Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Theme From:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Senin, 05 Maret 2012

SELAMAT JALAN RAMADHAN


Oleh : Imam Mustofa
(Dosen Jurusan Syariah STAIN Jurai Siwo Metro)

Berat rasa menulis kata di atas, seberat menggerakkan lisan untuk mengucapkannya. Tapi siapa yang mampu menghentikan langkah waktu. Ramadhan sebagai tamu agung dengan segala aura keindahan dan keistimewaanya pada hakikatnya adalah sepenggal waktu yang berlalu seiring detak jantung, denyut nadi, hela nafas dan langkah kehidupan kita. Oleh karena ia adalah waktu maka tiada siapa yang sanggup menghentikannya walau hanya sekedip mata. Ketika ia sudah berkemas dan berpamitan untuk meninggalkan kita, tiada yang mampu mencegah dan menghalanginya.
Terlepas bagaimana kita memperlakukan tamu agung bulan Ramadhan, yang jelas ia telah berkemas untuk berpamitan. Sebagian kita telah memperlakukan dan menjamunya dengan segala aktifitas ibadah, dari pagi, sore, siang dan malam sebagai upaya untuk memperdalam keimanan dan mempertinggi kualitas ketaqwaan. Bahkan sebelum Ramadhan datangpun berbagai persiapan telah dilakukan, baik fisik, psikis, mental dan terlebih persiapan spiritual sebagai ungkapan kegembiraan menyambut keanggunan tamu agung ini.
Bagi sebagian orang yang tidak dapat menangkap sinyal pesona keagungan dan keberkahan Ramadhan, maka ramadhan tiada berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Tiada ia memiliki keistimewaan, tiada pula keanggunan dan keberkahan. Ia hanya bulan biasa, sepenggal waktu yang pasti akan berlalu. Tiada aktifitas yang istimewa sebagai jamuan khusus bagi kedatangannya. Bahkan ia sedikit mengganggu kebebasan dalam menjalani aktifitas sehari-hari, karena harus menahan untuk tidak melakukan perbuatan sebagaimana di waktu lainnya, seperti makan dan minum di sembarang tempat, atau pergi ke tempat-tempat hiburan malam dan sebagainya.
Ramadhan adalah sebuah kesempatan besar untuk menjalani mempersiapkan diri dan pembelajaran kecerdasan spiritual, emosional dan juga kecerdasan sosial umat Islam. Segala proses pembelajaran tersebut terekam dengan baik tanpa sedikit pun ada momen yang terlewatkan, tak terekam oleh "perekam" yang ditugaskan Tuhan. Bahkan di dalam Bulan Ramadhan ada sepenggal waktu yang sangat istimewa yang di dalamnya ada grand prize bagi siapa yang dapat melaluinya dengan kualitas ibadah yang tinggi. Ibadah dengan penuh keikhlasan, tiada maksud dan tujuan kecuali mengharap ridha dan rahmat Tuhan. Sepenggal waktu itu adalah malam lailatul qadar. Sedangkan grand prize yang dijanjikan adalah secara kuantitas ibadah pada malam tersebut setara dengan ibadah seribu bulan, dan bahkan lebih dari itu.
Evaluasi diri
Menjelang kepergian bulan Ramadhan hal yang perlu dilakukan sekarang adalah mengidentifikasi dan evaluasi diri. Identifikasi dan evaluasi sampai dimanakah kita bisa menangkap peluang emas keberkahan Ramadhan? Bagaimanakah kita memaknai kedatangan bulan Ramadhan? sampai dimana upaya yang kita lakukan untuk mengisi peluang tersebut dengan aktifitas ritual-ritual peribadatan maupun aktifitas sosial?
Pertanyaan-pertanyaan di atas dapat dijawab dengan indikasi-indikasi prilaku spiritual dan sosial kita. Prilaku spiritual dan sosial masing-masing orang tentu akan berbeda. Kedua hal pokok ini bisa menjadi landasan evaluasi diri dalam mengarungi kehidupan selama bulan Ramadhan. Kedua hal ini sangat terkait erat, karena untuk menciptakan suatu lingkungan yang shalih harus dimulai dari keshalihan individu yang berlandaskan keshalihan spiritual.
Memang harus diakui, kehsalihan spiritual individu tidak menjadi jamninan keshalihan sosial seseorang. Ini sudah banyak terbukti, banyak orang yang secara pribadi shalih, rajin beribadah, namun dalam pergaulan masyarakat tidak mencerminkan keshalihan pribadinya. Mungkin dia melakukan korupsi kurang peduli terhadap sesama atau bahkan menzalimi orang lain. Hal ini dapat dimengerti, memang tidak setiap keshalihan spiritual individu dapat merefleksikan keshalihan sosial, namun keshalihan sosial sulit tercipta tanpa adanya keshalihan spiritual-moral individu.
Apabila kita mampu menjamu bulan Ramadhan dengan jamuan ritual spiritual dan ibadah sosial, dengan mentransformasikan nilai spiritualitas tersebut dalam kehidupan, baik secara individu maupun dalam masyarakat, setidaknya kita bisa melihat posisi. Telah terjadi perubahan sikap dan perilaku dalam beribadah. Mempunyai sikap lebih respon terhadap perintah Tuhan dan semakin berhati-hati terhadap larangan-Nya. Inilah setidaknya yang menjadi parameter minimal peningkatan ketaqwaan seseorang. Ketaqwaan yang diperoleh setelah menjalani pendidikan spiritual dan tempaan jiwa selama bulan suci Ramadhan.
Apabila yang terjadi dalam perilaku dan sikap kita kontradiktif dengan pemaparan di atas, bersikap acuh tak acuh terhadap perintah Tuhan dan semakin menganggap ringan dan biasa apa saja yang menjadi larangan-Nya, maka sebenarnya yang terjadi adalah penurunan spiritualitas dan dekadensi moral. Ramadhan tiada membawa efek positif bagi kehidupan spiritualitas, moralitas dan kehidupan sosial.
Ramadhan tahun ini bukanlah yang datang tahun yang lalu. Bukan pula yang akan datang di tahun depan. Ia adalah Ramadhan yang benar-benar baru datang di tahun ini. Tidak lama lagi ia akan berpamitan. Semoga kita menjadi hamba yang mampu memaknai dan mengisi Ramdhan dengan amalan ibadah yang akan meningkatkan ketaqwaan dan akan membawa dampak positif bagi kehidupan sosial kita. Semoga semuanya menjadi modal kita untuk menggapai ridha dan rahmat Tuhan. Menjadi landasan perbaikan moral generasi bangsa, dan akhirnya dapat menjadi pijakan perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara. Selamat jalan Ramadhan. Semoga spiritmu akan selalu mengiringi kehidupan umat manusia yang peduli kepadamu.

Artikel ini telah diterbitkan Lampung Post Rabu, 8 September 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar