Rabu, 29 Februari 2012
JIHAD MELAWAN MAFIA
Oleh: Imam Mustofa
(Dosen Jurusan Syariah STAIN Jurai Siwo Metro)
(Dosen Jurusan Syariah STAIN Jurai Siwo Metro)
Era reformasi telah berlalu lebih satu dekade. Reformasi yang diharapkan dapat memperbaiki pengelolaan pemerintahan dengan penegakan hukum dan menciptakan pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi dan nepotisme ternyata belum tercapai. Pengelolaan pemerintahan Indonesia masih sarat silang-sengkarut oleh kepentingan-kepentingan elit dan virus korupsi yang menjalar ke hampir setiap nadi birokrasi.
Bukan hanya itu, munculnya mafia yang gentayangan di hampir semua instansi negara seolah menjadi benalu yang menyedot nutrisi pendapatan negara yang seharusnya menjadi gizi bagi kesejahteraan rakyat. Akibat mafia perusak negara, seperti mafia jabatan Pegawai Negeri Sipil, mafia hukum, mafia pajak, mafia pemilu, mafia jabatan, mafia anggaran dan mafia-mafia, dan mafia-mafia lainnya cita-cita reformasi, kesejahteraan dan terangkatnya martabat bangsa dalam pergaulan global seolah hanya fatamorgana atau bahkan hanya ilusi.
Jaringan dan kekuatan mafia yang menggurita telah berhasil "mensabotase" negara. Berbagai kekuatan mafia yang bergentayangan di berbagai borokrasi pemerintah telah menyandera penegakan hukum di Indonesia dan kesejahteraan rakyat. Mafia-mafia telah mewarnai dan sekaligus menjerat kehidupan bangsa Indonesia.
Mafia pajak telah menjadi drakula yang menghisap pendapatan Negara yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Mafia pajak juga telah menghambat laju roda perkembangan ekonomi Negara. Sementara mafia hukum telah merusak sistem hukum dan mengacak-acak proses penegakan hukum. Ia merasuk ke hampir semua lembaga penegak hukum dan merusak sistem kerja penegaknya.
Jaringan mafia tidak saja mengakibatkan rusakanya perekonomian masyarakat dan negara, ia dapat mengakibatkan kerusakan moral, budaya, politik, birokrasi, sistem dan tatanan hukum serta merusak suprastruktur masyarakat dan infrastruktur negara. Mafia Negara bukan hanya mengaburkan harapan masyarakat, akan tetapi juga menguburkan cita-cita bangsa Indonesia.
Berangkat dari pemikiran di atas, maka sudah saatnya bangsa Indonesia mendeklarasikan diri untuk berjihad melawan mafia. Pemberantasan mafia bukan hanya menjadi tugas dan tanggung jawab lembaga-lembaga penegak hukum seperti Polri, Kejaksaan, Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Komisi Pemberantasan Korupsi atau Panja di DPR. Pemberantasan mafia adalah tugas semua elemen masyarakat Indonesia yang menginginkan keselamatan negara dan keberlangsungan bangsa Indonesia. Civil society harus dioptimalkan. Karena apabila keberadaan jaringan mafia ini masih mendominasi wajah bangsa Indonesia, maka bukan tidak mungkin suatu saat nanti Indonesia hanya tinggal nama tanpa martabat dan kehormatan.
Jihad melawan mafia harus ditempuh melalui berbagai lini. Mulai dari dunia pendidikan, kekuatan moral umat beragama, ormas-ormas keagamaan, kalangan intelektual kampus, Lembaga Swadaya Masyarakat dan terlebih kekuatan media. LSM dan media sebagai kekuatan civil society dapat merasuk ke sarang mafia dan mem-blow up kejahatan-kejahatan yang selama ini tersembunyi (hidden).
Tokoh agama harus turun tangan dan tidak cukup hanya dengan melakukan kritik, akan tetapi juga harus melakukan gerakan nyata dengan tujuan menyelamatkan Negara dari tangan mafia. Gerakan tokoh agama ini setidaknya dapat menjadi tekanan (pressure) bagi pemerintah untuk menjalankan Negara sesuai dengan amanat konstitusi dan kehendak rakyat.
Mafia perusak Negara harus dijadikan musuh bersama (common enemy) yang penaggulangnnya tidak hanya diserahkan kepada Negara. Telah banyak terbukti instansi-instansi yang seharusnya menjadi panglima dalam menjalankan pemerintahan yang baik dan bersih telah terkontaminasi dan bahkan menjadi tempat bersarangnya mafia.
Jihad bukanlah mencari mati di jalan Tuhan. Jihad adalah kita berusaha hidup dengan penuh cinta di Jalan-Nya. Gamal al Banna, Adik dari tokoh pendiri Ikhwanul Muslimin, Hasan Al Banna mengemukakan sebuah gagasan "innal jihada fi al-'ashri al-hadits laisa huwa an-namuta fi sabilillah, wa lakin an-nahyaa fi sabilillah", (sesungguhnya jihad di era modern seperti sekarang ini bukanlah mencari mati di jalan Allah, akan tetapi bagaimana kita berusaha hidup bersama-sama di jalan Allah.
Hal di atas tidak akan bisa membumi di bumi Indonesia yang merupakan percikan surga melalui kekayaan alamnya yang melimpah ini, selama jaringan mafia masih menggurita. Artinya, kalau memang menginginkan kehidupan yang sejahtera, tenteram damai dalam rajutan benang-benang cinta satu bangsa Indonesia, maka hal terpenting yang harus dilakukan adalah jihad melawan dan memberantas mafia dan semua penjahat Negara yang bertopeng jabatan. Sebagai langkah nyata, penegakan hukum, peran media, tokoh agama, dan civil society harus dapat dioptimalkan.
Bukan hanya itu, munculnya mafia yang gentayangan di hampir semua instansi negara seolah menjadi benalu yang menyedot nutrisi pendapatan negara yang seharusnya menjadi gizi bagi kesejahteraan rakyat. Akibat mafia perusak negara, seperti mafia jabatan Pegawai Negeri Sipil, mafia hukum, mafia pajak, mafia pemilu, mafia jabatan, mafia anggaran dan mafia-mafia, dan mafia-mafia lainnya cita-cita reformasi, kesejahteraan dan terangkatnya martabat bangsa dalam pergaulan global seolah hanya fatamorgana atau bahkan hanya ilusi.
Jaringan dan kekuatan mafia yang menggurita telah berhasil "mensabotase" negara. Berbagai kekuatan mafia yang bergentayangan di berbagai borokrasi pemerintah telah menyandera penegakan hukum di Indonesia dan kesejahteraan rakyat. Mafia-mafia telah mewarnai dan sekaligus menjerat kehidupan bangsa Indonesia.
Mafia pajak telah menjadi drakula yang menghisap pendapatan Negara yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Mafia pajak juga telah menghambat laju roda perkembangan ekonomi Negara. Sementara mafia hukum telah merusak sistem hukum dan mengacak-acak proses penegakan hukum. Ia merasuk ke hampir semua lembaga penegak hukum dan merusak sistem kerja penegaknya.
Jaringan mafia tidak saja mengakibatkan rusakanya perekonomian masyarakat dan negara, ia dapat mengakibatkan kerusakan moral, budaya, politik, birokrasi, sistem dan tatanan hukum serta merusak suprastruktur masyarakat dan infrastruktur negara. Mafia Negara bukan hanya mengaburkan harapan masyarakat, akan tetapi juga menguburkan cita-cita bangsa Indonesia.
Berangkat dari pemikiran di atas, maka sudah saatnya bangsa Indonesia mendeklarasikan diri untuk berjihad melawan mafia. Pemberantasan mafia bukan hanya menjadi tugas dan tanggung jawab lembaga-lembaga penegak hukum seperti Polri, Kejaksaan, Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Komisi Pemberantasan Korupsi atau Panja di DPR. Pemberantasan mafia adalah tugas semua elemen masyarakat Indonesia yang menginginkan keselamatan negara dan keberlangsungan bangsa Indonesia. Civil society harus dioptimalkan. Karena apabila keberadaan jaringan mafia ini masih mendominasi wajah bangsa Indonesia, maka bukan tidak mungkin suatu saat nanti Indonesia hanya tinggal nama tanpa martabat dan kehormatan.
Jihad melawan mafia harus ditempuh melalui berbagai lini. Mulai dari dunia pendidikan, kekuatan moral umat beragama, ormas-ormas keagamaan, kalangan intelektual kampus, Lembaga Swadaya Masyarakat dan terlebih kekuatan media. LSM dan media sebagai kekuatan civil society dapat merasuk ke sarang mafia dan mem-blow up kejahatan-kejahatan yang selama ini tersembunyi (hidden).
Tokoh agama harus turun tangan dan tidak cukup hanya dengan melakukan kritik, akan tetapi juga harus melakukan gerakan nyata dengan tujuan menyelamatkan Negara dari tangan mafia. Gerakan tokoh agama ini setidaknya dapat menjadi tekanan (pressure) bagi pemerintah untuk menjalankan Negara sesuai dengan amanat konstitusi dan kehendak rakyat.
Mafia perusak Negara harus dijadikan musuh bersama (common enemy) yang penaggulangnnya tidak hanya diserahkan kepada Negara. Telah banyak terbukti instansi-instansi yang seharusnya menjadi panglima dalam menjalankan pemerintahan yang baik dan bersih telah terkontaminasi dan bahkan menjadi tempat bersarangnya mafia.
Jihad bukanlah mencari mati di jalan Tuhan. Jihad adalah kita berusaha hidup dengan penuh cinta di Jalan-Nya. Gamal al Banna, Adik dari tokoh pendiri Ikhwanul Muslimin, Hasan Al Banna mengemukakan sebuah gagasan "innal jihada fi al-'ashri al-hadits laisa huwa an-namuta fi sabilillah, wa lakin an-nahyaa fi sabilillah", (sesungguhnya jihad di era modern seperti sekarang ini bukanlah mencari mati di jalan Allah, akan tetapi bagaimana kita berusaha hidup bersama-sama di jalan Allah.
Hal di atas tidak akan bisa membumi di bumi Indonesia yang merupakan percikan surga melalui kekayaan alamnya yang melimpah ini, selama jaringan mafia masih menggurita. Artinya, kalau memang menginginkan kehidupan yang sejahtera, tenteram damai dalam rajutan benang-benang cinta satu bangsa Indonesia, maka hal terpenting yang harus dilakukan adalah jihad melawan dan memberantas mafia dan semua penjahat Negara yang bertopeng jabatan. Sebagai langkah nyata, penegakan hukum, peran media, tokoh agama, dan civil society harus dapat dioptimalkan.
Artikel ini telah diterbitkan Surat Kabar Harian Radar Lampung, Selasa, 25 Oktober 2011
Label:
AGAMA,
ARTIKEL ILMIAH
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar