Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Theme From:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Senin, 20 Februari 2012

PROBLEMATIKA PUBLIKASI KARYA ILMIAH MAHASISWA


Oleh: Imam Mustofa
Ketua Ikatan Keluarga Alumni Pondok Pesantren Mahasiswa Unggulan Universitas Islam Indonesia (IKAPPUII)

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti), mengeluarkan surat edaran Nomor 152/E/T/2012 tertanggal 27 Januari 2012 yang menyatakan bahwa syarat kelulusan mahasiswa S-1 setelah Agustus 2012 adalah ada publikasi karya ilmiahnya di jurnal ilmiah. Adapun S-2 publikasinya pada jurnal ilmiah nasional, sedangkan S-3 pada jurnal ilmiah internasional, baik yang tercetak maupun online.
Menurut Menteri pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh ada tiga alasan di balik dikeluarkannya kebijakan tersebut. Pertama, untuk menekan plagiarisme. Kedua, untuk pengembangan keilmuan. Dan ketiga, adalah untuk mempercepat pengembangan keilmuan tersebut.
Alasan pertama, untuk menekan angka plagiarisme nampaknya kurang tepat. Dengan adanya kebijakan tersebut apakah tidak malah meningkatkan jumlah plagiarisme. Hal ini dikarenakan menulis sebuah karya ilmiah tidak hanya teoritis prosedural, akan tetapi juga berkaitan dengan sense, minat dan bakat. Bagi mahasiswa yang tidak mampu menulis karya ilmiah, malah hanya akan melakukan plagiasi dari karya ilmiah yang sudah ada. Atau bisa saja membeli dari biro penyedia jasa pembuatan karya ilmiah. Makanya cukup ironis apabila salah satu tujuan kebijakan tersebut adalah untuk menekan jumlah plagiarisme di kalangan mahasiswa.
Terkait dengan alasan kedua dan ketiga, yaitu untuk mengembangkan dan mempercepat pengembangan suatu ilmu, apakah hal ini harus dengan publikasi karya ilmiah tentang ilmu tertentu. Bukankah tidak semua ilmu dapat dikembangkan hanya dengan ditulis dan di-publish?
Terlepas dari hal di atas, kebijakan di atas perlu diapresiasi sebagai upaya kemendikbud untuk meningkatkan karya ilmiah di Indonesia. Karena memang jumlah publikasi karya ilmiah di Indonesia tergolong masih rendah. Terlebih publikasi di jurnal internasional. Berdasarkan data dari Kemdikbud, jumlah publikasi ilmiah Indonesia sejak tahun 1996 sampai dengan tahun 2011 dalam jurnal internasional hanya 12.871. jumlah ini jauh di bawah Malaysia yang mencapai 53.691.
Kalangan dunia perguruan tinggi sebagai institusi yang berkaitan langsung dengan kebijakan tersebut masih merasa keberatan. Mereka meminta agar kebijakan tersebut ditelaah ulang, bahkan banyak juga peguruan yang menolak dengan alasan belum siap.
Penolakan pihak perguruan tinggi terhadap kebijakan tersebut dapat dipahami, karena kebijakan tersebut akan menghadapi berbagai problema. Problem yang paling nyata adalah rasio jumlah jurnal ilmiah dan jumlah kelulusan mahasiswa di Indonesia.
Bersasarkan data dari Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDII LIPI) bahwa jumlah jurnal ilmiah nasional (cetak) di Indonesia hanya sekitar 7.000 buah, namun jumlah tersebut tidak semua dapat terbit rutin, hanya 4.000 jurnal yang masih terbit secara rutin. Dari jumlah tersebut, hanya 300 jurnal ilmiah nasional yang telah mendapatkan akreditasi LIPI. Jumlah ini tentunya tidak sebanding dengan jumlah mahasiswa yang lulus setiap tahun yang mencapai 800 ribu.
Kebijakan tersebut bisa diterapkan, namun dengan cara bertahap. Misalnya dengan mewajibkan karya ilmiah namun tidak harus dipublikasikan di jurnal ilmiah, akan tetapi dipublish di blog, atau media maya lainnya.
Problem lain adalah terkait dengan fasilitas dan kualitas SDM perguruan tinggi yang sangat variatif dan tidak merata di tambah lagi dengan kulutr akademik. Tentunya ada perbedaan antara Perguruan tinggi di kota-kota, terlebih di kota pendidikan dengan perguruan tinggi di daerah. Hal ini berdampak pada kemampuan civitas akademikanya untuk menyusun sebuah karya ilmiah yang harus dipublikasikan. Kalaupun harus dipaksakan, bagaimana dengan kualitas karya ilmiahnya? Apa artinya secara kuantitas jumlah karya ilmiah meningkat, namun secara kualitas malah rendah?
Ketidakmampuan mahasiswa untuk mempubilsh karya ilmiahnya di jurnal ilmiah akan menjadi kendala kelulusan. Dampaknya adalah akan terjadi penumpukkan mahasiswa di perguruan. Sudah mafhum, bahwa salah satu alasan mahasiswa lama tidak lulus kuliah diantaranya adalah kendala penyusunan skripsi, terlebih lagi bila diwajibkan untuk mempublikasikan karya ilmiah.
Kalau memang salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan karya ilmiah di Indonesia, seharusnya menggunakan kebijakan lain yang lebih bijaksana, seperti memberikan stimulus bagi para mahasiswa yang berbakat dan mempunyai minat terhadap karya tulis ilmiah. Hal ini bisa dilakukan dengan mengadakan sayembara, perlombaan dan atau pemberian beasiswa atau reward lain bagi mahasiswa yang berhasil mempublikasikan karya ilmiah. Atau kalaulah memang harus dilaksanakan, hendaknya secara bertahap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar