Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Theme From:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Senin, 05 Maret 2012

NU dan Pembangunan Karakter Bangsa


Oleh: Imam Mustofa
(Dosen Jurusan Syariah STAIN Jurai Siwo Metro)

Kondisi moral dan mental masyarakat Indonesia saat ini cukup memprihatinkan. Dekadensi moral hampir terjadi di semua lapisan masyarakat, dari yang pejabat sampai rakyat biasa, dari kalangan yang tidak terdidik sampai yang terdidik, kalangan muda sampai yang tua. Hampir setiap hari kita disuguhi berita tentang kejahatan dan perilaku amoral. Padahal moral dan mental masyarakat akan menentukan jati diri dan karakter bangsa.
Untuk memperbaiki kondisi di atas, bukanlah hal yang mudah. Perjuangan untuk memperbaiki kondisi moral dan pembangunan karakter (character building) generasi bangsa membutuhkan pengorbanan pikiran, tenaga dari berbagai elemen bangsa. NU sebagai organisasi yang mempunyai kekuatan sipil yang besar dapat secara lebih aktif berperan dalam menyelesaikan masalah ini.
Kalau berbicara masalah peran NU dalam kancah politik nasional dan pendidikan maka kita akan menemukan fakta yang tak terbantahkan. Dalam maslah kajian keagamaan, NU juga sudah tidak diragukan lagi, banyak sekali intelektual muda NU yang sudah berkiprah dalam pembanguan pemikiran keagamaan di negeri ini. Banyak tokoh dan kader NU yang telah mewarnai perkembangan kajian dan pemikiran keagamaan di Indonesia.
NU sebagai infastruktur sosial bangsa dan sebagai ormas sosial keagamaan terbesar di Indonesia, bahkan di dunia telah berperan aktif dalam membangun SDM bangsa. Hal ini sebagai implementasi komitmen NU dalam membangun kecerdasan intelektual dan emosional umat yang berlandaskan nilai-nilai spiritual-moral (moral-spiritual values) yang menjadi ciri khas NU. Pembangunan moral spiritual umat yang dikembangkan NU ini merupakan potensi dan kekuatan yang tangguh untuk dikembangakan dalam rangka pembangunan karakter (character building) generasi bangsa yang mulai pudar tergerus dan tergeser oleh kebudayaan-kebudayan global (global culture) atau kebudayaan asing.
Disadari atau tidak, arus globalisasi yang kian deras berdampak cukup signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan. Kebudayaan lokal dan nilai-nilai moral, jati diri dan karakter bangsa yang merupakan eksistensi sebuah masyarakat mendapat tantangan dan serangan yang cukup dahsyat. Di era globalisasi ini, budaya yang ada didominasi oleh budaya Barat, khususnya budaya Amerika yang sarat dengan konsumerisme, hedonisme dan materialisme. Globalisasi yang melanda dunia ditandai dengan hegemonisasi food (makanan), fun (hiburan), fashion (mode), dan thoght (pemikiran). Budaya-budaya ini terkadang dipaksakan masuk ke dalam budaya lain, sehingga tidak jarang terjadi “benturan-benturan” nilai kebudayaan. Kondisi ini juga mengikis rasa nasionalisme dan rasa memiliki (sense of belonging) terhadap kebudayaan bangsa sendiri. Dengan adanya tantangan ini, NU dengan kekuatan organisasi dan jaringan lembaga pendidikan pondok pesantren, lembaga pendidikan ma'aarif yang tersebar di seluruh pelosok nusantara dapat berperan lebih aktif untuk membangun dan memperkuat karakter anak bangsa.
Pondok Pesantren sebagai institusi pendidikan agama bagi masyarakat, telah terbukti mampu mempertahankan dan meningkatkan perannya dalam menyelesaikan berbagi permasalahan yang muncul di masayarakat, terutama masalah dekadensi moral (moral decadence) yang semakin hari semakin parah. Dengan prestasi ini, sudah seharusnya pesantren dapat dimanfaatkan sebagai penyeimbang (balance) dan pemberi warna kehidupan masyarakat dengan nilai-nilai religious (religious values), keindahan moral dan kedalaman spiritual. Dengan penanaman nilai moral spiritual agama, maka diharapkan akan dapat membantu pembangunan moral dan karakter generasi bangsa Indonesia.
Pembangunan karakter bangsa sangat erat kaitannya dengan pendidikan. Pada dasarnya sistem pendidikan nasional yang dikembangkan di Indonesia bermaksud dan bertujuan bukan hanya untuk mencerdasrkan intelektualitas generasi bangsa, akan tetapi juga bermaksud mencetak generasi yang mempunyai ketinggian moral dan ketangguhan jati diri karakter. Oleh karena itu, pemantapan dan penguatan jaringan pesantren NU yang tersebar diseluruh nusantara perlu diperhatikan dan mendapat perhatian serius.
Sebagaimana maklum, secara umum, proses pendidikan meliputi tiga aspek pokok, yaitu afektif, kognitif dan psikomotorik. Aspek afektif yakni yang berkaitan dengan sikap, moral, etika, akhlak, manajemen emosi. Sementara aspek kognitif yakni yang berkaitan dengan aspek pemikiran, transfer ilmu, logika, analisis. Sedangkan aspek psikomotorik adalah yang berkaitan dengan praktek atau aplikasi apa yang sudah diperolehnya melalui jalur kognitif.
Lembaga lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan NU selama ini dinilai telah mampu menyeimbangkan pencapaian aspek kognitif, afektif fan psikomotorik. Agar kekuatan tersebut bisa membawa manfaat yang lebih besar dan luas dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya, NU diharapkan bisa mengoptimalkandan memaksimalkan pesantren dalam membentuk dan menyeimbangkan antara kekuatan akal, sikap dan keterampilan. Harapan ini juga pernah disampaikan oleh Menteri Pendidikan Nasional M. Nuh pada saat pembukaan Mukatamar NU di Makasar beberapa waktu yang lalu.
Bukan hanya itu, generasi bangsa perlu dibekali dengan social skills (kemampuan kemasyarakatan) yang cukup. Hal inipenting agar mereka dapat memperkuat jiwa sosial dalam menyelesaikan berbagai permasalah yang muncul dalam kehidupan masyarakat.
Pendidikan Pondok Pesantren yang menjadi cirri khas NU merupakan institusi pendidikan agama, di dalamnya sarat dan akrab dengan iklim kehidupan yang penuh kesederhanaan, kemandirian, keteguhan, kesabaran dan keuletan serta kental dengan nilai-nilai religius dan spiritual. Nilai-nilai inilah yang saat ini mulai hilang dari kehidupan bangsa kita karena tergeser oleh nilai-nilai kebudayaan global (global culture).
NU dengan kekuatan organisasi dan jaringan pondok pesantrennya harus mampu meningkatkan perannya dalam membentengi masyarakat dari kerusakan moral dengan mentransformasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan masyarakat. Upaya ini diharapkan dapat mengembalikan masyarakat dari keterperosokan moral dan memperteguh jati diri dan membangun karakter generasi bangsa yang tangguh. Dengan demikian mereka dapat mempertahankan nilai-nilai moral dan kebudayaan dan memperteguh rasa nasionalisme bangsa Indonesia di tengah arus gelobalisasi yang saat ini sedang melanda.

Artikel ini telah diterbitkan Lampung Post Kamis, 1 April 2010


Tidak ada komentar:

Posting Komentar