Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Theme From:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Senin, 20 Februari 2012

DIMENSI SPIRITUAL DAN SOSIAL IBADAH KURBAN

Oleh: Imam Mustofa
(Ketua Ikatan Keluarga Alumni Pondok Pesantren Mahasiswa Universitas Islam Indonesia Yogyakarta)

Ibadah kurban merupakan media untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. dengan menyembelih binatang yang dagingnya dibagikan kepada masyarakat, khususnya kaum lemah (fakir dan miskin). Sebagai suatu ibadah, kurban mempunyai dua dimensi, yaitu dimensi spiritual dan dimensi sosial.
Dimensi spiritual ibadah kurban ini terdapat pada ritual sakral penyembelihan binatang. Penyembelihan binatang ternak ini merupakan lambang atau simbol menyembelih sifat kebinatangan yang berada dalam diri manusia. Ketika seseorang menyembelih binatang kurban, kala itu ia menyembelih sifat-sifat kebinatangan yang penuh dengan kerakusan dan tidak kenal norma yang biasa bersemayam dalam diri manusia.
Imam al Ghazali dalam kitab Ihya' 'Ulumuddin (I/33) menjelaskan bahwa hati menusia merupakan tempat perkumpulan sifat malaikat, sifat binatang buas, sifat hewan dan sebagian sifat ketuhanan. Sifat binatang buas misalnya senang bermusuhan, pemarah, senang menyerang dan memakan sesama, baik secara fisik maupun psikis seperti menekan, mengintimidasi menggunjing, memfitnah dan sebagainya. Sementara sifat hewan antara lain rakus, tidak tahu malu, tidak mengenal sopan santun, senang mengumbar nafsu dan sebagainya.
Sifat-sifat kebinatangan inilah yang harus dibunuh atau dihilangkan manusia dari dalam hatinya, karena sifat-sifat tersebut dapat merusak pola hubungan yang harmonis, baik antara manusia dengan Tuhannya, maupun antara manusia dengan sesamanya dan seluruh makhluk atau alam.
Apabila sifat kebinatangan ini dibiarkan bersemayam dalam hati manusia, maka ia tidak kenal malu dan tega untuk menyerang dan makan sesama. Korupsi, kolusi, memperjual belikan hukum dan keadilan, memanipulasi dan merekayasa data harta wajib pajak, persengkongkolan mafia perusak negara merupakan bentuk dari sifat-sifat kebinatangan. Korupsi berarti tega memakan sesama, memakan harta rakyat dengan cara nudis yang tidak dibenarkan oleh norma hukum, budaya apalagi norma agama. Korupsi juga merupakan tindakan membunuh sesama, tindakan rakus yang dapat membunuh generasi bangsa secara pelan-pelan.
Sementara dimensi sosial ibadah kurban tercermin pada saat pembagian daging hewan yang telah disembelih. Pada dimensi ini manusia dituntut untuk berbagi atas nikmat yang telah dikaruniakan Allah SWT. Sebagain ulama memberikan porsi sepertiga daging kurban untuk kaum fakir miskin.
Dimensi sosial kurban terkait erat dengan dimensi spiritualnya. Penyembelihan hewan kurban sebagai simbol membunuh sifat kebinatangan yang bersemayam dalam diri manusai, diharapkan dapat berimplikasi pada munculnya sikap saling asih dan peduli terhdap sesama. Hal ini diwujudkan dengan berbagi nikmat dan rizki saling menolong dan peduli kepada sesama.
Secara historis ibadah kurban disyariatkan kepada nabi Ibrahim as. Ibadah kurban sebagai manifestasi dari nilai-nilai altruisme (mengutamakan orang lain) dalam ajaran Islam. Nabi Ibrahim telah mencotohkan pengorbanan yang tak terhingga nilainya, yaitu siap mengorbankan putra semata wayangnya, nabi Ismail demi melaksanakan perintah Allah SWT., meskipun Allah menggantikannya dengan seekor domba. Namun yang jelas, Nabi Ibrahim siap mengorbankan apa pun demi menjalankan syariat Allah swt.
Dimensi sosial ibadah kurban berupa kepedulian dan berbagi dengan sesama merupakan bagian tatalaksana kehidupan yang diajarkan nabi Ibrahim yang dikuatkan ajaran nabi Muhammad saw. Tatalaksana kehidupan yang dibangun Nabi Ibrahim yang dibingkai dalam norma keislaman bukan hanya untuk dirinya sendiri, ketundukannya kepada ajaran-ajaran dan syari’at Allah bukan hanya untuk kepentingan keluarganya dan generasi sezamannya, melainkan untuk seluruh generasi umat manusia.
Adapun tujuan pokok ibdaha kurban bisa dipetik dari kata dasarnya, yaitu qaruba-yaqrabu-qurbanan yang berarti mendekatkan diri kepada Allah Swt. Pendekatan diri ini dilakukan melalui sikap peduli dan saling menolong kepada sesama. Karena pada hakikatnya barbagi dan mendekatkan diri kepada kaum yang lemah dengan tulus, ikhlas dan tanpa tendensi berarti mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Nilai-nilai spiritual dan sosial ibadah kurban harus dapat membumi. Dengan membunuh sifat kebinatangan, maka diharapkan manusia tidak saling bermusuhan, tidak memakan harta yang bukan haknya. Tercipta kehidupan yang rukun, saling mengasihi, saling berbagi dalam bingkai kebersamaan dan persaudaraan, sehingga tercipta suasana nyaman, aman, tenteram dan kondusif dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar