Senin, 05 Maret 2012
MENYAMBUT PEMIMPIN BARU
Oleh: Imam Mustofa
(Dosen Jurusan Syariah STAIN Jurai Siwo Metro)
(Dosen Jurusan Syariah STAIN Jurai Siwo Metro)
Sebagian besar masyarakat Lampung baru saja menyelesaikan pesta demokrasi, yaitu pemilihan kepala daerah. Pada tanggal 30 Juni yang lalu setidaknya ada dua kota, Bandar Lampung dan Kota Metro, dan empat kabupaten, Lampung Timur, Lampung Selatan, Pesawaran dan Way Kanan telah melaksanakan pemilihan kepala daerah secara langsung. Secara umum, proses pemilihan berlangSung aman, kondusif dan demokratis.
Pesta demokrasi yang dihelat di beberapa daerah tersebut bukanlah ritual untuk menghantarkan para calon untuk meraih pelaminan atau tahta impiannya untuk memegang tampuk kekuasan atau menduduki jabatan tertinggi di daerah. Pesta demokrasi tersebut merupakan proses penyematan mahkota amanah untuk bekerja keras mensejahterakan rakyat daerah. Proses yang menghantarkan mereka menuju singgasana perjuangan untuk membawa dan memajukan daerah senafas dengan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam bingkai persatuan dan kesatuan bangsa.
Meskpun belum ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pemenang, namun dari penghitungan awal para kandidat kepala daerah sudah mengetahui posisi mereka, apakah akan menang atau tidak. Di sini mereka dituntut untuk berjiwa besar. Berjiwa besar berarti siap menerima kekalah sebagaimana siap menerima kemenangan baik secara psikologis maupun politis. Namun demikian bukan berarti menerima kemenangan yang dilakukan pihak lain dengan cara yang bertentangan dengan nilai demokrasi atau dengan kecurangan. Apabila ini terjadi berjiwa besar berarti siap memproses segala bentuk kecurangan dalam proses pilkada.
Apabila kemengan yang diperoleh seorang calon dalam menuju tampuk kepemimpinan daerah dilakukan dengan cara yang menodai nilai demokrasi, seperti politik uang dan tekanan atau bahkan intimidasi, maka sebenarnya yang terjadi adalah ia telah menjadi pecundang kekuasaan dan budak jabatan. Karena ia mau dan tega melakukan apa saja demi mendapatkan kekuasaan dan jabatan walau langkahnya tersebut telah menistakan nilai-nilai demokrasi dan merampas kebebasan rakyat. Bisa jadi apa yang dilakukannya tersebut di bawah alam sadar atau bahkan tidak sadar bahwa menjadi kepala daerah bukanlah berarti menjadi penguasa daerah atau raja kecil. Menjadi kepala daerah berarti menjadi pemimpin dilingkup daerah yang berkewajiban membawa dan menggiring rakyat di daerah menuju arena kesejahteraan dan kemakmuran.
Medan Perjuangan yang Sebenarnya
Ketika KPUD menetapkan salah satu pasangan kandidat sebagai pemenang, maka kemenangan tersebut bukan hanya milik mereka. Bukan pula ia milik tim sukses yang bekerja keras membantu mereka agar terpilih, bukan pula hanya milik masyarakat yang memilihnya. Apabila proses pemilihan tersebut telah seirama dan merepresentasikan nilai-nilai demokrasi, maka kemenangan adalah milik bersama, milik seluruh masyarakat daerah di mana ia akan memimpin.
Setelah salah satu calon ditetapkan dan dilantik sebagai kepala daerah, maka pasangan terebut bukan berarti telah selesai dari kerja keras untuk berjuang. Karena medan perjuangan yang sebenarnya adalah arena amanah kepemimpinan untuk memimpin daerah. Perjuangan dan kerja keras bukanlah ketika para calon kepala daerah dengan tim dan kekuatannya berusaha keras, tak kenal waktu dan tak kenal lelah agar ia terpilih atau meraih kemenangan. Perjuangan dan kerja yang sebenarnya adalah ketika para calon kepala daerah telah terpilih, ditetapkan dan dilantik menjadi kepala daerah. Karena pada saat itulah ia memasuki arena perjuangan yang sebenarnya. Perjuangan untuk mendayagunakan segenap pikiran, tenaga dan waktu untuk bekerja keras demi kesejahteraan rakyat. Perjuangan untuk mendayagunakan segenap Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA) daerah demi kemakmuran daerah. Perjuangan untuk melawan hawa nafsunya dan sahwat kekuasaannya agar tidak menyalahgunakan jabatan dan kekuasaannya yang akan merugikan rakyat yang telah menyematkan mahkota amanah dan melabuhkan harapan kepada mereka.
Menjadi kepala daerah bukan berarti menjadi pejabat daerah atau penguasa daerah, akan tetapi ia menjadi sang pemimpin di daerah, dan ini bukanlah suatu keitimewaan, akan tetapi sebuah tanggung jawab. Menjadi pemimpin daerah bukan berarti menikmati fasilitas sebagai upah atas kerja keras yang dilakukan demi mencapai kemenangan dalam pilkada, akan tetapi ia adalah tanggung jawab besar dan kerja keras untuk menjalankan amanah rakyat. Menjadi pemimpin bukan berarti kesewenangan untuk bertindak sesuai keinginannya pribadi atau golongan, akan tetapi ia adalah kewenangan untuk melayani dan mengayomi masyarakat, baik yang telah meimilhnya ataupun tidak. Sebab ketika ia telah terpilih menjadi kepala daerah, maka secara otomatis ia telah menjadi milik bersama masyarakat daerah tersebut. Dalam hal ini, ia adalah pemimpin yang menjadi milik bersama, bukan miliknya sendiri, atau tim sukses yang membatunya, bukan pula hanya terbatas milik masyarakat yang memilihnya.
Seorang kepala daerah adalah sosok pemimpin yang lebih dari sekedar manajer. Seorang pemimpin harus Inovatif, yang berarti melakukan terobosan-terobosan baru, melakukan lebih dari apa yang dijanjikan ketika berkampanye demi kesejahteraan rakyat daerah.
Semoga semua janji untuk mensejahterakan rakyat sebagaimana disampaikan pada waktu berkampanye bukan hanya ungkapan stumulus untuk menarik simpati dan rayuan untuk membuai masyarakat demi mendulang suara. Semoga janji-janji yang diucapkan para kepala daerah terpilih benar-benar akan dilaksanakan demi kesejahteraan, kemakmuran dan kemajuan daerah selaras dengan tujuan otonomi daerah.
Pesta demokrasi yang dihelat di beberapa daerah tersebut bukanlah ritual untuk menghantarkan para calon untuk meraih pelaminan atau tahta impiannya untuk memegang tampuk kekuasan atau menduduki jabatan tertinggi di daerah. Pesta demokrasi tersebut merupakan proses penyematan mahkota amanah untuk bekerja keras mensejahterakan rakyat daerah. Proses yang menghantarkan mereka menuju singgasana perjuangan untuk membawa dan memajukan daerah senafas dengan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam bingkai persatuan dan kesatuan bangsa.
Meskpun belum ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pemenang, namun dari penghitungan awal para kandidat kepala daerah sudah mengetahui posisi mereka, apakah akan menang atau tidak. Di sini mereka dituntut untuk berjiwa besar. Berjiwa besar berarti siap menerima kekalah sebagaimana siap menerima kemenangan baik secara psikologis maupun politis. Namun demikian bukan berarti menerima kemenangan yang dilakukan pihak lain dengan cara yang bertentangan dengan nilai demokrasi atau dengan kecurangan. Apabila ini terjadi berjiwa besar berarti siap memproses segala bentuk kecurangan dalam proses pilkada.
Apabila kemengan yang diperoleh seorang calon dalam menuju tampuk kepemimpinan daerah dilakukan dengan cara yang menodai nilai demokrasi, seperti politik uang dan tekanan atau bahkan intimidasi, maka sebenarnya yang terjadi adalah ia telah menjadi pecundang kekuasaan dan budak jabatan. Karena ia mau dan tega melakukan apa saja demi mendapatkan kekuasaan dan jabatan walau langkahnya tersebut telah menistakan nilai-nilai demokrasi dan merampas kebebasan rakyat. Bisa jadi apa yang dilakukannya tersebut di bawah alam sadar atau bahkan tidak sadar bahwa menjadi kepala daerah bukanlah berarti menjadi penguasa daerah atau raja kecil. Menjadi kepala daerah berarti menjadi pemimpin dilingkup daerah yang berkewajiban membawa dan menggiring rakyat di daerah menuju arena kesejahteraan dan kemakmuran.
Medan Perjuangan yang Sebenarnya
Ketika KPUD menetapkan salah satu pasangan kandidat sebagai pemenang, maka kemenangan tersebut bukan hanya milik mereka. Bukan pula ia milik tim sukses yang bekerja keras membantu mereka agar terpilih, bukan pula hanya milik masyarakat yang memilihnya. Apabila proses pemilihan tersebut telah seirama dan merepresentasikan nilai-nilai demokrasi, maka kemenangan adalah milik bersama, milik seluruh masyarakat daerah di mana ia akan memimpin.
Setelah salah satu calon ditetapkan dan dilantik sebagai kepala daerah, maka pasangan terebut bukan berarti telah selesai dari kerja keras untuk berjuang. Karena medan perjuangan yang sebenarnya adalah arena amanah kepemimpinan untuk memimpin daerah. Perjuangan dan kerja keras bukanlah ketika para calon kepala daerah dengan tim dan kekuatannya berusaha keras, tak kenal waktu dan tak kenal lelah agar ia terpilih atau meraih kemenangan. Perjuangan dan kerja yang sebenarnya adalah ketika para calon kepala daerah telah terpilih, ditetapkan dan dilantik menjadi kepala daerah. Karena pada saat itulah ia memasuki arena perjuangan yang sebenarnya. Perjuangan untuk mendayagunakan segenap pikiran, tenaga dan waktu untuk bekerja keras demi kesejahteraan rakyat. Perjuangan untuk mendayagunakan segenap Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA) daerah demi kemakmuran daerah. Perjuangan untuk melawan hawa nafsunya dan sahwat kekuasaannya agar tidak menyalahgunakan jabatan dan kekuasaannya yang akan merugikan rakyat yang telah menyematkan mahkota amanah dan melabuhkan harapan kepada mereka.
Menjadi kepala daerah bukan berarti menjadi pejabat daerah atau penguasa daerah, akan tetapi ia menjadi sang pemimpin di daerah, dan ini bukanlah suatu keitimewaan, akan tetapi sebuah tanggung jawab. Menjadi pemimpin daerah bukan berarti menikmati fasilitas sebagai upah atas kerja keras yang dilakukan demi mencapai kemenangan dalam pilkada, akan tetapi ia adalah tanggung jawab besar dan kerja keras untuk menjalankan amanah rakyat. Menjadi pemimpin bukan berarti kesewenangan untuk bertindak sesuai keinginannya pribadi atau golongan, akan tetapi ia adalah kewenangan untuk melayani dan mengayomi masyarakat, baik yang telah meimilhnya ataupun tidak. Sebab ketika ia telah terpilih menjadi kepala daerah, maka secara otomatis ia telah menjadi milik bersama masyarakat daerah tersebut. Dalam hal ini, ia adalah pemimpin yang menjadi milik bersama, bukan miliknya sendiri, atau tim sukses yang membatunya, bukan pula hanya terbatas milik masyarakat yang memilihnya.
Seorang kepala daerah adalah sosok pemimpin yang lebih dari sekedar manajer. Seorang pemimpin harus Inovatif, yang berarti melakukan terobosan-terobosan baru, melakukan lebih dari apa yang dijanjikan ketika berkampanye demi kesejahteraan rakyat daerah.
Semoga semua janji untuk mensejahterakan rakyat sebagaimana disampaikan pada waktu berkampanye bukan hanya ungkapan stumulus untuk menarik simpati dan rayuan untuk membuai masyarakat demi mendulang suara. Semoga janji-janji yang diucapkan para kepala daerah terpilih benar-benar akan dilaksanakan demi kesejahteraan, kemakmuran dan kemajuan daerah selaras dengan tujuan otonomi daerah.
Artikel ini telah diterbitkan Lampung Post Jumat, 2 Juli 2010
Label:
ARTIKEL ILMIAH
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar