Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Theme From:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Senin, 20 Februari 2012

KEKERASAN DAN LUNTURNYA KEPATUHAN SOSIAL


Oleh: Imam Mustofa
(Ketua Ikatan Keluarga Alumni Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia)

Akhir-akhir ini aksi kekerasan sosial dan pelanggaran HAM yang dilakukan secara masal semakin sering terjadi. Aksi pembakaran, pendudukan dan bahkan pembunuhan sering terjadi di masyarakat. Hal ini setidaknya menunjukkan bahwa bahasa kekerasan telah menjadi pilihan untuk menyelesaikan masalah.
Di propinsi Lampung saja, dalam seminggu terakhir terjadi dua tindak kekerasan dan anarkis yang dilakukan secara masal oleh masyarakat. Pada tanggal 24 januari 2012 terjadi saling serang antarwarga dusun di kecamatan Sidomulyo Lampung Selatan. Sekitar 60 rumah warga dibakar dan beberapa orang mengalami korban luka. Sehari kemudian, pada tanggal 25 Januari Puluhan orang tak dikenal menyerang dan membakar Mapolsek Gedungaji, Tulangbawang. Meskipun tidak menimbulkan korban jiwa, namun mengakibatkan kerusakan pada kantor Mapolsek dan seorang tahanan lepas.

Lunturnya Kepatuhan Sosial Masyarakat
Menurut Mantan wakil presiden Jusuf Kalla, maraknya kekerasan di masyarakat akhir-akhir ini merupakan bukti hilangnya kepatuhan sosial masyarakat. Hal ini sangat membahayakan, karena rendahnya kepatuhan sosial akan mengakibatkan susahnya kontrol terhadap masyarakat. Hukum yang berlaku seolah hukum rimba.
Setidaknya ada beberapa faktor yang melatarbelakangi maraknya aksi kekerasan horizontal di masyarakat akhir-akhir ini. Pertama, lemahnya penegakan keadilan. Memang proses hukum telah dilaksanakan, namun demikian, keadilan yang menjadi tujuan penegakan hukum sering tidak tercapai dan tidak dirasakan para pencarinya.
Ketika tujuan hukum tidak tercapai, maka pada dasarnya hukum tidak berjalan efektif atau bahkan tidak berfungsi. Permasalahan terjadi pada sebagian mental penegaknya yang berimplikasi pada proses penegakannya. Padahal salah satu fungsi hukum adalah sebagai alat kontrol sosial (as a tool of social control) yaitu mengawasi tingkah laku anggota masyarakat agar sesuai dan tidak menyimpang dari tujuan hukum. Masyarakat berkepentingan membentuk hukum demi menjamin lancarnya lalu lintas hak dan kewajiban di antara mereka.
Kedua, terjadinya krisis figur teladan bangsa. Tidak jarang kebabasan demokrasi diartikan kebebasan tanpa etika, sehingga terjadi “perilaku semaunya” di kalangan pejabat publik dan kaum elit. Sudah tidak terhitung pejabat yang terjerat kasus korupsi, suap, mark up dan bahkan kasus perselingkuhan. Padahal pejabat yang menduduki jabatan tertentu dalam lembaga negara menjadi sorotan masyarakat. Masyarakat sudah kesulitan untuk membedakan mana orang yang jujur dan mana yang tidak. Bahkan saat ini nyaris tidak ada figur tokoh yang jujur.
Tidak adanya tauladan dari tokoh bangsa membuat masyarakat bertindak dan berperilaku semaunya. Ditambah lagi dengan adanya rasa kekecewaan terhadap kondisi bangsa yang dirasa tidak membaik, terutama pada sarana publik dan infrastruktur di daerah.
Ketiga, adanya “pembiaran” dari pemerintah. Saat terjadi kekerasan, seringkali aparat keamanan datang terlambat. Atau, meskipun telah berada di lokasi, mereka tidak dapat berbuat banyak untuk mencegah terjadinya aksi kekerasan dengan berbagai alasan, termasuk kurangnya jumlah personil yang berada di lokasi.
Beberapa kasus menunjukkan bahwa aparat pemerintah malah menjadi pelaku tindak kekerasan dan bahkan pembunuhan, seperti kasus penembakan warga yang memblokade pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat. Padahal seharusnya aparat pemerintah bisa melakukan pencegahan tindak kekerasan dengan cara yang lebih elegan dengan pendekatan persuasif.

Melemahnya Peran Negara
Negara dengan segala perangkatnya berkewajiban menjamin hak, keamanan dan menjaga keselamatan warganya. Pembiaran terhadap aksi kekerasan dan bahkan menjadi bagian dari pelaku kekerasan merupakan bentuk pengingkaran terhadap negara. Hal ini sekaligus menunjukkan semakin melemahnya peran negara.
Fukuyama dalam tulisannya “Memperkuat Peran Negara” sebagaimana dikutip Deva Rachman (2011) menyatakan bahwa perang, penyakit sosial, bencana kemanusiaan, dan konflik sosial horizontal maupun vertikal terjadi akibat lemahnya peran negara. Negara mempunyai fungsi minimal untuk melindungi keselamatan seluruh warganya. Negara berkewajiban menjamin dan menjaga persatuan, perdamaian, dan ketertiban warganya. Bila negara alpa dari tugas ini dan bahkan menjadi bagian dari kekerasan, mau dibawa kemana bangsa ini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar