Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Theme From:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Senin, 05 Maret 2012

Membangun Paradigma Jihad Kontekstual


Oleh: Imam Mustofa
(Kader Kultural NU Lampung)

Selama ini kata jihad selalu diidentikan dengan perjuangan di medan perang. Perjuangan ini bisa berupa usaha untuk mempertahankan diri, tanah kelahiran, tempat tinggal harta dan sebagainya, dan juga bisa berupa upaya untuk menyerang musuh tertentu yang mengancam eksistensi keyakinan atau sebuah kebenaran yang diyakini. Apabila jihad diartikan demikian, maka konsekuensinya hanya ada dua, yaitu, pertama, meraih kemenangan yang berarti kebehasilan memepertahankan diri, yang berarti telah bebas dari penjajahan dan ancaman pihak yang dianggap musuh. Kedua, mati syahid, yaitu mati sebagai media perpindahan ruh dari alam dunia ke alam surga yang memang didambakan oleh setiap mujahid atau orang yang berjihad.
Kesan yang yang paling tampak dari jihad adalah mati syahid. Seolah orang yang berjihad di medan perang hanya mencari mati syahid, yaitu setelah mati orang yang jihad langsung masuk surga. Jadi jihad seolah hanya mencari kematian demi mendapatkan surga yang dijanjikan. Kalau pemehaman ini yang dipegangi oleh para mujahid, berarti mereka bersikap sangat egois. Jihad hanya untuk kepentingan dirinya di akherat, tanpa memperhatikan pihak lain, apakah akibat sepak terjangnya dalam berjihad akan mendapatkan manfaat atau sebaliknya, sepak terjangnya dalam berjihad berdampak negatif terhadap orang lain baik yang juga ikut mati terbunuh maupun yang masih hidup.
Penulis menyayangkan pemahaman jihad sebagai jalan untuk mencari mati (diantaranya dengan bom bunuh diri) demi mendapatkan surga masih dipegangi sebagian masyarakat. Akibat pemahaman ini maka timbul aksi peledakan bom di tempat tempat vital yang dianggap sebagai sarang musuh secara ideologis atau dianggap kafir. Padahal bom bunuh diri yang diniatkan untuk jihad, secara syariah harus memenuhi berbagai persyaratan yang diantaranya adalah bom bunuh diri dilakukan di daerah perang.
Orang awam pun akan tahu bahwa jihad dengan bom bunuh diri di tempat umum akan berdampak negatif, dan sedikitpun tidak membawa kebaikan bagi orang lain, bagi manusia, kemanusiaan dan peradaban. Jihad dalam konteks perang melawan musuh secara fisik, termasuk dengan bom bunuh diri akan sangat bermanfaat ketika dilakukan saat penjajahan secara fisik, seperti perang-perang atau jihad yang dilakukan Rasulullah, sahabat atau peperangan yang dilakukan para pejuang kemerdekaan Indonesia dalam mengusir penjajah dari bumi Indonesia.
Pemahaman terhadap arti jihad seperti di atas berangkat dari itba' (mengikuti) syariat Islam atau praktek Nabi terkait dengan hal-hal yang bersifat ijtihadiyah (yang mumungkinkan ijtihad) dari aspek metode atau tatacara. Praktek dari pemahaman tersebut masih menggunakan paradigm lama. Jihad diartikan dengan berperang, menyerang dan membunuh musuh yang dinilai mengancam agama dan atau Negara, dengan berdalih mengikuti nabi yang berjihad dengan berperang mempertahankan eksistensi Islam dan kaum muslimin kala itu.
Pemahaman terhadap teks-teks agama yang mengandung ajaran atau hal-hal yang sifatnya ijtihadiyah, termasuk jihad hendaklah dilihat dan ditiru bukan dari segi metode atau cara yang dipraktekkan pada masanya tanpa kontekstualisasi. Masa lalu di sini termasuk masa Rasulullah dan masa sahabat dan tabi'in, tabi' tabi'in dan seterusnya.
Bayangkan, kalau jihad yang dipraktekkan di era modern seperti pada zaman Rasulullah dan sahabat atau masa-masa sesudahnya dengan berperang menggunakan pedang dengan kendaraan Onta? Bukankah malah akan menjatuhkan diri kita dalam kerusakan??
Teks-teks agama, baik dalam al-Quran maupun Hadits yang mengandung ajaran yang sifatnya ijtihadiyah hendaknya diambil spirit yang ada di dalamnya. Sedangkan metode atau praktek yang digunakan harus disesuaikan dengan konteks tempat dan zaman. Jihad dalam konteks era sekarang hendaknya jangan lebih menitikberatkan pada kontak fisik. Jihad hendaknya di artikan mendayagunakan kekuatan intelektual, moral, emosional dan finansial dalam memerangi hawa nafsu dan musuh bersama peradaban manusia.
Sudah saatnya kita membangun paradigma baru jihad di era modern seperti sekarang ini. Dalam konteks ini menarik sekali gagasan yang kemukakan oleh Gamal al Banna, Adik Bungsu dari tokoh pendiri Ikhwanul Muslimin, Hasan Al Banna. Gamal menawarkan sebuah teori baru tentang jihad di era modern seperti sekarang ini. Teori dia dikemukakan dalam bahasa arab "innal jihada fi al-'ashri al-hadits laisa huwa an-namuta fi sabilillah, wa lakin an-nahyaa fi sabilillah", (sesungguhnya jihad di era modern seperti sekarang ini bukanlah mencari mati di jalan Allah, akan tetapi bagaimana kita berusaha hidup bersama-sama di jalan Allah.
Penulis memahami teori Gamal di atas bahwa jihad dalam konteks dunia modern bukanlah berperang dengan melawan senjata atau bahkan menggunakan bunuh diri untuk membunuh orang-orang atau kelompok lain yang kita benci dengan tujuan mencari mati Syahid. Jihad adalah bagaimana umat manusia, secara bersama-sama berusaha hidup dengan mengembangkan cinta dan perdamaian dalam bingkai prinsip dan moral agama Allah. Kalau peahaman ini yang kita implementasikan dalam berjihad, maka pendekatan-pendekatan dalam merespon tindakan-tindakan orang yang dianggap musuh adalah pendekatan negosiasi persuasive atau perundingan untuk menciptakan perdamaian di muka bumi ini, dan bukan dengan pendekatan kekerasan untuk mencari mati demi menggapa surga yang notabene hanya untuk dirinya sendiri.
Alangkah indahnya apabila tenaga, fikiran dan dana yang digunakan untuk membunuh sesama sudara didayagunakan untuk memerangi dan memusnahkan musuh bersama (common enemy) peradaban manusia. Musuh bersama itu antara lain kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, korupsi, perubahan iklim, terorisme dan semua aktivitas yang menghambat atau bahkan mengancam eksistensi dan perkembangan peradaban manusia di muka bumi ini.
Musuh-musuh tersebut merupakan musuh bersama yang tidak mengenal suku, ras, bangsa maupun agama. Semua bangsa, Negara dan agama bertekad untuk memerangi dan membasmi kebodohan, kemiskinan, korupsi, perubahan iklim dan tindakan teror yang mengancam eksistensi peradaban manusia. Jika jihad diartikan memerangi musuh-musuh ini, maka berarti jihad merupakan sebuah usaha yang tak terbatas sekat agama, suku, bangsa dan Negara. Inilah pemahaman yang kontekstual secara metodologis, dengan tetap berpegang pada spirit syariat Allah dan tuntunan Sunnah Rasululullah. Jihad dengan paradigma baru yang sesuai dengan konteks zaman modern.

Artikel Ini Telah Diterbitkan Surat Kabar Harian Radar Lampung Tanggal 23 Januari 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar