Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Theme From:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Senin, 05 Maret 2012

SUPREMASI HUKUM NEGERI MAFIA


Oleh: Imam Mustofa
(Mantan Peneliti di Center for Local Law Development Studies FHUII Jogjakarta)

Era reformasi telah berlalu lebih satu dekade. Reformasi yang diharapkan dapat memperbaiki pengelolaan pemerintahan dengan penegakan hukum dan menciptakan pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi dan nepotisme ternyata belum tercapai. Pengelolaan pemerintahan Indonesia masih sarat silang-sengkarut oleh kepentingan-kepentingan elit dan virus korupsi yang menjalar ke hampir setiap nadi birokrasi.
Bukan hanya itu, munculnya mafia yang gentayangan di hampir semua instansi negara seolah menjadi benalu yang menyedot nutrisi pendapatan negara yang seharusnya menjadi gizi bagi kesejahteraan rakyat. Indonesia sebagai Negara hukum yang secara ideal-formal menjadikan hukum sebagai kekuatan utama dan panglima tertinggi dalam menciptakan keadilan ternyata malah menjadi sarang mafia. Hampir setiap lini birokrasi dan instansi menjadi area operasi mafia, mulai mafia pajak, mafia anggaran, mafia jabatan sampai mafia pemilu dan yang paling tragis adalah adanya mafia hukum yang beroperasi di berbagai lembaga penegak hukum yang seharusnya menjadi contoh masyarakat untuk taat hukum.
Mafia bekerja dengan jaringan yang cukup luas dan beroperasi di lintas instansi untuk mencari keuntungan pribadi dan kelompok meskipun merugikan negara. Contoh yang paling nyata dan terkuak di depan publik adalah adanya jaringan mafia di Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Jaringan mafia ini merekayasa jumlah suara hasil pemilihan untuk menentukan kursi anggota DPR.
Akibat mafia perusak negara yang sudah menggurita hampir di setiap lembaga negara, cita-cita reformasi, kesejahteraan dan terangkatnya martabat bangsa dalam pergaulan global seolah hanya fatamorgana atau bahkan hanya ilusi. Anggaran Negara yang dalam rencana dialokasikan untuk pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), pembangunan infrastruktur, atau fasilitas lain terbajak oleh oleh para drakula di bawah bendera mafia anggaran.
Jaringan dan kekuatan mafia yang mengakar telah berhasil "mensabotase" negara. Hantu mafia hukum, mafia pajak, mafia pajak, mafia jabatan, mafia pemilu dan sebagainya telah menyandera penegakan hukum di Indonesia. Mafia-mafia telah mewarnai dan sekaligus menjerat kehidupan bangsa Indonesia. Mafia-mafia tersebut seolah membelenggu dan memenjarakan supremasi hukum dengan kekuatan kekuasaan dan uang. Tidak jarang okmum penegak hukum dalam menjalankan tugasnya untuk menegakkan supremsi hukum malah tersandera oleh masalah-masalah atau pelanggaran yang mereka lakukan.
Mafia pajak telah menjadi drakula yang menghisap pendapatan Negara yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Mafia pajak juga telah menghambat laju roda perkembangan ekonomi Negara. Sementara mafia hukum telah merusak sistem hukum dan mengacak-acak proses penegakan hukum. Ia merasuk ke hampir semua lembaga penegak hukum dan merusak sistem kerja penegaknya.
Jaringan mafia tidak saja mengakibatkan rusakanya perekonomian masyarakat dan negara, ia dapat mengakibatkan kerusakan moral, budaya, politik, birokrasi, sistem dan tatanan hukum serta merusak suprastruktur masyarakat dan infrastruktur negara. Mafia Negara bukan hanya mengaburkan harapan masyarakat, akan tetapi bisa jadi juga menguburkan cita-cita bangsa Indonesia.
Mafia perusak Negara harus dijadikan musuh bersama (common enemy) yang penaggulangnnya tidak hanya diserahkan kepada Negara. Telah banyak terbukti instansi-instansi yang seharusnya menjadi panglima dalam menjalankan pemerintahan yang baik dan bersih telah terkontaminasi dan bahkan menjadi tempat bersarangnya mafia. Oleh karena itu perlu dukungan semua elemen masyarakat, terutama tokoh agama, ormas dan media.
Langkah untuk menegakkan supremasi hukum dan membumikan keadilan tidak hanya diimplementasikan dengan memproduk lembaga penegak hukum dan pemberantasan mafia serta sederetan aturan (legal framework). Lebih dari itu, hal terpenting adalah memperbaiki mental penegak hukum yang sering melakukan transaksi keadilan yang merobohkan supremasi hukum. Langkah tersebut harus dibangun di atas spirit komitmen untuk menegakkan kebenaran dan keadilan melalui penegakan hukum secara konsisten dan kontinu.
Supremasi hukum susah akan tegak selama para penegak hukum yang menjadi panglima malah menggerogoti pilar-pilar keadilan. Penanganan kasus besar hanya akan menjadi ajang transaksi dan deal-deal nudis selama mental penegak hukum adalah mental peminta yang tunduk di bawah mafia. Keadilan akan jauh dari kenyataan selama penegak hukum bersimpuh di hadapan uang dan kekuasaan.

Artikel ini telah diterbitkan Lampung Post, Senin, 22 Agustus 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar