Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Theme From:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Senin, 20 Februari 2012

KONTEKSTUALISASI HIJRAH


Oleh: Imam Mustofa
(Kader Kultural NU Lampung)

Secara etimologi, hijrah berarti pindah dari suatu tempat atau posisi. Secara terminologi, hijrah mempunyai arti yang luas, yang mencakup perpindahan secara fisik dan non fisik. Dalam hal ini hijrah berarti perpindahan daru satu tempat yang tidak nyaman ke tempat yang lebih nyaman, aman dan kondusif. Lebih luas lagi hijrah berarti melakukan perubahan paradigma hidup menuju yang lebih baik, lebih produktif dan optimis.
Makna di atas mengacu pada makan filosofis yang terkandung di dalam surat al-Nisa' ayat 100: "Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi Ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak". Allah menggunakan akta sa'ah dalam Ayat tersebut, yang sering diterjemahkan rezeki yang luas. Rezeki yang luas menyangkut rizki materi dan non materi. Rizki non materi inilah yang nilainya tidak terhingga, seperti ketenteraman batin, ketenangan jiwa dan kesejukan hati.
Pendek kata, hijrah berarti bergerak dan bertindak. Bergerak untuk mendayagunakan segala potensi yang ada, potensi fisik dan psikis untuk berpikir dan bertindak.
Secara historis hijrah merupakan peritiwa berpindahnya Rasulullah SAW bersama para sahabat dari Kota Mekkah menuju Kota Madinah. Perpindahan ini dilakukan bukan karena beliauberputus asa melaksanakan dakwah di Mekkah, akan tetapi untuk menyusun strategi yang lebih jitu untuk menyebarkan agama Islam, dimana saat itu Kota Mekkah dirasa tidak kondusif karena adanya berbagai tekanan, gangguan dan bahkan serangan dari kalangan kafir Quraisy.

Al-Quran turun dengan berbagai spirit untuk membangun moral peradaban manusia. Spirit Al-Quran mencakup berbagai bidang dan dimensi kehidupan manusia, antara lain bidang spiritual, moral, pendidikan, ekonomi, politik, seni, kebudayaan dan sebagainya.
Semua spirit di atas pada dasarnya hendak mengantarkan manusia menuju kemerdekaan. Kemerdekaan dari pasungan kebodohan, belenggu kemiskinan, keterberbelakangan, ketidakadilan dan sebagainya. Spirit-spirit Al-Quran ini akan selalu hidup tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Manusia dituntut untuk mentransformasikan spirit ini di mana pun dan kapan pun.
Ada beberapa landasan filosofis dan epistemologis Al-Quran sebagai ruh dan spirit kemerdekaan. Salah satu nama Al-Quran adalah ¬ar-Ruh. Di antara ayat yang menunjukkan hal ini adalah surat al-Syura ayat 52:
"Dan Demikianlah kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus"
Ayat di atas dengan jelas menunjukkan bahwa ia menjadi pendorong tercapainya kemerdekaan intelektual, spiritual dan emosional. Kemerdekaan keimanan, hidayah petunjuk sehingga menjadi umat yang berilmu dan berperadaban. Kemerdekaan dari kebodohan, karena Al-Quran adalah sumber ilmu yang merupakan antithesis dari kebodohan. Al-Ashfahani dalam kitabnya Gharibul Al-Quran juga berpendapat bahwa Al-Qura disebut sebagai al-ruh juga karena ia menjadi sebab bagi kehidupan akhirat. Pernyataan ini selaras dengan pernyataan al-Jashshash yang menyatakan dimaksud ruh dalam ayat tersebut adalah Al-Quran.
Memang, pada umumnya para mufassir berpendapat bahwa yang dimaksud kata ruh dalam ayat di atas adalah Al-Quran. Hal ini cukup logis, karena dengan Al-Quran apabila manusia mau membaca, menelaah mendiskusikan kandungan Al-Quran serta mau dan mampu berinteraksi dengannya, maka ia akan merasakan betapa arti kehidupan yang sesungguhnya. Berkaitan dengan hal ini Ibnul Qoyyim al-Jauziyah mengatakan bahwa Allah swt. menjadikan wahyu-Nya sebagai ruh dan cahaya (nur), barang siapa tidak dapat menghidupkan hatinya dengan ruh (Al-Quran), maka seseungguhnya ia telah mati dan barang siapa yang tidak mau menjadikan Al-Quran sebagai cahaya bagi kehidupannya, maka sesungguhnya ia hidup dalam kegelapan.
As-Sa'dy dalam tafsirnya mengatakan bahwa dengan Al-Quran maka perdaban hati manusia akan hidup, yang berimplikisai pada hidupnya kemashlahatan baik di dunia maupun akhirat. Karena dengan hidupnya hati maka manusia akan terangsang dan termotivasi menjadi manusia yang lebih maju, lebih tahu, lebih berwawasan pada gilirannya dapat membangun peradaban di muka bumi ini. Dengan demikian sebenarnya kata ruh juga sudah menjadi semacam kiasan. Ruh juga dapat diartikan sebagai semangat, sebagai kekuatan yang membangkitkan.
Al-Quran sebagai memiliki ruh dan memancarkan ruh. Karena Al-Quran memberikan daya hidup, spirit dan vitalitas. M. Dawam Rahardjo menyatakan sebagai kitab petunjuk, Al-Quran dapat membangkitkan semangat dan menggerakkan orang untuk bertindak. Al-Quran juga memancarkan cahaya. Jika ada cahaya, maka akan meihat jalan, dan jika melihat jalan maka ia akan berjalan mencapai tujuan. Inilah kemerdekaan jiwa dan hati manusia dari penjara kegeglapan kebodohan dan ketidaktahuan.
Seorang yang memiliki pengetahuan tentang wahyu Ilahi (Al-Quran) maka ia akan memiliki ruh kehidupan. Karena sebagaimana disebutkan dalam Surat asy-Syura ayat 52, bahwa Allah telah mengisi Al-Quran dan kitab-kitab lainnya dengan kekuatan yang membangkitkan. Dan kebangkitan itu tentunya bukan terjadi pada Al-Quran sebagai benda, melainkan pada manusia yang telah terisi dengan wahyu ilahi, atau nilai-nilai spirit Al-Quran.
Berangkat dari pemaparan di atas, maka bagi siapa saja yang menghendaki dirinya lebih hidup, baik hati maupun fikirannya, mendapatkan ilmu pengetahuan dan wawasan, mendapat kecerdasan intelektual, spiritual, moral, emosional dan sosial, maka yang harus ia lakukan adalah mempelajari Al-Quran dan mengamalkan spirit yang ada di dalamanya. Membaca, memahami, merenungi dan mendialogkan teks al-Quran dengan fenomena dan konteks sosial.
Umat Islam tidak boleh berpangku tangan dan hanya menjadi penonton kemajuan umat lain. Umat Islam harus bangkit dengan semangat yang telah diajarkan Al-Quran. Al-Quran mendorong manusia untuk belajar berbagai ilmu, baik yang berkaitan langsung dengan agama, amupun tidak, atau sering disebut dengan istilah ilmu umum. Artinya Al-Quran mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap pendidikan. Umat Islam harus mampu mentransformasikan spirit Al-Quran dengan menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Jangan sampai umat Islam mengabaikan ajaran Al-Quran yang akan mengakibatkan kerusakan dan tenggelam oleh arus zaman, tertindas dan terjajah oleh kebodohan dan kemiskinan.
Spirit al-Quran harus mampu terbaca dan tertransformasikan oleh manusia, khususnya umat Islam. Hal ini demi menggapai kemerdekaan yang hakiki, kemerdekaan dari kebodohan, ketidaktahuan, kemiskinan, keterbelakangan dan kemerdekaan jiwa demi mencapai kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagiaan di kehidupan kelak.

Menurut Imam Mawardi, kata muraghama mempunyai lima arti, pertama, lokasi tempat tinggal; kedua, tempat untuk mencari penghidupan; ketiga, tempat untuk berpindah; keempat, terelakkan dari hal yang dibenci, dan kelima,
أحدها : أنه المتحوَّل من أرض إلى أرض ، وهذا قول ابن عباس والضحاك . ومنه قول نابغة بني جعدة :
كطْودٍ يُلاذ بأركانه . . . ... عزيز المراغم والمطلب
والثاني : مطلب المعيشة ، وهو قول السدي ، ومنه قول الشاعر :
إلى بلدٍ غير داني المحل . . . ... بَعيد المُراغم والمطلب
والثالث : أن المراغم المهاجر ، وهو قول ابن زيد :
والرابع : يعني بالمراغم مندوحة عما يكره .
والخامس : أن يجد ما يرغمهم به ، لأن كل من شخص عن قومه رغبة عنهم فقد أرغمهم ، وهذا قول بعض البصريين .
وأصل ذلك الرغم وهو الذل . والرّغام : التراب لأنه ذليل ، والرُّغام بضم الراء ما يسيل من الأنف .
وفي قوله تعالى : { وَسَعَةً } ثلاث تأويلات :
أحدها : سعة في الرزق وهو قول ابن عباس .
والثاني : يعني من الضلالة إلى الهدى ومن العيلة إلى الغنى ، وهو قول قتادة .
والثالث : سعة في إظهار الدين .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar