Minggu, 10 Mei 2009
TANTANGAN GLOBALISASI DAN POSISI PONDOK PESANTREN
Pondok pesantren merupakan institusi pendidikan yang melekat dalam perjalanan kehidupan bangsa Indonesia sejak beratus tahun lalu. Wajarlah apabila Ki Hajar Dewantara pernah mencita-citakan model pesantren ini sebagai sistem pendidikan Indonesia, karena pesantren sudah melekat dalam kehidupan di Indonesia serta merupakan kreasi budaya Indonesia. Pondok pesantren adalah aset pendidikan bangsa Indonesia yang selama ini agak diabaikan. Selama ini, pondok pesantren cenderung dibiarkan berjalan sendiri, dan kurang begitu diakomodir dalam sistem pendidikan nasional, padahal sumbangan yang diberikan oleh Pesantren terhadap pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia sangatlah besar. Karakter khas pondok pesantren yang merakyat merupakan potensi yang seharusnya senantiasa diperhatikan dan diberdayakan secara berkelanjutan dan terprogram.
Pondok pesantren merupakan institusi pendidikan yang melekat dalam perjalanan kehidupan bangsa Indonesia sejak beratus tahun lalu. Wajarlah apabila Ki Hajar Dewantara pernah mencita-citakan model pesantren ini sebagai sistem pendidikan Indonesia, karena pesantren sudah melekat dalam kehidupan di Indonesia serta merupakan kreasi budaya Indonesia. Pondok pesantren adalah aset pendidikan bangsa Indonesia yang selama ini agak diabaikan. Selama ini, pondok pesantren cenderung dibiarkan berjalan sendiri, dan kurang begitu diakomodir dalam sistem pendidikan nasional, padahal sumbangan yang diberikan oleh Pesantren terhadap pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia sangatlah besar. Karakter khas pondok pesantren yang merakyat merupakan potensi yang seharusnya senantiasa diperhatikan dan diberdayakan secara berkelanjutan dan terprogram.
Pondok pesantren selalu memodernisasi sistem pendidikannya dengan tidak hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama saja, akan tetapi juga mengajarkan mata pelajaran yang ada dalam sistem pendidikan nasional. Dengan sistem pendidikan seperti ini maka pondok pesantren tidak hanya dapat bertahan, akan tetapi juga berkembang dan tidak pernah tertinggal oleh perkembangan zaman. Maka wajar apabila pesantren mampu mencetak banyak pemikir Islam Indonesia.
Institusi pendidikan pesantren akan selalu dibutuhkan, termasuk di era globalisasi seperti sekarang ini. Sebagi institusi pendidikan, pesantren harus berkembang dan beradaptasi dengan lingkungan dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Era globalisasi yang melahirkan banyak kreasi berbagai fasilitas, kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi sedikit banyak berpengaruh pada sistem pendidikan dan eksistensi pondok pesantren. Sebagai institusi pendidikan Islam yang tidak hanya dituntut membangun kecerdasan intelektual tetapi juga kecerdasan spiritual dan moral bagaimana pesantren harus memposisikan dirinya di tengah arus globalisasi ini?
Globalisasi; ancaman dan tantangan
Globalisasi berasal dari kata Globalisme, yakni paham kebijakan nasional yang memperlakukan seluruh dunia sebagai lingkungan yang pantas untuk pengaruh politik. Selama proses tersebut berjalan, tentunya penuh dinamika yang menuntut setiap negara menata Rumah Tangganya seideal mungkin. Atas nama “tatanan dunia baru” itulah globalisasi dianggap menyatukan dunia dalam satu bingkai dan menghapuskan batas-batas geografis yang memisahkan antara negara satu dengan lainnya. Tentunya didukung adanya kebebasan mengakses informasi melalui berbagai media informasi dan telekomunikasi, internet khususnya.
Teori globalisasi menandai dan menguji munculnya suatu sistem budaya global terjadi karena berbagai perkembangan sosial dan budaya, seperti adanya sistem satelit dunia, penggalian gaya hidup kosmopolitan, munculnya pola konsumsi dan konsumerisme global, munculnya even-even olahraga internasional, penyebaran dunia pariwisata, menurunnya kedaulatan negara bangsa, timbulnya sistem militer global (baik dalam bentuk peace keeping force, pasukan multinasional maupun pakta pertahanan regional dan lain-lain), pengakuan tentang terjadinya krisis-krisis lingkungan dunia, berkembangnya problem-problem kesehatan berskala dunia (seperti AIDS), munculnya lembaga-lembaga politik dunia (seperti PBB), munculnya gerakan-gerakan politik global, perluasan konsep demokrasi dan hak-hak asasi manusia dan interaksi rumit antara berbagai agama dunia.
Bahkan lebih dari sekedar proses-proses di atas, globalisasi menyangkut kesadaran bahwa dunia ini adalah satu tempat milik bersama umat manusia. Karena itu, globalisasi yang didefinisikan sebagai kesadaran yang tumbuh pada tingkat global bahwa dunia ini adalah sebuah lingkungan yang terbangun secara berkelanjutan, atau sebagai suatu proses sosial di mana hambatan-hambatan geografis berkaitan dengan pengaturan-pengaturan sosial dan budaya semakin surut.
Menurut Qodri Azizy, globalisasi merupakan ancaman dan sekaligus tantangan. Pertama, sebagai ancaman. Dengan alat komunikasi seperti Hand Phone, TV, para bola, telepon, VCD, DVD dan internet, kita dapat berhubungan dengan dunia luar. Dengan para bola atau internet, kita dapat menyaksikan hiburan porno dari kamar tidur. Kita dapat terpengaruh oleh segala macam bentuk iklan yang sangat konsumtif. Kedua, tantangan. Di pihak lain, jika globalisasi itu memberi pengaruh hal-hal, nilai dan praktik yang positif, maka seharusnya menjadi tantangan bagi umat manusia untuk mampu menyerapnya, terutama sekali hal-hal yang tidak mengalami benturan dengan budaya lokal atau nasional, terutama sekali nilai agama.
Bagaiamana pesantren memposisikan diri?
Berbagai kemajuan dan kecanggihan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi, kita dapat merasakan betapa era sekarang merupakan era kesejagatan yang tak mengenal batas ruang. Sebuah buku yang berjudul One World Ready or Not: The Manic Logic of Global Capitalism, karya William Greider tahun 1997 yang lalu telah mengisyaratkan bahwa saat ini dunia sudah masuk pada masa di mana tidak ada lagi tempat untuk bersembunyi dari yang lain (there is no place to hide from the other), masa yang ditandai oleh semangat kapitalisme dengan meningkatnya industrialisasi, informasi dan transformasi. Disamping itu zaman ini juga memaksa kita untuk bertemu satu dengan lainnya dengan terjadinya cross cultural context. Segala bentuk prilaku manusia dapat dengan mudah dinilai orang lain, saling mempengaruhi dan bahkan saling bertukar posisi secara bergantian. Semua aktifitas manusia mempunyai jaringan satu sama lain misalnya jaringan buruh, perdagangan, pendidikan dan kebudayaan. Dalam situasi seperti ini bagaimana pesantren harus bersikap dan memposisikan dirinya?
Sebagai lembaga pendidikan yang berlandas dan bernafas Islam, pondok pesantren harus mampu menyesuaikan diri dengan keadaan. Memanfaatkan produk-produk kemajuan zaman yang dapat menunjang kelancaran proses pembelajaran dan dakwah islamiah dalam pesantren; seperti penggunaan saran computer, internet dan alat-alat elektronik lain yang dapat memperlancar transfer of knowledge.
Sebagaimana maklum, bahwa globalisasi dan segala produknya laksana pedang yang bermata dua, kalau tidak bisa memanfaatkan dengan baik maka malah akan melukai atau bahkan membubuh. Produk-produk kemajuan zaman dan arus globalisasi juga membawa dampak negative yang dapat menjerumuskan seseorang kedalam jurang kenistaan karena pengaruh budaya kebebasan yang tidak mengenal batas yang sewaktu-waktu bida diakses melalui media informasi seperti internet. Oleh karena itu pesantren harus dapat memfilter produk-produk tersebut.
Di era seperti ini pesantren dituntut untuk dapat membawa umat Isalam menuju kemajuan, masyarakat yang cerdas rahmatan lil ‘alamin. Pesantren harus dapat membuktikan dirinya bahwa dia bukanlah institusi pendidikan “kelas dua” yang terpinggirkan, kumuh, kolot dan anti kemajuan. Pesantren harus dapat memaksimalkan potensi yang telah dimilikinya; memnambah wawasan dan berinteraksi secara maksimal dengan kemajuan zaman. Dan memang terbukti asset-aset SDM yang terkandung di dalamnya telah terbukti mampu terjun ke berbagai lini kehidupan social masyarakat, seperti bidang politik, banyak sekali alumni pesantren yang telah sukses menjadi tokoh politk kelas atas, bahkan negeri ini pernah dipimpin seorang santri jebolan pesantren. Dalam bidang ekonomi, banyak pesantren yang dapat mengembangkan perekonomian umat dan mengentaskan kemiskinan masyarakat sekitar, seperti pondok pesantren Sidogiri, Jawa Timur; Daruttauhid, Jawa Barat; Mathali’ul Falah, Jawa Tengah dan lain sebaginya. Sedangkan dalam bidang pendidikan, tidak dapat dihitung tokoh pendidikan nasional yang telah dilahirkan oleh pesantren. Karena focus utama pondok pesantren adalah mendidik masyarakat.
Satu kelebihan pesantren adalah ia telah berpijak dan mengakar pada msyarakat bawah. Inilah yang menjadikan para alumninya mudah bergaul dan diterima dalam masyarakat. Mereka dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat, karena memang mereka jauh dari kesan elitis. Di kalangan masyrakat bawah, alumni pesantren sering menjadi problem solver, tempat mengad, konsultasi dan bahkan menjadi teraphist bagi penyakit-penyakit social. Dengan dukungan saran teknologi informasai, komunikasi dan perangkat eloktronik lainnya pesantren diharapkan dapat membawa dirinya dan masyarakat kepada kemajuan menjadi manusia seutuhnya, menjadi masyarakat yang cerdas secara intelektual, spiritual dan moral.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar