Senin, 05 Maret 2012
Media dan Pemerintahan yang Baik
Oleh: Imam Mustofa
(Dosen STAIN Jurai Siwo Metro)
(Dosen STAIN Jurai Siwo Metro)
Setidak ada dua kejadian akhir-akhir ini yang menunjukkan ketidakharmonisan antara pemerintah dan media massa sebagai monitor dan pengawal pemerintah untuk melaksanakan pemerintahan yang baik (good gornance). Pertama, adanya ancaman Sekretaris Kabinet, Dipo Alam untuk memboikot beberapa media massa yang menurutnya terlalu menyudutkan pemerintah. Pemberitaan media-media tersebut dirasa terlalu didominasi dengan muatan yang membeberkan keburukan dan kegagalan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hal ini dinilai tidak berimbang dan tidak adil.
Kedua, adanya pemberitaan dua media asing yaitu harian Australia, Sydney Morning Herald dan The Age, yang telah memberitakan kutipan dari WikiLeaks soal Presiden SBY. Kedua media tersebut telah memberitakan bahwa Presiden SBY dan Ibu Ani Yudhoyono telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan. Presiden SBY dituduh telah melakukan rekayasa hukum dan politik untuk melindungi para politisi korup. The Age merilis berita tersebut dari bocoran Wikileaks soal kawat diplomatik Kedubes AS di Jakarta. Atas pemberitaan tersebut pemerintah mengajukan protes melalui Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa kepada Duta Besar AS, Scot Marciel di Jakarta.
Sistem demokrasi memang menghendaki adanya kebebasan pers untuk melakukan monitoring dan pengawalan terhadap jalannya pemerintahan. Hal ini demi tercapainya dan berfungsinya prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good governance).
Good governance merupakan pelaksana kewenangan politik, ekonomi, dan administratif. Kewenangan tersebut untuk mengelola urusan-urusan bangsa, mekanisme, proses, dan hubungan antarwarga negara dan kelompok kepentingan. Kewenangan ini harus diarahkan pada tercapainya kesejahteraan masyarakat, yaitu melalui terlaksananya hak dan kewajiban warga serta menengahi atau memfasilitasi jika terjadi perselisihan antarindividu dan antarkelompok.
Prinsip utama sebuah good governance antara lain adalah transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi. Media sebagai salah satu sumber informasi masyarakat diharapkan dapat menjadi alat pendukung terlaksananya prinsip-prinsip tersebut. Karena melalui media lah, peristiwa, realitas, opini, dan dinamika yang terjadi dapat disajikan dalam bentuk informasi kepada masyarakat.
Pemberitaan yang disampaikan media, selama sesuai dengan data dan fakta, maka jangan dianggap sebagai fitnah dan ancaman atau black campign terhadap pemerintah. Pengawasan dan pemberitaan media merupakan masukan berharga bagi perjalanan sebuah pemerintahan. Ia harus menjadi bahan pertimbangan dan evaluasi terhadap kebijakan yang sedang atau telah dilaksanakan pemerintah.
Hanya saja, media sebagai salah satu bentuk kekuatan civil society harus bersifat netral dan transparan dan tidak mempunyai kepentingan dalam pemberitaannya kecuali untuk mendukung partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawasan. Pemberitaan media harus bebas dari tendensi dan pretensi apa pun, apalagi demi kepentingan pragmatis pihak-pihak tertentu yang dapat mereduksi integritas dan kredibiltas media itu sendiri. Media tidak boleh memihak kecuali kepada kebenaran demi terpenuhinya kepentingan rakyat. Oleh karena itu, pemberitaan harus adil dan berimbang sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. Hal ini demi terjalinnya hubungan harmonis antara media dan pemerintah, sehingga tidak ada ancaman boikot atau bahkan pemberedelan terhadap media oleh pemerintah.
Prinsip good governance menghendaki adanya keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material mengenai pelaksanaan pemerintahan. Transparansi akan terpenuhi apabila ada pengawasan yang obyektif dari media. Keberadaan media akan membantu masyarakat untuk mendapatkan informasi tentang proses jalannya pemerintahan. Dengan demikian, apabila terjadi penyelewengan dalam pelaksanaan pemerintahan maka akan mudah diketahui oleh masyarakat.
Suksesnya pelaksanaan pemerintahan yang baik (good governance)sangat tergantung pada sinergitas antara pihak penyelenggara negara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif), masyarakat (terutama lembaga swadaya masyarakat, civil society organizations) dan media massa. Oleh karena itu perlu pola komunikasi yang harmonis dan konstruktif serta saling mendukung antara elemen-elemen tersebut demi tercipatanya good governance yang berorientasi pada kesejahteraan yang berkeadilan.
Kedua, adanya pemberitaan dua media asing yaitu harian Australia, Sydney Morning Herald dan The Age, yang telah memberitakan kutipan dari WikiLeaks soal Presiden SBY. Kedua media tersebut telah memberitakan bahwa Presiden SBY dan Ibu Ani Yudhoyono telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan. Presiden SBY dituduh telah melakukan rekayasa hukum dan politik untuk melindungi para politisi korup. The Age merilis berita tersebut dari bocoran Wikileaks soal kawat diplomatik Kedubes AS di Jakarta. Atas pemberitaan tersebut pemerintah mengajukan protes melalui Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa kepada Duta Besar AS, Scot Marciel di Jakarta.
Sistem demokrasi memang menghendaki adanya kebebasan pers untuk melakukan monitoring dan pengawalan terhadap jalannya pemerintahan. Hal ini demi tercapainya dan berfungsinya prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good governance).
Good governance merupakan pelaksana kewenangan politik, ekonomi, dan administratif. Kewenangan tersebut untuk mengelola urusan-urusan bangsa, mekanisme, proses, dan hubungan antarwarga negara dan kelompok kepentingan. Kewenangan ini harus diarahkan pada tercapainya kesejahteraan masyarakat, yaitu melalui terlaksananya hak dan kewajiban warga serta menengahi atau memfasilitasi jika terjadi perselisihan antarindividu dan antarkelompok.
Prinsip utama sebuah good governance antara lain adalah transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi. Media sebagai salah satu sumber informasi masyarakat diharapkan dapat menjadi alat pendukung terlaksananya prinsip-prinsip tersebut. Karena melalui media lah, peristiwa, realitas, opini, dan dinamika yang terjadi dapat disajikan dalam bentuk informasi kepada masyarakat.
Pemberitaan yang disampaikan media, selama sesuai dengan data dan fakta, maka jangan dianggap sebagai fitnah dan ancaman atau black campign terhadap pemerintah. Pengawasan dan pemberitaan media merupakan masukan berharga bagi perjalanan sebuah pemerintahan. Ia harus menjadi bahan pertimbangan dan evaluasi terhadap kebijakan yang sedang atau telah dilaksanakan pemerintah.
Hanya saja, media sebagai salah satu bentuk kekuatan civil society harus bersifat netral dan transparan dan tidak mempunyai kepentingan dalam pemberitaannya kecuali untuk mendukung partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawasan. Pemberitaan media harus bebas dari tendensi dan pretensi apa pun, apalagi demi kepentingan pragmatis pihak-pihak tertentu yang dapat mereduksi integritas dan kredibiltas media itu sendiri. Media tidak boleh memihak kecuali kepada kebenaran demi terpenuhinya kepentingan rakyat. Oleh karena itu, pemberitaan harus adil dan berimbang sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. Hal ini demi terjalinnya hubungan harmonis antara media dan pemerintah, sehingga tidak ada ancaman boikot atau bahkan pemberedelan terhadap media oleh pemerintah.
Prinsip good governance menghendaki adanya keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material mengenai pelaksanaan pemerintahan. Transparansi akan terpenuhi apabila ada pengawasan yang obyektif dari media. Keberadaan media akan membantu masyarakat untuk mendapatkan informasi tentang proses jalannya pemerintahan. Dengan demikian, apabila terjadi penyelewengan dalam pelaksanaan pemerintahan maka akan mudah diketahui oleh masyarakat.
Suksesnya pelaksanaan pemerintahan yang baik (good governance)sangat tergantung pada sinergitas antara pihak penyelenggara negara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif), masyarakat (terutama lembaga swadaya masyarakat, civil society organizations) dan media massa. Oleh karena itu perlu pola komunikasi yang harmonis dan konstruktif serta saling mendukung antara elemen-elemen tersebut demi tercipatanya good governance yang berorientasi pada kesejahteraan yang berkeadilan.
Artikel ini telah diterbitkan Lampung Post, Selasa, 25 Maret 2011
Label:
ARTIKEL ILMIAH
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar