Selasa, 17 Januari 2017
AGAR RAMADHAN LEBIH BERMAKNA
Oleh: Imam
Mustofa (Dosen STAIN Jurai Siwo Metro)
Bulan suci Ramadhan telah tiba. Kedatangan
bulan Ramadhan telah membawa aura berkah selaksa angin sejuk yang menerpa
sanubari setiap kaum beriman. Ia menebarkan panorama ampunan dan membawa pesona
yang menyenangkan dan menenagngkan jiwa. Ia mendorong dan menjadi penyemangat bagi
mukmin untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah Swt.
AGAR RAMADHAN LEBIH BERMAKNA |
Seorang mukmin mempunyai kewajiban untuk
menjamu tamu agung bulan Ramadhan ini, yaitu dengan menjalankan ibadah puasa.
Selain itu, diperintahkan pula untuk memperbanyak amalan sunnah, seperti shalat
tarawih, shalat witir dan shalat sunnah lainnya, memperbanyak bacaan al-Quran, dzikir,
shalawat, sedekah dan amalan-amalan sunnah lain. Semua amalan dilakukan atas
dasar keikhlasan demi membentuk pribadi yang bertaqwa yang mempunyai ketinggian
moral dan pada gilirannya akan menjadikan seseorang mendapatkan derajat tinggi
di sisi Allah Swt.
Puasa bukan pindah waktu makan dan minum
Puasa yang secara sederhana dapat diartikan “menahan diri”, yaitu menahan diri dari hal-hal
yang membatalkannya dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Hal yang membatalkan puasa di sini bukan
hanya membatalkan ibadahnya secara hukum, akan tetapi juga mencakup
hal-hal yang membatalkan hakekat, tujuan, hikmah dan membatalkan pahalanya.
Puasa bukan hanya sekedar memindahkan waktu
makan dan minum yang semula di siang hari, menjadi di malam hari atau setelah
masuk waktu maghrib. Puasa secara lahiriah mungkin dekat dengan arti demikian,
akan tetapi, secara batiniyah, puasa dalam arti menahan hawa nafsu untuk tidak
melakukan hal negatif atau larangan agama, kapan pun dan di mana pun.
Harus kita akui, bahwa kultur yang berkembang
di masyarakat, bulan Ramadhan malah menjadi bulan yang lebih konsumtif
dibanding bulan lainnya. Hal ini terjadi karena puasa hanya menjadi moment
perpindahan waktu konsumsi, khsusnya makanan dari siang ke malam hari. Bahkan,
stock konsumsi di bulan Ramadhan biasanya meningkat secara kuantitas dan
kualitas serta lebih istimewa di banding hari-hari biasa.
Menggapai hakikat puasa
Puasa yang hakiki adalah menahan diri dari
hal yang dapat menjauhkan diri dari Allah Swt. Imam al-Ghazali dalam buku yang
berjudul “Nurun ‘Ala Nur (Cahaya di Atas Cahaya) mengatakan “Kesempurnaan
puasa adalah dengan mencegah segenap anggota badan dari segala hal yang tidak
disenangi oleh Allah. Seyogyanya engkau juga menjaga mata dari melihat hal-hal
yang tidak disenangi oleh Allah, menjaga lisan dari mengucapkan hal-hal yang
tidak bermakna, menjaga telinga dari mendengarkan, hal-hal yang diharamkan
Allah Ta’ala. Orang yang mendengar adalah teman
si pembicara, yang karenanya dia juga dikategorikan sebagai orang yang
menggunjing. Begitu juga engkau harus mengontrol seluruh anggota badan sebagaimana
engkau menjaga perut dan kemaluan”.
Untuk menggapai
puasa yang hakiki, seseorang tidak cukup
hanya dengan menjaga anggota badan bagian luar dari hal-hal yang tidak
disenangi Allah. Lebih dari
itu, ia juga harus
menjaga anggota batin, yaitu hati. Maksiat batin
juga harus dienyahkan, karena juga akan merusak kesucian
makna puasa.
Sumber utama maksiat ini adalah hati. Ia harus
membersihkan penyakit-penyakit hati seperti, sombong, ujub, congkak, iri,
dengki, riya’ (pamer) dan berbagai penyakit hati lainnya yang dapat mengurangi
atau bahkan membatalkan tujuan, hikmah dan
pahala puasa.
Penyakit-penyakit ini seolah sangat sederhana, padahal sangat berbahaya, karena dapat
membakar amal baik laksana bara api yang meluluhlantakkan kayu yang
sudah kering.
Puasa mempunyai kedudukan yang tinggi dalam
membentuk spiritualitas seseorang. Penempaan jiwa dan hati melalui latihan
ragawi (menahan lapar dan dahaga) mempunyai arti dan peran penting dalam
membentuk dan meningkatkan spiritualitas seseorang. Kondisi raga yang lapar dan
dahaga (karena Allah Swt) akan menjadikan sesorang lebih sensitif dan aktif
untuk melakukan hal-hal yang posistif. Lebih aktif membersihkan hari,
mensucikan jiwa dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Kesemua amalan dia atas dilakukan dengan
penuh keikhlasan dan ketulusan agar bulan Ramadahan benar-benar memberikan
kesan spiritualitas yang mendalam dan dapat menebarkan aura spiritualitas
tersebut kepada sekalian makhluk di jagat raya. Dengan demikian, Berkah
Ramadahan akan benar-benar membumi. Ramadhan akan menjadi lebih bermakna.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar