salah seorang pemimpin Gerakan Perlawanan Islam Hamas di Damaskus, lewat peledakan mobil pribadinya. Aksi terror semacam ini bukanlah hal baru bagi Zionis Israel dan pemerintahnya. Israel sebagai pihak yang lebih unggul atas karunia dari Amerika Serikat dibandingkan dengan negara-negara Arab dalam hal teknologi senjata yang dimilikinya, Israel adalah satu-satunya pihak yang memiliki kader-kader terbaik terlatih untuk melakukan aksi-aksi terorisme terhadap musuh-musuhnya bahkan terhadap sahabatnya sendiri bila menentang kepentingan Israel.
Anehnya, Washington dan pemerintahan Presiden Bush yang mengklaim mengusung perang melawan terorisme justru membantu tanpa catatan apapun atas kejahatan dan terorisme Israel terhadap orang-orang Palestina. Sebelumnya Israel telah mengajukan diri untuk memberikan pelatihan kepada anggota pasukan Amerika Serikat di Irak guna melakukan operasi perang gerilya kota, penyerbuan rumah-rumah dalam kegelapan malam untuk mengintimidasi penduduk, menangkap orang-orang yang dicurigai dan (sanksi) pembunuhan massal atas warga sipil. Ada laporan-laporan yang menegaskan bahwa pengajuan Israel ini mendapat sambutan (diterima) oleh Departemen Pertahanan Amerika dan para gubernur baru yang memiliki loyalitas ganda kepada Israel dan Amerika. Dan apa yang kita saksikan akhir-akhir ini berupa aksi-aksi kekerasan dengan menggempur kota-kota Irak tanpa ampun dan belas kasihan dengan menggunakan rudal-rudal dan senjata yang dilarang secara internasional, pembunuhan puluhan warga sipil Irak dan penghancuran rumah-rumah warga yang terjadi setiap hari yang dilakukan pasukan agresor Amerika, itu semua adalah kejahatan yang mencerminkan penerimaan Amerika atas tawaran Israel tersebut. Dan apa yang terjadi di Irak sangat mirip dengan kejahatan para pasukan penjagal Ariel Sharon terhadap orang-orang Palestina.
Sejarah dunia modern belum pernah mengenal praktek terorisme baik secara sembunyi maupun terang-terangan seperti yang dilakukan “Israel” ini. Dan negera-negara dunia menghadapi trorisme ini dengan sikap menonton layaknya para penggembira (supporter) tanpa gerakan dan kesadaran atau nurani yang membangunkannya atas pembunuhan orang-orang Palestina tak berdosa.
Cara Israel dalam menghadapi musuh-musuhnya dengan aksi terorisme bukanlah hal baru. Namun yang aneh adalah kelemahan Arab meski hanya sekadar mengecam atas pembantaian warga Palestina dan pembunuhan para pemimpinnya. Secara telanjang ibokota negara-negara Arab telah menjadi hahl bagi antek-antek Israel yang menyusup dan berbuat kerusakan di tanah mereka. Orang-orang Suriah menyebut kejahatan pembunuhan terhadap Izzuddian Syaikh Khalil sebagai aksi terorisme dan perkembangan yang berbahaya. Seakan-akan mereka mengungkap untuk pertama kalinya praktek terorisme Israel, bahwa pemerintah Israel tengah menggunakan segala factor dan motif illegal yang tidak manusiawi untuk meningkatkan kekerasan terhadap orang-orang Palestina.
Aksi kejahatan pembunuhan ini sendiri terjadi dua minggu setelah ancaman Amerika atas Suriah, serta permintaan bantuan menteri luar negeri yang kala itu bertamu ke sejumlah negera Timur Tengah pada minggu sebelumnya, meminta agar Damaskus mengusir para pemimpin lembaga-lembaga Palestina dari Suriah setelah menuduh pemerintah Suriah – dengan penuh kedustaan – memberi izin kepada sebagian pejuang Palestina untuk mengendalikan aksi-aksi kekerasan terhadap Israel dari Suriah.
Setelah semua ancaman ini, baik dari Amerika maupun Israel, terhadap Suriah dan para pejuang Palestina yang menjadikan Damaskus sebagai kantor mereka setelah Sharon melarang mereka pulang kembali ke tanah airnya, maka Damaskus harus mengambil sikap sangat waspada dan siaga penuh terhadap wilayah perbatasannya guna mencegah masuknya para mata-mata, para instruktur dan antek-antek yang menjual kewarganegaraan dannurani mereka untuk negera Zionis Israel.
Pada tahun 30-an dan 40-an, teroris Israel sebelum berdiri sebagai sebuah negara dan sejak masih sekadar geng-geng mafia, praktek-praktek pembunuhan dan perusakan bukanlah hal baru bagi mereka. Uapaya-upayanya melakukan konspirasi dan menanam bom ranjau bagi kemapanan Arab terkenal di seluruh negara Arab. Israel berinterasi dengan negera-negera Arab dengan perngormatan sangat rendah sekali atas hukum dan supremasi internasional, tanpa peduli dengan moralitas dan etika modern bagi sebuah negara. Percobaan pembunuhan oleh Israel terhadap pejuang Palestina Khaled Misy’al pada akhir 70-an di jantung kota Aman dengan menyuntikan cairan beracun lewat dua orang pentolan intelijen Zionis Israel yang masuk ke Yordania dengan menggunakan passport Kanada masih terlintas nyata di hadapan kita. Sekiratnya bukan kerena kesiagaan penjaga Misy’al yang berhasil menangkap kedua agen Israel, pastilah kejahatan teroris Israel tersebut tidak terungkap.
Pemerintah Kanada mengajukan protes atas kejahatan Israel ini dan kala itu pula langsung memutuskan untuk menarik dubes Kanada dari Tel Aviv. Pihak Israel pun mengajukan permohonan maaf secara resmi kepada pemerintah Otawa. Dubes Kanada pun tidak kembali lagi ke Tel Aviv kecuali setelah Israel berjanji agen-agennya tidak akan menggunakan passport Kanada dalam aksi-aksi kejahatan mereka di luar.
Dua tahun sebelum aksi kejahatan ini, para agen Mossad Israel melakukan aksi pembunuhan terhadap ahli rudal Kanada Girald Ford setelah ditunggu di pintu apartemennya di Brussel pada tengah malam yang langsung ditembak mati saat itu juga. Kala itu, ahli rudal Kanada ini bekerja sama dengan pemerintah Irak selama masa pemerintahan Sadan Husain untuk mengembangkan jenis Rudal jarak jauh yang dikenal dengan Missil Sober. Dua aksi kejahatan ini menegaskan bahwa sahabat-sahabat Israel sendiri tidaklah aman terhadap aksi-aksi pembunuhan, pembokongan dan pengkhianatan yang dilakukan Israel untuk merealisasikan kepntingan dan tujuan-tujuannya.
Dalam menghadapi terorisme Israel ini, negera-negera Arab khususnya yang berhubungan perbatasan dengan Israel harus mengambil langkah-langkah dan sarana-saranaguna mencegah masuknya musuh-musuh ke tanah mereka. Bila kita tidak mampu memerangi Israel dan membalas atas kejahatannya karena kelebihan yang mereka miliki, berupa persenjataan midern dari Amerika, paling tidak menunaikan kewajiban kita menjaga front dalam negeri kita saja dari warga yang beroposisi secara politik terhadap institusi pemerintah bahkan dari musuh-musuh dan mata-mata yang menginjak-injak kehormatan dan supremasi kita. (seto)
*) Tulisan ini pernah dimuat di harian al Ahram
Kurikulum Israel: Rasis dan Anti Perdamaian

COMES: Kairo – Sebuah studi analis terhadap muatan 16 buku pelajaran di sekolah-sekolah Israel menyebutkan, kurikulum pengajaran di Israel bertujuan menyiapkan anak didik secara kejiwaaan untuk menuju peperangan, kebencian dan memberikan gambaran negative tentang bangsa Arab.
Seperti yang dilansir Islamonline mengutip sumber Ruters edisi Kamis (10/03/05) dari seorang pakar pendidikan wanita Dr. Shafa Abdul Ali bahwa ia mengatakan, buku-buku pelajaran di Israel menanamkan dalam diri pelajar Israel untuk cinta perang sebagai cara untuk membela hak-hak yang menurut mereka legal dan historial yang bertujuan menyiapkan opini public Israel bahwa perang adalah tidak bisa dielakkan.
Dalam bukunya “Pendidikan Rasialisme dalam Kurikulul Israel”, doctor wanita ini menegaskan, perang untuk mewujudkan hak-hak Israel adalah tanggung jawab sepanjang jaman yang harus diterima. Generasi didik Israel harus mengorbankan diri untuk untuk itu sebagaimana generasi awalnya. Ia menambahkan, generasi Israel tidak akan mengorbankan nyawa mereka kecuali jika mereka yakin bahwa perang adalah legal dan benar serta ditegakkan untuk memerdekan tanah jajahan (Palestina), sebagai tanah nenek moyang dan kerajaan Israel sejak jaman Daud dan Sulaiman. Wanita pakar pendidikan ini menambahkan bahwa penanaman opini dimulai sebelum konflik di bumi.
Permusuhan, kebencian dan kedengkian
Buku bersisi studi analisis yang diterbitkan Addar Misriah Lubnaniah di Kairo ini setebal 230 halaman dengan sebagian besar mengambil bahan dari 11 buku pelajaran sejarah, 5 buku pelajaran geografi yang menjadi kurikulum kelas III hingga kelas VI sekolah dasar. Buku ini memuat sebagian judul di antaranya “Kisah-kisah generasi awal warga permukiman Yahudi” “Penjaga dan para generasi awal” “Antara pagar Al Quds” “Al Quds” “Al Quds milikmu dan milikku” “Aku pembuka tabir Al Quds” dan lain-lain.
Dr. Safa menambahkan, buku-buku pelajaran ini berisi muatan menghalangi perwujudan perdamaian dan pendirian negara Palestina merdeka. Dari kajian analisis ini jelas bahwa tugas pengajran utama Israel adalah berupaya menanamkan ketakutan kepada orang lain dalam akal anak didik, menanamkan unsur kebencian, kedengkian, menumbuhkan spirit permusuhan kepada bangsa Arab dan memberikan gambaran salah dalam diri generasi Israel sekarang dan yang masa depan terhadap Arab.
Di antara bukti hal ini, di antara judul dalam buku pelajaran Israel adalah “Rumah perampas perang Arab” “Bangsa Arab pencuri” “Koruptor yang haus darah Yahudi” “Arab kampungan yang terbelakang” “Bangsa Arab, penyebarang jalan dan perampok”.
Dr. Safa mengatakan, bangsa Arab selalu diidentikkan dengan sifat pembunuh dan pencuri dengan memberikan bukti dari generasi awal dari kaum Yahudi dan lingkungan negara barat penuh dengan peristiwa pencurian dan terorisme bangsa Arab, mengutip sumber Yahudi.
Sementara, dalam pengantar di bukunya “pendidikan rasialis dalam kurikulum Israel”, pakar pendidikan Mesir, Hamed Ammar menegaskan,”Pendidikan rasialisme menguasai logika Israel baik di tingkat pemimpin atau rakyat dan di sana ada antusiasme untuk menanamkannya pada generasi mendatang,”
Ammar menyebut sistem pendidikan Israel sangat berbahaya karena kurikulum yang ada akan mempengaruhi orientasi ideology Israel baik secara gagasan, pikiran dan prilaku.
Ia menampik bahwa Israel terlepas dari ideologinya yang rasialis. Terutama soal persepsi mereka dan hubungannya dengan dunia Arab. Dari sini jelas, keinginan Israel ingin membangun perdamaian yang adil dan utuh di Timteng hanya omong kosong dan batil.
Sementara penerbit kitab Muhammad Rassyad mengatakan kepada kantor berita Ruters, bahwa dirinya berusaha memperoleh kesepakatan dengan salah satu negara Eropa untuk menerjemahkan buku ini. Tujuannya, agar orang lain yang membela Israel atau memberikan dukungan emosial secara gratis mengatahui betapa komunitas Israel menanamkan spirit permusuhan terhadap bangsa Arab dan terhadap orang lain selain Yahudi.
Meski studi semacam ini dimunculkan, Sharon pasca kematian Yaser Arafat (11 September 2004 meminta kepada pemerintah Palestina yang baru untuk menfilter kurikulum sejarah Palestina yang bagiannya menentang Yahudi atau memusuhinya. Sharon menganggap bahwa gerakan anti Yahudi di kurikulum Palestina lebih berbahaya dari senjata.
Namun Amerika menutup mata atas kurikulum Israel ini. Bahkan sejak serangan 9 September 2001 mereka melakukan penekanan terhadap negara-negara Arab untuk mengubah kurikulum pendidikannya agar lebih toleran, karena dianggap bermuatan memusuhi orang selain Islam. Bahkan Kongres Amerika pada Oktober 2004 mengadopsi undang-undang pengawasan gerakan Anti Semit dunia yang ditetapkan Bush junior.
Menanggapi undang-undang ini, dalam konferensi soal “definisi anti Semit antara ideology dan politik di Kairo 8 Maret 2005, para pakar dan pemikir hukum internasional mengajak secara praktis menentang undang-undang Amerika yang akan menjaring semua aktifitas anti Semit. Undang-undang ini akan menjadi seperti “pedang penguasa” yang akan membabat semua leher kolumnis, wartawan Arab yang mengkritik politik Israel dan kejahatannya terhadap rakyat Palestina. Para pakar menambahkan, undang-undang Amerika ini bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi. (iol/atb)
Keyakinan dan Praktek Ritual Zionis Yahudi*)

COMES: Di antara episode-episode yang sangat berkesan dan terkenal dari drama “Pedagang Senjata” karya Shakeshpeare adalah sebuah episode yang di dalamnya menampilkan “seorang pedagang Yahudi di Venesia (Italia), pada satu waktu dia melakukan pertaruhan terhadap daging seorang bocah Kristen, yaitu dengan memotong bagian tubuh bocah yang sudah disepakati.”
Bagian episode ini dilarang sama sekali untuk ditayangkan di negara-negara Eropa. Karena menampilkan gambar yang membuat badan merinding serta menjelaskan tentang permusuhan antara orang-orang Yahudi dan Kristen, serta banyak ritual-ritual Yahudi, khususnya adalah penghalalan darah orang-orang non Yahudi.
Ungkapan dari syariat mereka:
“Orang-orang yang tidak mengimani ajaran-ajaran agama Yahudi dan syariat Yahudi, harus kita persembahkan sebagai korban untuk Tuhan kita yang agung.”
“Ketika kamu mendekati suatu kota untuk kau perangi maka ajaklah untuk damai. Kalau (warga) kota menjawab ajakan damai dan kota dibuka untukmu, maka semua bangsa yang ada di dalamnya menjadi milikmu untuk kau tundukan dan kau perbudak untukmu. Kalau (kota itu) tidak menyerahkan diri kepadamu, bahkan melakukan perang denganmu maka kepunglah. Apabila Tuhanmu mendorongnya ke tanganmu maka bunuhlah semua laki-laki dengan mata pedang. Sedangkan kaum wanita, anak-anak, binatang ternak dan semua yang ada di dalam kota, semua rampasannya jadikanlah rampasan untuk dirimu. Makanlah rampasan musuh-musuhmu yang diberikan Tuhan-mu untukmu.”
Bagaimana mereka mumpahkan darah:
Orang-orang Yahudi memiliki banyak cara dalam menumpahkan darah korbannya:
Yang pertama dengan menggunakan tong berjarum.
Yaitu subuah tong yang pas dengan tubuh korban yang di seluruh sisinya dipasang jarum tajam yang menusuk tubuh korban saat diletakan di dalam tong agar darah mengalir secara perlahan dari seluruh bagian tubuh korban, yang disertai dengan penderitaan yang teramat sangat sehingga menimbulkan sensasi kenikmatan bagi orang-orang Yahudi yang menyaksikan darah mengucur dari tubuh korban kemudian mengalir dari bawah tong ke bejana yang sudah disiapkan untuk menampung darah.
Cara kedua dengan penyembelihan dan pembersihan.
Cara ini dilakukan dengan menyembelih korban sebagaimana menyembelih kambing dan darahnya dibesihkan dalam wadah, atau memotong pembuluh-pembuluh korban agar darah mengucur keluar dan dikumpulkan dalam wadah yang kemudian diserahkan kepada Hakom (Rabbi) yang melakukan persiapan jamuan suci yang berlumuran dengan darah untuk mendapatkan ridha dari tuhan Yahudi yang haus akan pertumpahan darah. Tidak ada kebahagiaan bagi Yahudi dalam hari-hari raya mereka apabila tidak memakan jamuan yang berlumuran darah (orang) non Yahudi. Yahudi masa lalu mengutamakan darah (orang) Kristen karena kedengkian keagamaan yang mereka sembunyikan terhadap agama dan orang-orang Kristen, (korban) selanjutnya setelah itu adalah kaum muslimin.
Kisah kejahatan yang terkenal:
Dari Polandia, korban bernama Agnes Horoza berusia 19 tahun. Gambar menjelaskan sebagian simbol-simbol Yahudi. Kemudian disusul penangkapan orang-orang Yahudi yang dituduh melakukan kejahatan ini.
Dari Italia, orang-orang Yahudi menyembelih seorang bocah untuk ditumpahkan darahnya.
Di Mesir. Seorang lelaki Yahudi pergi dari Kairo ke kota Bur Sa’ed. Selanjutnya dia menyewa tempat di sebelah barat kota. Berkali-kali mendatangi seorang penjual Yunani di daerah yang sama. Sampai suatu hari dia datang bersama seorang bocah kecil berusia 8 tahun. Orang Yahudi ini kemudian minum arak dan memaksa si bocah meminumnya hingga menarik perhatian orang Yunani tersebut.
Pada hari selanjutnya, ditemukan jasad bocah tersebut dicincang secara biadab, tenggorokannya diputus. Peristiwa itu membuat geger warga di Mesir kala itu.
Di Suriah, ditemukan mayat seorang wanita kristen, disembelih, tubuhnya kehabisa darah. Pelaku kejahatan ini adalah seorang Yahudi “Revol Ankuta” yang dituduh melakukan penyembelihan. Dia mengambil darah korban untuk digunakan dalam hari raya Pesakh (Paskah).
Di Libanon, orang-orang Yahudi menyembelih korban Fathullah al Shaigh. Mereka mengambil darah korban untuk digunakan dalam perayaan hari raya Pesakh.
Di negeri Syam, seorang wanita Yahudi “Banud” murtad dari agamanya setelah melihat dengan mata kepalanya sendiri kejahata-kejahatan Yahudi yang mengerikan. Mereka membunuh anak-anak tidak berdosa demi mengambil darah mereka untuk dicampur dalam jamuan hari raya Pesakh. Dia pun masuk Kristen menjadi biarawati dan meninggal dunia dengan nama “Katrina”. Dia meninggalkan memori (catatan) yang sangat berbahaya tentang kejahatan-kejahatan Yahudi dan kehausan mereka untuk menumpahkan darah. Dalam memorinya dia menyebutkan peristiwa-peristiwa yang dia saksikan sendiri!!
Di Inggris, ditemukan mayat seorang bocah berusia 12 tahun terbunuh dan berlumuran darah akibat banyak luka ditubuhnya. Saat itu bertepatan dengan hari raya (jamuan) Pesakh Yahudi. Hal itu tidak membuat ragu lagi bagi warga Inggris bahwa pembunuh bocah tersebut orang-orang Yahudi. Akhirnya berhasil dibekuk para pelaku kejahatan ini yang kesemuanya ternyata adalah orang Yahudi! Ini merupakan persoalan yang pertama kali terungkap dan catatannya masih tersimpan di keuskupan Inggris!!
Di ibukota London telah ditemukan jasad seorang bocah di sebuah pemakaman suci. Pada tubuh korban tidak ditemukan setetes darahpun yang telah dikuras dengan luka khusus.
Orang Yahudi menculik bocah lain dari Lincoln. Dan itu terjadi pada hari raya jamuan suci Pesakh. Mereka menyiksa korban, menyalib dan menguras darahnya. Ayah korban menemukan jasad anaknya di sumur dekat rumah orang Yahudi. Saat dilakukan penyidikan, sang Yahudi mengakui terlibat dalam kejahatan ini. Sebanyak 91 orang Yahudi diajukan ke pengadilan dan 18 di antaranya dijatuhi hukuman mati!!
Kejahatan orang Yahudi di Inggris terus berlanjut hingga tahun 1290 ketika orang-orang Yahudi menyembelih Oxford, seorang bocah Kristen, dan diambil darahnya. Kejahatan ini membuat raja Edward I mengeluarkan perintahnya yang sangat bersejarah tentang pengusiran orang-orang Yahudi dari Inggris!!
Di Perancis, seorang remaja Kristen dijual kepada Yahudi pada tahun 1192. Orang-orang Yahudi kemudian menyembelih dan menampung darahnya. Saat pengadilan di gelar, raja Philip Agustus menghadiri langsung pesidangan dan memerintahkan orang-orang Yahudi yang melakukan kejahatan ini agar dibakar mati!!
Di Jerman, orang Yahudi menculik seorang bocah berusia 3 tahun kemudian membunuh korban setelah diambil darahnya. Pelaku kejahatan ini dijatuhi hukuman mati dengan dibakar!!
Di Spanyol, salah seorang Yahudi memberikan pengakuan atas teman-temannya dan orang-orang yang ikut dengannya dalam menyembelih salah seorang bocah dan mengambil darahnya. Dalam kasus ini, sebanyak 8 orang Yahudi dijatuhi hukuman mati. Kasus inilah yang menjadi penyebab dikeluarkannya keputusan pengusiran orang-orang Yahudi dari Spanyol pada tahun 1490!!
Di Swis tahun 1287, tepatnya di Berne, orang-orang Yahudi menyembelih seorang bocah bernama Rudolf di rumah orang Yahudi kaya raya di kota Berne. Orang-orang Yahudi mengakui kejahatan mereka dan banyak dari mereka yang dihukum mati. Kota Berne membuat patung yang menggambarkan orang Yahudi tengah makan seorang bocah kecil, patung ini dipasang di kampung Yahudi guna mengingatkan mereka atas kejahatan buas yang mereka lakukan!!
Di Austria tahun 1462, di daerah Insbirk, seorang bocah Kristen dijual kepada orang Yahudi lalu mereka menyembelihnya di atas batu di dalam gua. Darah korban digunakan untuk merayakan hari raya Pesakh. Setelah kejadian itu, pihak pemerintah mengeluarkan sejumlah keputusan yang mewajibkan orang-orang Yahudi mengikatkan tali berwarna kuning di lengan kiri mereka guna membedakan mereka dengan orang-orang Swis agar untuk menghindari kejahatan mereka!!
Di Italia tahun 1475, seorang bocah berusia 3 tahun bernama Simon dinyatakan hilang. Ketika semua mata (kecurigaan) diarahkan ke orang-orang Yahudi, mereka menghadirkan mayat bocah dari selokan guna menjauhkan tuduhan. Setelah dilakukan penyelidikan terbukti bahwa korban tidak mati karena tenggelam, namun karena kehabisan darah yang dikeluarkan melalui luka di bagian leher, pergelangan tangan dan kaki. Orang-orang Yahudi mengakui atas kejahatan tersebut. Mereka berdalih sangat membutuhkan darah untuk menyempurnakan ritual agama mereka serta untuk membuat adonan roti hari raya mereka dengan darah manusia dan anggur. Sebanyak 7 orang Yahudi dijatuhi hukuman mati dalam kasus ini!!
Di Hongaria, orang-orang Yahudi menculik seorang gadis remaja Kristen berusia 14 tahun. Seorang bocah perempuan Yahudi mengakui dirinya menyaksikan ibunya mengundang anak perempuan Kristen ke rumahnya. Selanjutnya korban digiring sejumlah orang Yahudi ke Sinagog. Seorang anak laki-laki Yahudi mengakui, dia menyaksikan aksi penyembelihan korban dan pengumpulan darah dalam wadah besar. Sejumlah orang Yahudi mengakui ikut terlibat dalam aksi pembunuhan ini guna merayakan hari raya Yahudi Pesakh. Sebanyak 15 orang Yahudi diajukan ke pengadilan, dan ini menjadi pengadilan bersejarah di Hongaria. Namun kekuatan dana (sogok) Yahudi telah menghancurkan kebenaran dalam kejahatan ini dan pengadilan membebaskan orang-orang Yahudi dari tuduhan pembunuhan. Meskipun semua bukti tuduhan menunjuk kepada keikutsertaan mereka dalam aksi kejahatan ini. Kejahatan ini menimbulkan situasi anti Yahudi yang menyebar di seluruh Eropa!!
Di Rusia, bertepatan dengan hari raya jamuan suci Yahudi, hilang seorang anak laki-laki berusia delapan setengah tahun. Seminggu kemudian, jasad korban ditemukan di sebuah rawa dekat kota. Saat dilakukan otopsi terhadap korban ditemukan banyak luka dari jarum tajam di seluruh tubuhnya, namun tidak ditemukan bekas darah setetespun di tubuhnya. Karena korban telah dimandikan sebelum dikenakan bajunya kembali. 3 orang wanita Yahudi mengakui sebagai pelaku kejahatan tersebut!!
Di Turki, di pulau Rudes, bertepatan dengan hari raya Yahudi Purim, seorang anak laki-laki Yunani dinyatakan hilang. Sebelumnya bocah ini terlihat memasuki kampung Yahudi di pulau tersebut. Ketika orang-orang Yunani marah dan meminta dilakukan pencarian terhadap bocah tersebut, hakim Turki Yosef Pasha terpaksa mengepung perkampungan Yahudi dan menahan para pemimpin Yahudi. Jurnal Ma’arev cetakan tahun 1905 jilid 10 halaman 410 mengakui melalui tokoh milyuner Yahudi, pejabat pemerintah Turki Utsmani kala itu berhasil disogok. Dan demikianlah kekuatan uang Yahudi telah berhasil menghancurkan kebenaran dalam kejahatan ini. (seto)
*) Artikel ini ditulis oleh Prof. Dr. Mustafa Regev di harian al Syarq Qatar pada edisi 2 Agustus 2006.


»»  READMORE...

SPIRIT PENDIDIKAN DALAM AL-QURAN* (Upaya Transformasinya dalam Kehidupan Umat di Era Global)

SPIRIT PENDIDIKAN DALAM AL-QURAN*
(Upaya Transformasinya dalam Kehidupan Umat di Era Global)

Oleh: Imam Mustofa, SHI., MSI**


A. Pendahuluan
Al-Quran merupakan bacaan yang sempurna dan agung. Tiada bacaan semacam Al-Quran yang dibaca oleh ratusan juta orang. Tiada bacaan seperti Al-Quran yang dipelajari bukan hanya susunan redaksi dan pemilihan kosa katanya, tetapi juga kandungan yang tersurat, tersirat bahkan sampai pada kesan yang ditimbulkannya. Bukan hanya itu, semua rangkaian Al-Quran mengandung kesucian. Artinya kesucian Al-Quran meliputi lafadz, makna, bentuk, suara, kehadiran fisiknya, termasuk juga pesan yang terkandung di dalamnya.


SPIRIT PENDIDIKAN DALAM AL-QURAN*
(Upaya Transformasinya dalam Kehidupan Umat di Era Global)

Oleh: Imam Mustofa, SHI., MSI**


A. Pendahuluan
Al-Quran merupakan bacaan yang sempurna dan agung. Tiada bacaan semacam Al-Quran yang dibaca oleh ratusan juta orang. Tiada bacaan seperti Al-Quran yang dipelajari bukan hanya susunan redaksi dan pemilihan kosa katanya, tetapi juga kandungan yang tersurat, tersirat bahkan sampai pada kesan yang ditimbulkannya. Bukan hanya itu, semua rangkaian Al-Quran mengandung kesucian. Artinya kesucian Al-Quran meliputi lafadz, makna, bentuk, suara, kehadiran fisiknya, termasuk juga pesan yang terkandung di dalamnya.
Al-Quran merupakan data base atau kitab pokok tuntunan moral dan bukanlah karya ilmiah, bukan juga ia sebagai kitab hukum, tidak juga kitab politik, pun juga bukan kitab ekonomi dan lain sebagainya. Namun Al-Quran mengandung spirit terkait dengan semua bidang tersebut, bahkan menyangkut semua dimensi kehidupan manusia. Adanya ayat-ayat yang membicarakan masalah-masalah tersebut merupakan prinsip-prinsip dasar dan spirit yang sesungguhnya sebagai pesan dasarnya adalah bahwa semua kegiatan di atas harus dilakukan sesuai dengan pesan moral agama yang terdapat dalam ayat-ayat tersebut.
Adanya ayat-ayat hukum misalnya, dicantumkan sebagai ajaran untuk ditegakannya hukum yang pada dasarnya keberadaanya adalah sebagai pengawal nilai moral yang ada dalam Al-Quran. Dengan adanya aturan-aturan hukum maka umat manusia diharapkan dapat menegakkan keadilan yang merupakan ajaran moral yang universal Al-Quran. Sebagai perangkat untuk menciptakan keadilan, hukum, sebagaimana dinyatakan oleh H.L.A. Hart dalam bukunya General Theory of Law and State, (1965) harus meliputi tiga unsur nilai, yakni kewajiban, moral dan aturan. Karenanya hukum tidak dapat dipisahkan dari dimensi moral, demikian dikatakan oleh Jeffrie Murphy dan Jules Coelman dalam buku The Philosophy of Law (1984).
Spirit Al-Quran mencakup berbagai bidang dan dimensi kehidupan manusia, bidang spiritual, moral, pendidikan, ekonomi, politik, seni, kebudayaan dan sebagainya. Spirit Al-Quran ini akan selalu hidup tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Manusia dituntut untuk mentransformasikan spirit ini di mana pun dan kapan pun.
Makalah singkat ini akan mencoba mengungkap sedikit spirit Al-Quran, khususnya spirit dalam bidang pendidikan. Lebih lanjut, penulis juga akan membahas tentang transformasi sprit pendidikan tersebut dalam konteks kehidupan umat Islam di era global.

B. Al-Quran Sebagai Ruh Kehidupan Umat
Salah satu nama Al-Quran adalah ¬ar-Ruh. Di antara ayat yang menunjukkan hal ini adalah surat al-Syura ayat 52:
وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلَا الْإِيمَانُ وَلَكِنْ جَعَلْنَاهُ نُورًا نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
"Dan Demikianlah kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus"
Mengenai kata روحا dalam ayat ini Ibnu Jarir at-Thabary yang merupakan ulama terbesar dalam bidang tafsir bilma'tsur menulis dalam kitabnya:
(وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا ) وكما كنا نوحي في سائر رسلنا، كذلك أوحينا إليك يا محمد هذا القرآن.
Al-Ashfahani dalam kitabnya Gharibul Al-Quran juga berpendapat senada:
وسمى القرآن روحا في قوله: (وكذلك أوحينا إليك روحا من أمرنا) وذلك لكون القرآن سببا للحياة الاخروية الموصوفة في قوله: (وإن الدار الآخرة لهى الحيوان) والروح التنفس.
Pernyataan di atas searah dengan pernyataan al-Jashshash. Dalam hal ini al-Jashshash dalam kitabnya Ahkam Al-Quran mengatakan:
وَإِنَّمَا سَمَّاهُ رُوحًا مِنْ حَيْثُ كَانَ فِيهِ حَيَاةُ النَّاسِ فِي أُمُورِ دِينِهِمْ.
Jadi yang dimaksud ruh dalam ayat tersebut adalah Al-Quran. Memang, pada umumnya para mufassir berpendapat bahwa yang dimaksud kata ruh dalam ayat tersebut adalah Al-Quran. Hal ini cukup logis, karena dengan Al-Quran apabila manusi mau membaca, menelaah mendiskusikan kandungan Al-Quran serta mau dan mampu berinteraksi dengannya, maka ia akan merasakan betapa arti kehidupan yang sesungguhnya. Berkaitan dengan hal ini Ibnul Qoyyim al-Jauziyah mengatakan:
فجعل وحيه روحا ونورا فمن لم يحيه بهذا الروح فهو ميت ومن لم يجعل له نورا منه فهو في الظلمات ماله من نور.
As-Sa'dy dalam tafsirnya mengatakan bahwa dengan Al-Quran maka perdaban hati manusia akan hidup, yang berimplikisai pada hidupnya kemashlahatan baik di dunia maupun akhirat. Karena dengan hidupnya hati maka manusia akan terangsang dan termotivasi menjadi manusia yang lebih maju, lebih tahu, lebih berwawasan pada gilirannya dapat membangun peradaban di muka bumi ini. Dengan demikian sebenarnya kata ruh juga sudah menjadi semacam kiasan. Ruh juga dapat diartikan sebagai semangat, sebagai kekuatan yang membangkitkan.
Memang, Al-Quran sendiri juga ruh, atau memiliki ruh atau memancarkan ruh. Karena Al-Quran memberikan daya hidup, spirit dan vitalitas. Sebagai kitab petunjuk, Al-Quran dapat membangkitkan semangat dan menggerakkan orang untuk bertindak. Al-Quran juga memancarkan cahaya. Jika ada cahaya, maka akan meihat jalan, dan jika melihat jalan maka ia akan berjalan mencapai tujuan.
Seorang yang memiliki pengetahuantentang wahyu Ilahi (Al-Quran) maka ia akan memiliki ruh kehidupan. Karena sebagaimana disebutkan dalam Surat asy-Syura ayat 52, bahwa Allah telah mengisi Al-Quran dan kitab-kitab lainnya dengan kekuatan yang membangkitkan. Dan kebangkitan itu tentunya bukan terjadi pada Al-Quran sebagai benda, melainkan pada manusia yang telah terisi dengan wahyu ilahi, atau nilai-nilai spirit Al-Quran.
Ibarat dalam sebuah medan perang, Al-Quran adalah panglima yang memimpin langsung pasukan umat Islam, memotivasi dan memberikan semangat mereka. Al-Quran membimbing pasukannya menuju kepemimpinan yang jujur. Teguran dan larangan datang dari Al-Quran sesuai dengan kejadian yang sedang berlangsung. Dalam sebuah kesempatan ia mengatakan kerjakan ini, jangan kerjakan itu, itu musuhmu, dan ini kawanmu.
Berangkat dari pemaparan di atas, maka bagi siapa saja yang menghendaki dirinya lebih hidup, baik hati maupun fikirannya, mendapatkan ilmu pengetahuan dan wawasan, maka yang harus ia lakukan adalah mempelajari Al-Quran dan mengamalkan spirit yang ada di dalamanya. Spirit yang ada di dalam Al-Quran mencakup berbagai bidang dalam kehidupan manusia, masalah aqidah, ibadah, akhalaq, menyangkut masalah pendidikan, ekonomi, politik, kebudayan, seni dan sebagainya.

C. Spirit Pendidikan dalam Al-Quran
Emmanuel Kant (1724-1804), sebagaimana dikutip oleh Zuhairini dan Mantep Miharso menyatakan bahwa manusia dapat menjadi manusia karena pendidikan. Maka sudah sangat wajar Al-Quran dengan spiritnya mendorong manusia untuk menempuh pendidikan. Spirit pendidikan yang tertuang di dalam Al-Quran dengan berbagai bentuk dan redaksinya, baik secara tersurat maupun tersirat sangat banyak. Bahkan Ayat yang pertama kali turun adalah ayat terkait dengan proses pendidikan, yaitu surat al-'Alaq ayat 1-5:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)
Ayat di atas diawali dengan kata Iqra' yang secara jelas adalah perintah untuk membaca. Iqra' berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu, bacalah alam, bacalah tanda-tanda zaman, sejarah, diri sendiri, yang tertulis dan tidak tertulis. Jadi obyek perintah Iqra' mencakup segala hal yang dapat dijangkau oleh manusia.
Perintah membaca merupakan suatu yang paling berharga yang pernah dan dapat diberikan kepada umat manusia. "Membaca" dalam aneka maknanya adalah syarat pertama dan utama dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta syarat utama membangun peradaban. Semua peradaban yang berhasil bertahan lama justru dimulai dari suatu kitab (bacaan). Peradaban Yunani dimulai dari Iliad karya Homer pada abad ke-9 sebelum Masehi. Ia berakhir dengan hadirnya kitab Perjanjian Baru. Peradaban Eropa dimulai dengan lahirnya karya Newton (1641-1727) dan berakhir dengan filsafat Hegel (1770-1831). Peradaban Islam lahir dengan kehadiran Al-Quran.
Perintah membaca ini tidak hanya satu kali, yang berarti membaca harus berulang-ulang agar dapat memperoleh pemahaman yang komprehensif dari obyek yang dibaca, baik yang berupa ayat qauliyah maupun kauniyah. Ini saja sudah menunjukkan betapa Al-Quran mendorong dan momotovasi umat manusia untuk mencari ilmu pengetahuan, wawasan dan pengalaman yang sebanyak-banyaknya. Hal akan berjalan efektif dan optimal apabila dilalui dengan membaca. Karena membaca merupakan perangkat pokok dalam keberhasilan sebuah pendidikan. Pendidiakan akan maju apabila peserta didik serius dan bersungguh-sungguh dalam membaca dan sarana bacaan yang ada tercukupi dan representatif.
Ayat lain yang sering digunakan untuk melegitimasi seruan Al-Quran untuk menempuh pendidikan adalah surat at-Taubah ayat 122:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
"Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya."
Kata (ليفقهوا) terambil dari kata (فقه) yakni pengetahuan yang mendalam menyangkut hal-hal yang sulit dan tersembunyi. Bukan sekedar pengetahuan. Penambahan huruf (ت) ta' pada kata tersebut mengandung makna kesungguhan upaya, yang dengan keberhasilan upaya tersebut pelaku menjadi pakar-pakar dalam bidangnya. Demikian kata tersebut mengundang kaum muslimin untuk menjadi pakar pengetahuan.
Kata فقه di sini bukan terbatas pada yang diistilahkan dalam disiplin ilmu agama dengan ilmu fiqih, yakni pengetahuan tentang hukum-hukum agama Islam yang bersifat praktis dan yang diperoleh melalui penalaran terhadap dalil-dalil yang rinci. Tapi kata فقه di sini mencakup segala macam pengetahuan mendalam. Pengaitan تفقه (pendalaman pengetahuan itu) dengan agama, agaknya untuk menggarisbawahi pengetahuan itu, bukan dalam arti pengetahuan tentang ilmu agama. Pembagian disiplin ilmu-ilmu agama dan ilmu umum belum dikenal pada masa turunnya Al-Quran, bahkan tidak diperkenalkan oleh Allah swt. Yang diperkenalkan-Nya adalah ilmu yang diperoleh dengan usaha manusia kasby (acquired knowledge) dan ilmu yang merupakan anugerah Allah tanpa usaha manusia (ladunny /perennial).
Ayat di atas menggarisbawahi pentingnya memperdalam ilmu dan menyebarkan informasi yang benar. Ia tidak kurang penting dari mempertahankan wilayah. Bahkan pertahanan wilayah berkaitan erat dengan kebenaran informasi dan kehandalan ilmu pengetahuan atau sumber daya manusia.
Selain ayat di atas, ayat lain yang secara tidak langsung menuntut manusia untuk membekali dirinya dengan ilmu pengetahuan, keterampilan wawasan, dan pengalaman, agar ia tidak menjadi generasi yang lemah, baik lemah intelektual, mental, spiritual dan khususnya finansial. Dalam hal ini bisa ditelaah dalam surat an-Nisa' ayat 9:
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar."
Dalam menafsirkan ayat ini Ibnu Katsir mengutip sebuah hadis:
وثبت في الصحيحين: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم لما دخل على سَعْد بن أبي وقاص يعوده قال: يا رسول الله، إني ذو مال ولا يرثني إلا ابنة، أفأتصدق بثلثي مالي؟ قال: "لا". قال: فالشَّطْر؟ قال: "لا". قال: فالثلث؟ قال: "الثلث، والثلث كثير". ثم قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "إنك إن تَذر وَرَثَتَك أغنياء خَيْر من أن تَذَرَهم عَالةً يتكَفَّفُون الناس"
Ayat di atas menunjukkan pentingnya pendidikan keterampilan kepada generasi penerus peradaban. Perintah agar tidak mewariskan generasi yang lemah terutama lemah ekonomi adalah wajar. Usaha ini dapat dilakukan dengan membekali generasi muda dengan ilmu pengetahuan dan berbgai skill, baik soft skill maupun hard skill atau ketrampilan. Kesemuanya ini, khususnya keterampilan atau keahlian ini dapat diberikan melalui pendidikan. Apabila proses transfer ilmu pengetahuan dan keterampilan ini berhasil, maka generasi yang kita tinggalkan akan menjadi Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas tinggi.
Sedemikian besar dorongan Al-Quran kepada umat manusia untuk menjalani proses pendidikan, lebih-lebih umat Islam. Proses penghayatan dan pengamalan spirit Al-Quran itu harus selalu ditingkatkan dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perputaran roda zaman. Kebutuhan pendidikan di era modern sekarang ini tentunya berbeda dengan pada masa Al-Quran itu turun. Oleh karena itu, dalam memahami pesan-pesan Al-Quran harus disesuaikan dengan perkembangan zaman sekarang, dalam hal ini para mufassir kontemporer harus bisa menyajikan dan memformulasikan pesan dan spirit Al-Quran secara kontekstual. Intinya adalah bagaimana spirit Al-Quran itu tidak hanya berada pada deretan huruf dan berdiam diri bersemayam dalam ayat, ia harus dibawa keluar dari "persemayamannya" menuju relaitas dan setiap aktifitas kehidupan.
Selama roda zaman masih berputar, permasalahan yang dihadapi manusia juga akan berjalan mengikuti alur perjalanan zaman. Dan ini merupakan sunnatullah yang harus dijalani oleh manusia. Oleh karena itu, untuk menghadapi berbagai permasalahan itu manusia harus mampu membekali dirinya dengan pengetahuan, dalam hal ini bersumber dari spirit Al-Quran dan Hadits Nabi atau teks agama. Teks-teks tersebut tidak lebih dari deretan huruf dan onggokan ayat tanpa makna jika tidak dibaca dan diinterpretasikan oleh manusia. Manusia sebagai makhluk yang berperadaban, selalu menuntut dan memunculkan fenomena-fenomena baru yang selalu membawa problem dan membutuhkan pemecahan. Oleh karena itu pemikiran manusia, termasuk pemikiran keagaman Islam, tidak akan pernah berhenti dan tidak akan pernah sepi di manapun ia berada.
Pada masa modern sekarang ini pengetahuan ilmu pengetahuan merupakan faktor paling besar yang mempengaruhi munculnya kebutuhan-kebutuhan baru dan juga unsur-unsur kehidupan baru kepada apa tafsir-tafsir modern memberikan responnya. Didorong kenyataan tertindasnya kaum muslimin oleh kekuatan lain (khususnya Barat), para mufassir modern beranggaan bahwa kaum muslimin pada umumnya belum memahami spirit dan pesan dalam Al-Quran secara sempurna. Mereka kurang bersentuhan dengan semangat ilmiah dan rasional seperti yang diimbau oleh teks-teks Al-Quran sehingga dalam hal lapangan ilmu pengetahuan serta kebudayaan jauh tertinggal oleh Barat. Pada dasarnya umat Islam telah menyadari akan ketertinggalannya itu sudah lebih dari seratus tahun yang lalu. Umat Islam juga sudah memperlihatkan kesadarannya akan perlunya memperbarui pendidikan tradisional dan mengintegrasikan ilmu pengetahuan yang lama dengan yang modern.

D. Transformasi Spirit Al-Quran di Era Global

1. Globalisasi sebagai ancaman dan tantangan
Globalisasi menjadikan kebudayaan Barat sebagai trend kebudayaan dunia. Kebudayaan Barat yang didominasi budaya Amerika yang sarat dengan konsumerisme, hedonisme dan materialisme menjadi kebudayaan global dan kiblat bagi kebudayaan-kebudayaan di negara-negara berkembang. Budaya global ini melanda dunia ditandai dengan hegemonisasi gaya hidup (life style). Bersamaan dengan itu, era modern telah melahirkan banyak kreasi berbagai fasilitas untuk mempermudah memenuhi kebutuhan manusia. Fasilitas dan peralatan yang canggih hasil kreasi manusia itu mengalirkan nilai-nalai baru dari luar, yaitu peredaran dan pertukaran kebudayaan.
Globalisasi berasal dari kata Globalisme, yakni paham kebijakan nasional yang memperlakukan seluruh dunia sebagai lingkungan yang pantas untuk pengaruh politik. Selama proses tersebut berjalan, tentunya penuh dinamika yang menuntut setiap negara menata Rumah Tangganya seideal mungkin. Atas nama “tatanan dunia baru” itulah globalisasi dianggap menyatukan dunia dalam satu bingkai dan menghapuskan batas-batas geografis yang memisahkan antara negara satu dengan lainnya.
Menurut John Tom Linson dalam sebuah tulisan “Cultural Globalization: Placing and Displacing the West” sebagaimana dikutip oleh Amer Al-Roubaie mengintisarikan globalisasi sebagai berikut:
“Proses hubungan yang rumit antarmasyarakat yang luas dunia, antarbudaya, institusi dan individual. Globalisasi merupakan proses sosial yang mempersingkat waktu dan jarak dari pengurungan waktu yang diambil baik secara langsung maupun tidak langsung. Jadi dengan dipersingkatnya jarak dan waktu, dunia dilihat seakan-akan semakin mengecil dalam beberapa aspek, yang membuat hubungan manusia antara yang satu dengan yang lain semakin dekat.”
Globalisasai terjadi pada setiap negara, tidak ada satu organisasi atau satu negara pun yang mampu mengendalikannya. Simbol dari sistem global adalah luasnya jaringan. Akbar S. Ahmed dan Hastings memberi batasan bahwa globalisasi “pada prinsipnya mengacu pada perkembangan-perkembangan yang cepat di dalam teknologi komunikasi, transformasi, informasi yang bisa membawa bagian-bagian dunia yang jauh menjadi hal yang bisa dijangkau dengan mudah.
Teori globalisasi menandai dan menguji munculnya suatu sistem budaya global terjadi karena berbagai perkembangan sosial dan budaya, seperti adanya sistem satelit dunia, penggalian gaya hidup kosmopolitan, munculnya pola konsumsi dan konsumerisme global, munculnya even-even olahraga internasional, penyebaran dunia pariwisata, menurunnya kedaulatan negara bangsa, timbulnya sistem militer global (baik dalam bentuk peace keeping force, pasukan multinasional maupun pakta pertahanan regional dan lain-lain), pengakuan tentang terjadinya krisis lingkungan dunia, berkembangnya problem-problem kesehatan berskala dunia (seperti AIDS), munculnya lembaga-lembaga politik dunia (seperti PBB), munculnya gerakan-gerakan politik global, perluasan konsep demokrasi dan hak-hak asasi manusia dan interaksi rumit antara berbagai agama dunia.
Berangkat dari pemaparan di atas dapat diketahui bahwa globalisasi merupakan ancaman dan sekaligus tantangan. Pertama, sebagai ancaman. Dengan alat komunikasi seperti Hand Phone, TV, para bola, telepon, VCD, DVD dan internet, kita dapat berhubungan dengan dunia luar. Dengan para bola atau internet, kita dapat menyaksikan hiburan porno dari kamar tidur. Kita dapat terpengaruh oleh segala macam bentuk iklan yang sangat konsumtif. Kondisi ini diboncengi neoliberalisme dan modernisasi melaju diiringi pesatnya revolusi IPTEK. Dunia tanpa batas yang menganut aliran kebebasan, kebebasan berkreatifitas, kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi. Kondisi tersebut secara tidak langsung telah melahirkan budaya baru dan mempengaruhi tatanan budaya lokal yang islami. Bukan hanya itu, kecanggihan teknologi yang metransformasikan nilai-nilai budaya luar bisa mereduksi nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kebudayaan lokal.
Kedua, sebagai tantangan. Di pihak lain, jika globalisasi itu memberi pengaruh hal-hal, nilai dan praktik yang positif, maka seharusnya menjadi tantangan bagi umat manusia untuk mampu menyerapnya, terutama sekali hal-hal yang tidak yang tidak mengalami benturan dengan budaya lokal atau nasional, terutama sekali nilai agama. Sebagai tantangan, globalisasi menuntut semua orang untuk membekali diri dengan ilmu pengetahuan dan wawasan yang memadai. Dalam konteks kebudayaan, masyarakat lokal yang kental dengan Islam dituntut mempunyai kepedulian dan perhatian yang serius terhadap kebudayaan mereka dengan melestarikannya, sehingga kebudayaan mereka tidak tenggelam dalam arus dan gelombang kebudayaan asing.
Pada kenyataannya, globalisasi semakin mengarah kepada satu bentuk “imperialisme budaya” (culture imperialism) Barat terhadap budaya-budaya lain. Dalam sebuah makalah yang berjudul Haritage, Culture and Globalization Amer al-Roubaie, seorang pakar globalisasi di International Institute of Islamic Thuoght and Civilization, International Islamic University Mlaysia (ISTAC-IIUM) mencatat:
“Telah dipahami secara luas bahwa gelombang trend budaya global dewasa ini sebagian besar merupakan produk Barat, menyebar ke seluruh dunia lewat keunggulan teknologi elektronik dan berbagai bentuk media dan sistem komunikasi. Istilah-istilah seperti penjajahn budaya (culture imperialism), penggusuran kultural (cultural cleansing), ketergantungan budaya (cultural dependency), dan penjajahan elektronik (electronic colonialism) digunakan untuk menjelaskan kebudayaan global baru serta berbagai akibatnya terhadap masyarakat non-Barat”
Menurut ZA. Maulani, Pada dasarnya konsep globalisasi yang dirancang oleh Barat adalah upaya untuk mengkonsolidasikan segala kekuatan; ekonomi, politik, militer dan pertahanan dalam satu sentral, yaitu Amerika, Eropa, Jepang dan Cina. Dan jika ditelusuri lebih dalam, konsep globalisasi ini sebenarnya telah dirancang dan berjalan cukup lama. Fenomena ini telah dimulai menjelang berakhirnya Perang Dunia II.
2. Bagaimana seharusnya umat Islam menyikapi globalisasi?
Melihat realitas tantangan dan ancaman globalisasi yang sedemikian besar, maka umat Islam tidak boleh berpangku tangan dan hanya menjadi penonton kemajuan umat lain. Umat Islam harus bangkit dengan semangat yang telah diajarkan Al-Quran. Al-Quran mendorong manusia untuk belajar berbagai ilmu, baik yang berkaitan langsung dengan agama, amupun tidak, atau sering disebut dengan istilah ilmu umum. Artinya Al-Quran mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap pendidikan. Umat Islam harus mampu mentransformasikan spirit Al-Quran dengan menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
Transformasi secara etimologi adalah perubahan rupa, bentuk sifat dan sebagainya. Mentransformasikan berarti mengubah bentuk, rupa, sifat, fungsi dan sebagainya. Jadi mentransformasikan spirit Al-Quran di era global berarti mengamalkan semangat Al-Quran yang bersemayam dalam deretan huruf atau ayat dalam bentuk nyata sesuai dengan perkembangan zaman di era global sekarang ini. Karena semangat atau spirit Al-Quran masih abstrak, ia akan menjadi konkret atau nyata apabila sudah diubah menjadi tindakan nyata yang merupakan wujud dari semangat yang ada dalam Al-Quran. Transformasi tersebut disesuaikan dengan perkembangan zaman sebagaimana telah disinggung di atas. Namun demikian, ia harus tetap birpijak pada nilai spirit dan moral Al-Quran sebagaimana yang telah diajarkan Nabi Muhammad saw.
Di era global ini kita harus aktif. Kalau kita sebagai umat Islam hanya menjadi penonton, maka hanya akan menjadi konsumen. Umat Islam akan semakin tertinggal jauh dalam berbagai bidang; dan ini akan membahayakan eksistensi kebudayaan kita. Karena umat lain memang menghendaki kerusakan terjadi pada diri umat Islam, terutama moral dan spiritualnya. Mereka tidak hanya menyerang secara fisik, lebih dari itu, yaitu melalui penjajnjahan pemikiran dan kebudayaan dengan merusak moral generasi umat Islam. Di tengah berkecamuknya Perang Salib, Peter Venerabilis, membuat pernyataan: (But I attack you not, as some of us [Christians] often do, by arms, but by words; not by force, but by reason; not in hatred, but in love…); yang artinya “… aku menyerangmu, bukan sebagaimana sebagian dari kami [orang-orang Kristen] sering melakukan, dengan senjata, tetapi dengan kata-kata, bukan dengan kekuatan, namun dengan pikiran; bukan dengan kebencian, namun dengan cinta…”
Petrus Venerabilis mengajak orang Islam ke jalan keselamatan Kristen dengan cara mengalahkan pemikiran Islam. Ia berangkat dari kepercayaan Kristen bahwa di luar Gereja tidak ada keselamatan (extra ecclesiam nulla salus).
Menurut Peter Venerabilis, pengkajian Islam (Islamic Studies) perlu dilakukan oleh kaum Kristen, agar mereka dapat “membaptis pemikiran kaum Muslimin”.
Selain tantangan di atas, tantangan lain adalah upaya Para intelektual Barat untuk mempelajari Al-Quran dengan tujuan untuk mencari kelemahan dan membelokkan pemahaman umat Islam tentang Al-Quran. Pada tahun 1834 di Leipzig, seorang orientalis Jerman bernama Gustav Fluegel menerbitkan "mushaf" hasil kajiannya yang dinamakan Corani Textust Arabicus. Selanjutnya pada tahun 1860Theodor Noeldeke berusaha merekonstruksi sejarah Al-Quran dalam karyanya Geschichte des Qoran. Pada tahun 1927 Alphonse Mingana, Pendeta Kristen asal Irak dan Guru Besar di Universitas Birmingham Inggris mengungkapkan bahwa sudah tiba saatnya sekarang untuk melakukan kritik teks terhadap Al-Quran sebagaimana telah dilakukan terhadap kitab suci Yahudi yang berbahasa Ibrani-Arami dan kitab suci Kristen yang berbahasa Yunani. Selanjutnya pada tahun 1937 muncul Arthur Jeffery yang ingin mendekonstruksi Mushaf Utsmani dan membuat mushaf baru.
Maka sudah seharusnya kaum muslimin mencuarahkan perhatian yang lebih besar terhadap kitab sucinya ini. Karena, sebagaimana dikatakan oleh Wilfred Cantwell Smith " Islam is today living trough that crucial, creative moment in which the heritage of its past is being transformed into the herald of its future. Outsiders may study analyze interpret the process: Muslims themselves not only may but must participate in it. Jangan sampai Al-Quran malah dipelajari dan spirit untuk meningkatkan dan memupuk kecerdasan intelektualnya diamalkan oleh umat lain dan digunakan untuk menyerang umat Islam, baik secara fisik maupun psikis.
Kita harus mencontoh generasi pertama umat Islam. Karena mengamalkan spirit Al-Quran dengan bersungguh-sungguh maka kaum muslimin generasi pertama dapat membangun peradaban yang sangat maju dan mengungguli peradaban-peradaban besar yang bertengger di puncak dunia saat itu, yaitu pemikiran dan kejiwaan Persia serta filsafat Romawi. Karena Islam dengan bimbingan Al-Quran menawarkan metode kehidupan yang sama sekali baru, yaitu dari logika dan dialektika yang utopian yang tidak membumi, menuju logika eksperimental yang empiris. Menatap kedalaman semesta dan mendorong manusia untuk mempelajarinya. Selain itu Al-Quran juga memberi stimulus kepada manusia untuk menggali hukum-hukum Allah swt. yang dipancangkan dalam semesta ini untuk kemudian dengan pengetahuan itu mempergunakan semesta ini bagi kemaslahatan manusia dan pembangunan peradaban mereka.
Selain kita harus mentransformasikan spirit Al-Quran dalam bidang pendidikan intelektual, kita juga harus mentransformasikan moral-spiritual dan emosional. Hal ini dilakukan agar perkembangan pendidikan intelektual yang berimplikasi pada diciptakannya teknologi modern agar tetap membawa kemaslahatan bagi manusia.
Kemajuan teknologi di era global harus dijiwai oleh semangat untuk menciptakan kemaslahatan kehidupan manusia, baik di dunia maupun akhirat. Oleh karena itu, kemajuan ilmu pengetahuan yang berimlikasi pada munculnya media komunikasi dan informasi sebagai produk era modern yang telah mampu mentransfer kebudayaan ke seluruh penjuru denyut nadi kehidupan masyarakat global dengan sangat mudah dan cepat harus diimbangi dengan kecerdasan moral spiritual. Hal ini dilakukan agar tujuan kemaslahatan ilmu pengetahauan tidak tereduksi oleh produk ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu hilangnya jiwa atau spiritual Al-Quran dari nafas kehidupan umat manusia, khususnya umat Islam yang berakibat terjadinya dekadensi moral. Karena, diakui atau tidak, bahwa ideologi ilmu pengetahuan di era modern sudah bergeser. Ilmu pengetahuan modern menganut ideologi positivisme, scientisme dan modernisme yang membantu legitimasi destruksi terhadap bentuk-bentuk lain dari pengetahuan.
Konsep pendidikan Al-Quran bukan hanya pendidikan intelektual yang hanya meningkatkan kecerdasan otak. Lebih dari itu, Al-Quran sebenarnya menekankan pendidikan mental-spiritual dan emosional. Hal ini bisa dilihat dari contoh yang diberikan oleh Al-Quran dalam konsep pendidikan Anak dalam keluaraga. Dalam hal ini Al-Quran menjadikan keluarga Luqman al-Hakim sebagai pilot project pendidikan mental-spiritual dan pendidikan moral. Dalam surat Luqman ayat 13 dilukiskan bahwa pertama kali penddikan yang ditanamkan oleh Luqman kepada anaknya adalah Tauhid, yang merupakan kunci pokok pendidikan spiritual. Dari matangnya spiritualitas ini maka manusia akan dapat mentransformasikan keagungan moral Al-Quran dalam kehidupan, baik individu maupun dalam sosial-masyarakat sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw.
Jadi Al-Quran mendorong manusia untuk menjalani proses pendidikan mental-spiritual, intelektual dan emosional. Ketiganya sama-sama penting. Seseorang mendapatkan pengetahuan hanya berorientasi pada pengembangan kecerdasan akal atau Intelegensi Quotient (IQ), akan menghasilkan jiwa materialistik karena muatan materi ajarnya mengesampingkan kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) dan kecerdasan spiritual atau Spritual Quotient (SQ) bagi pendidikan umum. Akan tetapi dalam pendidikan lslam SQ menduduki proporsi lebih besar bila dibandingkan dengan IQ dan EQ.
Ketiga kecerdasan itu sangatlah berperan dalam mengantarkan keberhasilan seseorang dalam mengarungi kehidupan global. Tetapi sulit bagi manusia untuk memperoleh ketiga kecerdasan itu, ada kalanya manusia itu kecerdasan intelektualnya rendah, sehingga perlu dipupuk kecerdasan emosionalnya, demikian pula sebaliknya. Ada seseorang lulusan dari perguruan tinggi dengan predikat kumulatif rata-rata rendah tetapi setelah masuk ke dunia kerja malah menjadi sukses. Hal itu menurut Daniel Goleman karena mahasiswa tersebut memiliki kecerdasan emosional yang tinggi karena ia mampu mengelola diri sendiri, mampu berhubungan dengan orang lain, mampu bekerja dalam kelompok. Akan tetapi sebaliknya mahasiswa yang kumulatif tinggi tetapi bias jadi ia tidak berhasil dalam pekerjaannya.

E. Penutup
Sebagai catatan penutup penulis menyampaikan satu hal yang perlu digarisbawahi terkait pengamalan spirit pendidikan dalam Al-Quran, yaitu jangan sampai kesungguhan kita untuk mendalami suatu llmu menghalangi semangat kita untuk mendalami ilmu yang lain, atau bahkan antipati terhadap ilmu lain yang seolah tidak berkaitan dengan agama. Semua ilmu harus dipelajari, selama ia bermanfaat dan membawa kemashlahatan manusia. Jangan sampai semangat kita untuk menalami ilmu Al-Quran, menghalangi ghirah kita untuk mendalami ilmu fisika, kimia, informatika atau ilmu pengetahuan lainnya. Kita tidak boleh alergi dengan ilmu-ilmu lain yang menurut kita tidak "Islami". Karena pada dasarnya semua ilmu pengetahuan itu dari Allah dan bertujuan untuk membangun kemaslahatan manusia, baik di dunia maupun di akhirat.
Keberhasilan generasi Islam terdahulu karena mereka belajar berbagai bidang ilmu dengan bersungguh-sungguh dengan tanpa mendikotomikannya. Kita bisa melihat contoh Al-Ghozali, yang bisa menguasai ilmu bahasa, ilmu kalam, ilmu fiqih, ilmu ushul fiqih, ilmu tasawwuf filsafat dan sebagainya; Imam Syafi'i mempelajari ilmu bahasa, sastra, AlQuran, ilmu hadis, ilmu tafsir, fiqih, ushul fiqih dan sebagainya; Ibnu sina yang ahli filsafat yang juga memperdalam ilmu kedokteran, sehingga menjadi "Bapak Kedokteran Dunia"; Ibnu Rusyd yang menjadi ahli fiqih juga menjadi ahli astronomi. Jabir Bin Hayyan, seorang "Bapak Kimia" juga ahli dalam bidang sejarah bangsa Yunani Kuno, ahli astronomi, ilmu ukur, logika, dan lain sebagainya; Al-Khawarizmi, Matematikawan ulung yang ahli dalam bidang sejarah; Al-Kindi, seorang filosuf handal, juga menguasai kimia, fisika, tata bahasa, persajakan, ilmu kedokteran, seni dan sebagainya. Dan masih banyak lagi ilmuan muslim yang tidak hanya menguasai ilmu agama, akan tetapi juga ahli dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.

Rasulullah saw. Pernah bersabda yang maksudnya kurang lebih demikian "Sesungguhnya di dalam jasad manusia terdapat segumpal daging yang apabila ia baik, maka baiklah seluruh jasadnya, dan apabila ia rusak/ buruk, maka seluruh jasadnya, ketahuilah daging tersebut adalah hati".
Berangka dari hadis di atas dapat disimpulkan bahwa hati merupakan pusat dari segala aktivitas anggota badan kita. Hati merupakan komando segala gerak-gerik kita. Oleh karena itu apabila menghendaki kebaikan pada aktivitas anggota badan, kita harus mulai dengan memperbaiki hati. Karena apabila hati telah baik maka baiklah seluruh jasad. Dan sebaliknya apabila hati yang merupakan pusat penggerak anggota badan telah rusak maka akan rusaklah seluruh pergerakan anggota badan.
Menelaah hadis di atas, maka sangat wajar apabila Erich Fromm, seorang psikolog sekaligus sosiolog pernah mengatakan "Jika ingin membangun bangsa, bangunlah masyarakatnya; Jika ingin membangun masyarakat, bangunlah keluarganya; Jika ingin membangun manusia, bangunlah hatinya."
Berangkat dari pemaparan di atas, penulis mengajak kaum muslimin untuk menghidupkan dan memperbaiki hati kita dengan memperbanyak membaca Al-Quran. ……


»»  READMORE...