Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Theme From:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Rabu, 29 Februari 2012

Agama dan Pemerintahan yang Bersih


Oleh: Imam Mustofa
Ketua Ikatan Keluarga Alumni Pondok Pesantren Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (IKAPPUII)


Pembahasan mengenai agama, khususnya Islam dan pemerintahan yang baik dan bersih (good governance) sudah banyak dilakukan. Pada umumnya, pembahasan ini tentang relevansi antara nilai-nilai etik (ethic values) agama dengan prinsip-prinsip good governance. Dan keduanya ternyata senada.
Prinsip-prinsip good governance sepreti kejujuran, transparansi, responsibilitas, partisipatif dan non- KKN tentunya sangat relevan dengan nilai-nilai moral etik agama. Keduanya juga mengiramakan dan menyerukan terciptanya kesejahteraan (prosperous) masyarakat. Hanya saja gerak tarian yang ditampilkan oleh umat beragama dan sebagian pejabat Negara di pelataran banyak yang tidak sesuai dan tidak seindah irama yang dimainkan.
Umat beragama yang berkecimpung dalam dunia pemerintahan tidak sepenuhnya dapat menjalankan good governance. Artinya nilai-nilai etik agama belum tertransformasikan dalam aktifitas tata pemerintahan. Bahkan yang lebih memprihatinkan adalah adanya sebagian tokoh agama, intelektual dan akademisi kampus yang menjelma dan bermetamorfosis menjadi aktor politik, lalu terbawa arus, yang kemudian mengaburkan komitmen moral-intelektualnya. Kondisi ini nenimbulkan keperhatinan masyarakat pada umumnya.
Harapan yang belum terwujud
Reformasi di Indonesia yang gemakan oleh segenap komponen bangsa sebenarnya bertujuan untuk mewujudkan sistem pemerintahan yang baik dan ideal (good governance). Good governance yang merupakan pelaksana kewenangan politik, ekonomi, dan administratif ini memang menjadi sarana yang ideal untuk mewujudkan cita-cita masyarakat yang adil makmur dan bermartabat. Harapan untuk menciptakan good governance pada dasarnya bukan hanya sebagai upaya peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, tapi juga untuk mengangkat martabat bangsa Indonesia di mata dunia internasional.
Kalau kita amati dan cermati fenomena yang terjadi sekarang, nampaknya harapan dan cita-cita untuk menciptakan good governance ini belum terwujud. Lebih dari satu dekade era reformasi telah berlalu, namun pengelolaan pemerintahan dan birokrasi masih sarat silang-sengkarut oleh kepentingan-kepentingan elit. Reformasi birokrasi yang diagendakan setiap terjadi pergantian pemeintahan juga belum berjalan secara maksimal. Inilah yang menghambat hadirnya angin segar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Kalau keadaan ini dibiarkan berlarut, maka kemakmuran dan kesejahteraan hanya menjadi mimpi dan fatamorgana belaka.
Kaburnya standar dan komitmen moral, diperparah lemahnya penegakan hukum, perlakuan diskriminatif terhadap palanggar hukum, terdepaknya etika dari panggung politik, terjadinya transaksi jabatan, kekuasaan, maraknya mafia hukum dan yang terparah adalah terjadinya dekadenis moral yang hampir di setiap lapisan masyarakat. Hal ini tidak saja memperbusuk kultur birokrasi, tetapi juga merusak perilaku masyarakat dan bangunan budaya yang sehat.
Kesamaan orientasi agama dan pemerintahan
Agama (samawi) diturunkan ke bumi bertujuan untuk membimbing manusia menggapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidup baik di dunia maupun di akhirat. Dan penulis yakin, pada dasarnya semua agama membawa visi dan misi untuk menggiring dan membawa umatnya menuju arena kesejahteraan (prosperous). Dengan meimplementasikan nilai-nilalai spirit etis agama dalam kehidupan individu dan sosial masyarakat sehari-hari maka tujuan ini akan sangat jelas.
Agama menuntut umatnya untuk bekerja keras membangun peradaban di muka bumi ini dengan memulainya dari lingkungan yang paling kecil, individu dan keluarga. Tuntutan ini sebagai konsekuensi logis dari predikat kholifah yang disandang oleh manusia. Dalam menjalankan fungsinya sebagai kholifah, manusia dituntut untuk memegang prinsip kejujuran (honesty), amanah, keadilan (justice), persamaan (equality), kebersamaan (togetherness), persaudaraan (brotherhood), persatuan (unity), toleransi (tolerance) dan saling membantu dan melayani.
Kalau agama dipahami sebagai nilai-nilai moral-etis dan spirit yang dapat diterapkan pada individu dan sosial masyarakat yang bersifat universal, maka akan jelas bahwa pada dasarnya semangat yang dibawa agama adalah membangun masyarakat yang adil, makmur, aman tenteram sejahtera dan bahagia. Tapi kalau agama hanya dipahami sebagai identitas formal dengan ritual-ritual dogmatis maka ia hanya menjadi identitas tanpa makna kecuali untuk menggapai surga di "negeri seberang".
Pada dasarnya spirit yang dibawa agama dalah sejalan dengan orientasi, visi dan misi pemerintahan yang baik (good governance), yaitu terciptanya kesejahteraan. Hanya saja domainnya berbeda. Agama berada pada ranah spirit, pendorong, sebagai penyedia nilai-nilai norma etis sebagai prinsip untuk menciptakan kesejahteraan. Sementara pemerintahan (governance) sebagai pelaksana nilai-nilai etis dan prinsip-prinsip tersebut. Apabila nilai-nilai tersebut dilaksanakan, maka tata pemerintahan yang baik (good governance) akan dapat terwujud, dan pada gilirannya akan terciptalah kesejahteraan masyarakat.
Menurut Ubaidillah (2007), agama dan good governance sama-sama menjamin sistem pemerintahan yang baik, menjamin kondisi perekonomian masyarakat dan sosial politik yang saling memberikan perlindungan, menjaga kebijakan dan program capability dengan memberdayakan (empowerment) yang kurang mampu, mejaga pemerintahan yang bertanggungjawab, mempertahankan kebersihan pemerintah dari KKN, menciptakan pemerintahan yang public service, professional, restrukturisasi sektor simpan pinjam, resturkturisasi utang piutang, mendukung kebijakan pangan masyarakat, deregulasi di bidang investasi dan program pemberdayaan masyarakat. Dengan kata lain, agama menekankan nilai-nilai dalam sistem pemerintahan, sedangkan good governance, menekankan agar pelaksanaan lembaga pemerintahan dibangun atas dasar sistem yang baik, yakni sisitem yang memihak pada kepentingan masyarakat luas.
Perlunya implementasi nilai-nilai moral-spiritual dalam melaksanakan tanggung jawab pemerintahan adalah dalam rangka untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Karena aturan hukum saja nampaknya tidak cukup untuk mengawal pemerintahan dalam mewujudkan mencapai cita-cita ini. Hal ini disebabkan karena hukum sering direkayasa dan dilanggar secara sistematis . Oleh karena itu, prinsip-prinsip moral dan etika agama harus dioptimalkan dalam rangka upaya untuk mewujudkan good governance ini. Agama dan good governance yang senada mengusahakan dan mengiramakan kesejahteraan masyarakat harus diimbangi dengan tarian di pelataran yang sesuai dengan irama yang indah tersebut.

Artikel ini telah diterbitkan Lampung Post Jumat, 5 Maret 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar